×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Kalimantan Tengah

Asal Daerah

Kalimantan Tengah

Todung Pandak dan Todung Panjang

Tanggal 27 Dec 2018 oleh Admin Budaya .

Pada Jaman dahulu di daerah Kalimantan Tengah tidak ada raja, pangeran atau pun raden bupati. Yang lazim dipakai hanyalah gelar saja (untuk kepala suku). Kepala Suku Tomun Sarang Maruya yang mula- mula ialah Santomang. Tetapi sesudah pemerintahan Santomang, terjadilah perpisahan tiap-tiap puak atau keluarga. Maka kami suku Tomun duduklah seorang kepala suku yang kenamaan dan rupawan, bergelar Todung Pandak.

Rupanya Todung Pandak (Todung Pendek) ini bukanlah binatang atau ular, melainkan gelar seorang kepala suku yang kuat, yang disegani dan gagah berani. Di bagian Timur, yaitu di bagian Kapuas, Kahayan, Sampit, pendeknya di bagian imur, rupanya gelar kepala suku itu sama saja. Karena kita sama suku Dayak, kita memakai gelar yang sama yaitu Todung. Di daerah Kotawaringing ini disebut Todung Mandak dan di daerah Kapuas/Kahayan, namanya disebut Todung Panjang.

Todung Mandak ini banyak kepandaiannya, keberaniannya, kepintarannya, bahkan terkenal kekejamannya. Juga istrinya paling banyak, paling cantik di jaman itu. Rambutnya ikal dadanya indah, pinggangnya ramping, hidungnya mancung belalang, alisnya lentik, pendeknya paling cantik. Kecantikan istri Todung Mandak terdengar oleh Todung Panjang sehingga ia yang juga gagah berani, pengayau, pembunuh, ingin hendak mengambil atau meminjam istri Todung Mandak. Cuma bagaimana caranya, Todung Panjang belum memperoleh akal. Tetapi selama ada keinginannya ia tetap berpikir untuk mencari akal bagaimana caranya supaya istri Todung Pandak tersebut diperolehnya. Istri Todung Pandak bernama Duyan Bangi, tetapi ia biasanya dipanggil Dayang Langi.

Pada suatu hari Todung Pandak hendak berlayar, sebelum ia berlayar, Todung Pandak sudah berpesan kepada rakyatnya, "Hai semua rakyat, sekarang aku hendak berangkat berlayar. Oleh sebab itu jagalah keamanan desa ini, bahkan rumah tanggaku, dan istriku Dayang Langi, hendaklah kalian yang tinggal inilah yang menjaga keamanannya. Selesai semua berangkatlah Todung mandak berlayar ke negeri jauh. Kira-kira tiga bulan Todung Pandak berlayar, berita keberangkatan Todung Pandak kedengaran Todung Panjang, Nah inilah kesempatan sebaik-baiknya aku merebut dan mengambil Dayang Langi, istri Todung Mandak yang sangat terkenal kecantikannya. Kesempatan ini tidak dibiarkan begitu saja. Maka berangkatlah Todung Panjang bersama pengawal-pengawalnya, memang seorang cerdik dan gagah berani. Mereka berangkat dari sebelah Timur menuju sebelah Barat ke desa Nerigi.

Setelah diselidiki, benar juga Todung Pandak dalam pelayarannya ke negeri jauh. Todung Panjang beserta pengiringnya masuklah ke desa, secara adat istiadat tetamu bangsawan Dayak. Mereka disambut oleh masyarakat menurut adat serta dengan pesta keramaian, penyambutan kepada seseorang tamu terhormat.

Dalam pesta ini Todung Panjang memberi keterangan tentang kedatangan dan kemauannya. Katanya, "Bapak-bapak, saudara penduduk desa ini, aku datang ini tiada lain adalah hendak memngambil Dayang Langi istri saudara Todung Pandak. Dayang Langi akan kubawa ke tempatku inilah tempayan Lempadu tempayan tua, adalah sebagai tanda bahwa aku membawa Dayang Langi. Kalau saudara Todung Pandak datang nanti beritahukanlah apa kataku kepadanya."

Masyarakat desa Perigi yang sudah dipengaruhi oleh rasa takut kepada Todung Panjang karena keberaniannya. Mereka hanya menyerah saja dan membiarkan Dayang Langi dibawa pergi oleh Todung Panjang. "Kalau saudara Todung Pandak datang silahkan saudara menjemput Dayang Langi kalau ia masih cinta." Tidak ada yang berani melarangnya karena takut akibat yang sangat besar nanti. Dayang Langi terpaksa dilepaskan dengan rasa sedih oleh rakyat dan keluarganya.

Tiada berapa lama datanglah Todung Pandak, kapalnya singgah di pelabuhan. Seluruh negeri kelihatan sepi, tali Marau direntangkan di sana, pertanda perkabungan menimpa negeri. Todung Pandak sudah menduga malapetaka apakah yang datang menimpa kampung halamannya. Tawak-tawan dipukul pertanda kepala suku Todung Pandak sudah  datang, tetapi sepi-sepi saja. Rakyat kalihatan takut dan sedih. Setelah Todung Pandak naik ke rumah, dipanggillah tua-tua kampung dan rakyat negeri berkumpul. Bapak-bapak, dan saudara-saudara penduduk negeri, bencana apakah yang menimpa negeri ini?

Oleh penghulu-penghulu dan tua-tua negeri diceritakanlah tentang kejadian kedatangan Todung Panjang dan peri Dayang Langi sudah dibawa pergi. Inilah buktinya, sebuah pempadu dan tempayan tua. Kata Todung Panjang. "Kalau saudara Todung Pandak bertanya katakan aku sudah membawa Dayang Langi untuk istriku dan ini Pepandu buktinya."

"Bapak-bapak, tua-tua kalau demikian apa boleh buat kita tidak usah bersusuh hati, kita harus bertindak sabar." Karena Todung Pandak memang tidak cinta kepada istrinya. Dayang Langi. Todung Pandak menyerahkan sesuatu yang perlu serta memilih pengiringnya sebanyak 6 (enam) orang. Pengiring 6 (enam) orang ini, memang sudah terkenal kesediaannya dan keberaniannya mengikuti setiap perjalanan Todung Pandak. Setelah siap semuanya berangkatlah mereka menuju arah ke Timur. Sudah beberapa hari mereka dalam perjalanan mereka berhenti karena sebatang pohon beringin tumbang dan menutup jalan, sedikit pun tak ada jalan untuk dilaluinya. Berhentilah mereka di sana. Todung Pandak berjalan-jalan di sekitar hutan dekat beringin tumbang itu, untuk mencari binatang sumpitan.

Tiba-tiba ia tertegun, matanya melihat ada sebuah rumah di dalam hutan lebat itu. Pikirnya, "Baik aku mendekati rumah itu, aku hendak mengetahui keadaannya. Ia batuk-batuk kecil tanda seseorang yang hendak naik ke rumah (menurut adat kebiasaan suku Dayak dahulukala) Oii apakah di sini manusia, kalau  manusia bunuhlah aku, dan kalau di sini hantu makanlah dan robek-robeklah badanku ini biarlah aku mati. Terdengarlah suara dari dalam, "Hei siapakah itu? Todung Pandak agaknya. Tidak apa-apa aku manusia. Silahkan naik cucuku. Rupanya seorang perempuan tua diam di rumah itu.

"Orangtua ini tahu namaku"

Tempat sirih dan rokok disuguhkan. "Silahkan makan sirih atau merokok cucuku."

Todung pandak tidak makan sirih juga mengisap rokok. Orangtua itu bertanya dan berkata, "Apakah cucuku tidak memakan sirih dan tidak merokok?"

"Saya tidak biasa makan sirih atau merokok, nenek"

"Aku tahu,  engkau tidak makan sirih, engkau tidak merokok disebabkan susah hatimu, sabarlah cucu Todung Pandak. Aku hendak menolongmu, supaya engkau tidak celaka di jalan Perjuanganmu pasti berhasil. Hanya nenek minta cucuku harus bersabar. Beringin yang tumbang itu adalah usahaku hendak menolongmu. Jika tidak kuhalangi dengan pohon beringin itu pasti engkau sudah berlalu dan engkau akan mendapatkan mala petaka, nasehatku sebelum beringin itu berubah jangan engkau lalui, jangan engkau meneruskan perjalanan untuk menjemput istrimu Dayang Langi."

"Baiklah nenek, kami menunggu sampai beringin itu berbuah nanti. Kami hendak menuruti nasehat nenek." Selesai pembicaraan itu Todung Pandak lalu permisi pulang ke pondok mereka. Tiba-tiba Todung Pandak menoleh ke belakang, rumah nenek itu lenyap dari penglihatannya. Sampai dipondok mereka, semua penglihatannya tadi dan pertemuannya dengan nenek yang baik hati itu diceritakan kepada pengiringnya. Mereka sepakat untuk menunggu disana, sampai beringin tumbang itu berubah.

Sebulan dua bulan belum juga beringin itu berubah, sampai bertahun-tahun beringin itu belum ada tanda-tanda berubah. Sambil menantikan beringin itu berubah, mereka berladang dan berkebun bermacam-macam tanaman. Enam tahun mereka bermukim di sana  dengan sabar. Sekitar tempat itu sudah menjadi kampung desa, serta banyak tumbuh buah-buahan yang mereka tanam.

Setelah menjelang tahun yang ketujuh, dilihat Todung Pandak beringin itu sudah berubah. Lalu berkatalah Todung Pandak. Marilah kita meneruskan perjalanan kita menjemput Dayang Langi. Tanda-tandanya sudah baik, beringin itu sudah berubah. Inilah petunjuk nenek yang dikatakannya kepadaku dulu, mari kita berangkat." Setelah siap semuanya berangkatlah Todung Pandak bersama pengiringnya yang setia itu. Sedikit pun mereka tiada gentar, untuk menghadapi setiap kemungkinan.

Setelah beberapa lamanya mereka berjalan, sampailah mereka  pada negeri kediaman Todung Panjang. Menurut adat orang dahulu kala, setiap tamu yang datang ke desa atau negeri pasti disambut dan dielu-elukan secara adat, lebih-lebih kalau kedatangan seorang bangsawan yang ternama. Todung Panjang memerintahkan kepada rakyatnya. "Kita membuat pesta besar menyambut saudara Todung Pandak." Todung Pandak bersama pengiringnya dipersilahkan ke balai pertemuan, dan didudukan ditempat yang terhormat.

"Kakanda Todung Pandak, silahkan masuk dan duduklah kita bersama disini."

"Terima kasih adinda Todung Panjang."

Selesai upacara serta makan minum, berkatalah Todung Pandak.

"Oh adinda Todung Panjang dengarlah akan bicaraku. Ketahuilah olehmu adinda Todung Panjang. Kedatangan kami ini, adalah datang dengan maksud baik, bukan hendak berperang atau sifat bermusuhan, tetapi kedatanganku ini, adalah dengan maksud baik-baik dan rasa persaudaraan."

"Terima kasih kanda Todung Pandak, adinda mengaku bersalah. Adinda sudah meminjam Dayang Langi untuk istriku, dan apakah kata kanda, adinda berserah diri." "Adinda Todung Panjang sebagaimana sudah keterangkan tentang kedatanganku, adalah dengan rasa bersahabat, tetapi juga bertujuan pertama hendak menanyai Dayang Langi, apakah ia masih cinta kepada kanda. Kalau demikian kanda akan membawanya pulang ke tempat kami. Bilamana ia tidak mencintaiku lagi, maka aku hanya mengurus adat tungkun.

Kata ini disambut oleh Dayang Langi, ujarnya, "Oh kanda Todung Pandak, maafkanlah aku, walaupun banyak laki-laki di dunia ini, hanya Todung Pandak seoranglah suamiku, dan kepada kanda Todung Pandaklah tambatan jiwaku. Dan adinda mau turut kembali pulang ke kampung halamanku." Kemudian kata Todung Panjang, "Kalau demikian kita angkat saudara saja, antara kakanda Todung Pandak dan adinda Todung Panjang."

"Kanda pun sangat setuju, bukan saja angkat saudara malahan angkat saudara dengan darah. Bukan saja angkat saudara dengan darah, melainkan segala sesuatu, biarlah bertukar semua barang, baju bertukar baju, sumpitan dengan sumpitan, mandau dengan mandau, serta alat pakaian Todung Panjang. Suatu hal yang kanda katakan tentang perbuatan adinda Todung Panjang melanggar adat dan aturan adat kami, adat kami tidak membenarkan bahwa anak, istri dipinjam dipakai orang lain. tetapi tidak apa. Izinkanlah kanda pulang bersama Dayang Langi kembali ke kampung halaman kami.

Berdebarlah jantung Todung Panjang. Esok harinya mereka berangkat pulang. Sampai di pinggiran desa, berkatalah Todung Pandak, katanya, "Masih ada barangku yang ketinggalan. Berjalanlah dahulu kamu sekalian, sementara aku kembali mengambil barangku yang ketinggalan itu." Berlari-larilah ia menuju rumah Todung Panjang. Dari jauh-jauh dilihat oleh Todung Panjang. Todung Panjang menanyakan katanya, "Apakah yang ketinggalan lagi?" Todung Pandak menjawab, "Masih ada yang ketinggalan, barang lain semua sudah bertukar, hanya duhung kita yang belum kita pertukarkan.

"Betullah kanda, jawab Todung Panjang, Todung Pandak menyorongkan mata hulungnya kepada Todung Panjang, sedangkan Todung Panjang menyorongkan hulu duhungnya kepada Todung Pandak, yang mengandung makna dalam hukum adat pada zaman itu berarti menentang, sanggup ditikam, sanggup ditimpas, sanggup dibunuh.

Dengan tidak berpikir panjang lagi, hulu duhung Todung Panjang itu disambut oleh Todung pandak dengan secepatnya pula. Hulu duhung itu ditikamnya ke dada Todung Panjang, Mata duhung itu langsung menembus dada Todung Panjang, dan Todung Panjang pun matilah seketika itu juga.

Todung Pandak berjalan lagi menyusul kawan-kawannya yang sudah berjalan tadi. Setelah berbulan-bulan mereka berjalan mengarungi hutan rimba, tibalah mereka dengan selamat di kampung halamannya kembali. Tersebut pula kejadian yang berlangsung di tempat kediaman Todung Panjang. Tentang kematian Todung Panjang menyebabkan tanda-tanda akan terjadi peperangan besar. Kematian Todung Panjang membangkitkan dendam Sarang Saruas, saudara Todung panjang. Ia hendak membela kematian saudaranya yang ditikam oleh Todung pandak. Sarang Samas sangat panas hatinya. Dihimpunkanlah rakyatnya serta panglima-panglima di negeri itu.

Mereka mengadakan perundingan dan memutuskan untuk berperang melawan Todung Pandak di sebelah Barat. Mulai waktu itu dikumpulkan oleh Sarang Samas, bala tentara yang sangat banyak untuk mengadakan penyerangan besar-besaran dengan orang-orang pandai berperang. Semua yang pandai berperang dihimpunkan dalam satu pasukan. Sarang Samas sendiri menjadi kepalanya dan memimpin pertempuran di garis depan. Seorang mata-mata ditugaskan untuk menyelidiki kekuatan musuhnya.

Peperangan pun pecahlah dengan dahsyatnya, pertempuran-pertempuran sengit tak henti-hentinya. Peperangan itu berkecamuk berpuluh-puluh tahun. Beribu-ribu tentara sebelah menyebelah gugur di medan perang. Prajurit-prajurit kedua belah pihak bertempur mati-matian, masing-masing memperhatikan, keberanian dan kemampuan dengan semangat tempurnya. Todung Panjang mempunyai segi-segi yang lebih baik. Sementara mereka membendung serangan tentara Sarang Samas, tentara Todung Pandak bagian belakang, membuat suatu lapangan terbuka dilereng gunung. Kayu-kayu besar dipotong rata dengan tanah.

Kayu yang besar dipotong-potong dan ditahan dengan tali atau rotan dengan rapi dan bila diteras, menggulinglah kebawah, menyapu bersih setiap serangan dari Sarang Samas. Mundurlah tentara Todung Pandak. Beribu-ribu tentara Sarang Samas masuk ke daerah lapangan terbuka itu, mereka sangat bersemangat mengejar musuh di lereng yang lapang itu. Tiba-tiba diputuskanlah oleh tentara Todung Pandak tali pengikat batang kayu itu. Kayu itu menyapu bersih dengan tidak mengenal ampun, segala tentara Sarang Samas yang berada di medan perang terbuka itu. Hampir setengah tentara Sarang Samas digilas potongan-potongan kayu dari sebelah pertahanan Todung Pandak. Anak sumpitan dari kedua pasukan itu bagaikan hujan berjatuhan, bagaikan bunyi kumbang melintasi udara. Terpaksa Sarang Samas harus bersembunyi di dalam peti. Peti itu harus diusung kesana-kemari, guna memberi perintah kepada tentara yang sedang bertempur.

Sarang Samas berseru. "Sekarang dengarlah perintahku, tentara kita banyak  yang telah digilas kayu, segera buat perlindungan. Gali lubang perlindungan, bilamana kayu datang mengguling kita segera masuk ke lubang perlindungan. Kayu sudah lewat, segera maju kejar musuh ke atas bukit. Kita bunuh semua musuh-musuh itu." Dalam waktu singkat sudah selesai lubang perlindungan itu Sarang Samas memberi perintah, "serang". Penyerangan Sarang Samas, terlepas dari gilasan kayu tentara Todung Pandak. Mudah saja Sarang Samas mengelakkan bahaya.

Todung Pandak berseru, "Hai prajurit-prajuritku, sekarang angkutlah batu, gulingkan batu-batu di lereng itu. Dengan cepat diturutilah perintah itu. Sebentar kemudian gemuruhlah kayu-kayu bergulingan disusul oleh batu-batu besar mengguling dan menimpa tentara Sarang Samas dengan hebatnya. Berlindunglah mereka ke dalam lubang. Tentara penyerang masuk ke dalam lubang perlindungan. Siapa yang menyingkir ke pinngir lapangan luput dari gulingan kayu dan batu, tetapi yang berlindung dalam lubang mati semuanya. Adapun tentara Sarang Samas sungguh terkenal keberaniannya dan selalu berdisiplin ketika bertempur. Sarang Samas tidak berputus asa. Dihimpunkannya anak buahnya yang masih ada. Sisa-sisa tentaranya berkumpul lagi.

Kata Sarang Samas dari dalam peti "Saat ini kita melihat tentara kita sudah banyak yang gugur dalam peperangan ini. Oleh sebab itu kita yang masih ada ini, harus menuntut bela habis-habisan."

Seluruh tentara yang masih ada itu berjanji akan meneruskan perjuangan, tidak kenal menyerah. Mulailah Sarang Samas menyusun dan mengatur serangan baru. Setelah dirasa cukup, mulailah mereka menyerang habis-habsan dan hendak menghancurkan musuh semuanya. Sarang Samas sendiri harus di usung dalam peti di depan sekali. Penyerangan pun dimulai lagi, tempik sorak dan pekik perang amuk habis-habispun dimulai. Kedua belah pihak tusuk-menusuk, tikam-menikam, penggal-memenggal dan pekik perang bagaikan halilintar, keluar dari mulut beribu-ribu tentara. Penyerangan  ini adalah perang amuk yang sangat dahsyat yang tidak mengenal menyerah.

Dari kedua belah pihak, masing-masing menunjukkan ketangkasan dan keberaniannya. Rupa-rupanya perang amuk ini, adalah menentukan siapa yang kalah dan siapa yang menang. Di waktu Sarang Samas sedang menunjuk mengeluarkan tangannya dari dalam peti, terlihatlah oleh Todung Pandak. Seperti kilat menyambar ujung telumpu Sarang Samas. Ia disumpit Todung Pandak. Damak sumpitan Todung Pandak ini menyebabkan kematian Sarang Samas. Dan akhirnya menyebabkan kalahnya tentara Todung Panjang. Tentara Todung Panjang bercerai-berai yang melawan dibunuh sedang yang menyerah ditawan.

Kembalilah Todung pandak ke rumahnya. bersama-msama tentaranya membawa kemenangan yang gilang-gemilang. Hiduplah Todung Pandak dengan istrinya yang dicintainya, bersama rakyatnya dengan aman tentram. Peperangan antara Todung Pandak dengan Todung Panjang berlangsung 20 sampai 30 tahun.

Sampai sekarang pada setiap lereng bukit dan gunung di Kotawaringin Barat, banyak pohon buah-buahan (misalnya durian, cempedak dan lain-lain), yang dimakan dan dibawa oleh tentara-tentara itu untuk bekal mereka ketika berperang dahulu.

Batu asah tentara Todung Panjang atau asang, masih ada sampai hari ini Lereng gunung tempat berperang masih ada sampai sekarang, yaitu bertimbun-timbun batu, dan lubang-lubang berngangaan adalah bekas pertempuran Todung Pandak dengan Todung Panjang, masih nampak bekas-bekasnya.

 

 

sumber:

  1. Alkisah Rakyat (http://alkisahrakyat.blogspot.com/2015/11/cerita-todung-pandak-dan-todung-panjang.html)

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...