Cerita ini mengisahkan seorang Kahayan bernama Bagalah. Ia adalah seorang kaya raya yang banyak sekali menyimpan guci-guci.
Ia memelihara seekor anjing. Anjing itu memang anjing kesayangannya dan karena itu dinamainya Bagalah. Bahkan tempat memberi makanannya pun piring malawen, tidak boleh sembarangan.
Entah bagaimana pada suatu ketika, saat mereka berdua (istrinya) pergi bekerja di ladang, anjing yang ditinggalkannya ini tiba-tiba menghilang, tak tahu kemana perginya sebuah guci juga hilang pada saat yang bersamaan.
Ia bertanya-tanya dalam hatinya, siapakah gerangan yang sampai hati mencuri anjing dan guci tersebut. Sakit hatinya bukan kepalang, terutama memikirkan gucinya.
Demikianlah pada zaman itu ia mengembara ke-mana-mana, sepanjang sungai Kahayan, ke hulu sungai Katingan, Seroyan, mencari kemanakah perginya anjing itu.
Setelah agak lama ia diam di kampung Sembuluh, disitulah ia mendengar seseorang bernama Bagalah. Ia heran mengapa nama orang tersebut sama dengan namanya. "Dari manakah asal orang itu?" katanya.
Kami pun tidak mengetahuinya!" kata orang-orang disitu dan ia sudah lama menetap disini. Sekarang anaknya sudah tiga orang. Ia baru saja mendirikan rumahnya disebelah hilir. Rumah itu baru saja didirikan dan masih belum selesai dibangun.
"Yah, baiklah!" katanya dalam hati, saya berjalan kesana untuk melihat-lihat lebih dahulu. Ia bertanya-tanya dengan orang lain, dari manakah gerangan asal usul orang yang bernama Bagalah itu.
Tak seorang mengetahuinya. Tetapi menurut keterangan mereka, dahulu ia kawin di Sembuluh dan sebagai jujuran (mas kawin) istrinya, diserahkannya sebuah guci.
"Wah, jangan-jangan guci yang hilang itu!" katanya. Lalu ia berkunjung disitu, ditempat mertua Bagalah.
Kebetulan pada waktu itu Bagalah tidak ada di rumah. Diperiksanya guci itu dan memang betul sama dengan kepunyaannya. "Pasti guci tersebut kepunyaanku" katanya.
"Jadi, katanya kepada orang-orang di situ, orang yang bernama Bagalah ialah saya," sedangkan orang yang namanya Bagalah di sini ialah anjing!"
"Wah, tidak mungkin!" kata mereka. "Ia pasti manusia malah sudah beranak tiga."
"Besok saudara-saudaranya akan membuktikan bahwa ia mesti berubah menjadi anjing lagi!"
Jadi menurut ceritanya, pagi-pagi benar ia berjalan membawa piring malawen (yang dahulunya) tempat memberi makan anjingnya.
Ketika Bagalah sedang bekerja memasang sirap rumahnya, didekatinya dan diketuk-ketuknya piring tersebut seraya memanggil nama anjingnya.
Begitulah dengan serta merta, ia meloncat dari atas atap. Demikianlah istrinya keheran- heranan melihat manusia tiba-tiba berubah menjadi seekor anjing.
Menurut ceritanya, mereka berdua, Bagalah dan anjingnya lupa arah jalan untuk kembali ke Kahayan sebab lamanya pengembaraan mereka, ia ingin kembali melalui laut, sehingga dibuatnya sebuah perahu. Tempat membuat perahu masih ada sampai sekarang.
Tiap kali ia berangkat membuat perahu, anjingnya juga mengikutinya dan bila ia sedang membelah kayu ulin maka anjing itu terus menyalaki pekerjaannya.
Setelah cukup bersabar, ia pun tak dapat menahan marahnya lagi lalu dipukulnya kepala anjing itu dengan martil, sehingga mati.
Lalu teringatlah dia, bahwa apabila anjing itu menyalak ia bukan menyalak sembarangan. Kalau bukan menyalaki guci-guci, ia pasti menyalak sesuatu yang berharga (harta kamu), sebab anjing itu tidak pernah menyalaki binatang. Apakah sebabnya anjing itu menyalaki martil kayu tersebut ketika ia hendak membelah kayu ulin, ternyata ketika kayu itu terbelah didapatinya didalam kayu sebuah mustika.
Demikiankah, ia meniwah anjing itu mendirikan sandungnya sekalian, dan sesudah itu ia kembali ke Kahayan.
Tiap kali Darung Bawan meliwati sandung yang ditinggalkan itu, tiap kali pula ia mendengar anjing menggonggonginya sehingga pada suatu ketika timbul amarahnya.
Dicabut dan diangkatnya sandung itu serta dilemparkannya ke danau Sembuluh.
sumber:
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja