Asal muasal dari kata Serawai ada 2 (dua) pendapat yaitu ; (1) Serawai maksudnya cabang dua buah sungai yaitu sungai Musi dan sungai Seluma yang dibatasi oleh suatu bukit yaitu bukit capang. (2) Serawai asal kata dari seram yang artinya celaka (celako) ini dihubungkankan dengan anak raja dari hulu, karena menderita penyakit menular lalu dibuang (dihanyutkan) ke sungai dan terdampar di manna. Anak raja inilah yang mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan tersebutlah yang dikenal dengan Kerajaan Serawai. Kerajaan Serawai terpisah dari kerajaan Bengkulu. Kerajaan ini ditemui diantara daerah sungai Jenggalu sampai ke muara Bengkenan, kerajaan ini akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil yang disebut margo (marga). Mereka bersatu atas dasar satu kesatuan, satu keturunan dan satu rumpun bahasa. Sedangkan dilihat dari struktur masyarakat maka yang mendiami daerah Seluma terdiri dari ; Suku Serawai dan Suku Pendatang (Suku Jawa, Suku Minang, Suku Bal...
Seperti daerah lainnya, warga Bengkulu mempunyai makanan khas Lebaran yang disebut Gelamai atau di Betawi disebut dodol. Seperti daerah lainnya, warga Bengkulu mempunyai makanan khas Lebaran yang disebut Gelamai. Proses pembuatannya memerlukan waktu setengah hari. Kelapa yang sudah diambil santannya kemudian dimasak. Setelah dua jam, tepung ketan dan gula merah dimasukkan ke dalam santan itu. Adonan itu kemudian diaduk selama delapan jam. Bila tak diaduk, maka akan rusak dan masaknya tak merata. Gelamai yang berwarna kecoklatan lalu dimasukkan dalam wadah hingga keras dan siap dinikmati. Terbukti ada acara tradisi “Ngidak Gelamai” Jelang Lebaran Hari Raya Idul Fitri. Gelamai merupakan kue khas dari wilayah Bengkulu Bagian Selatan , meliputi Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan hingga Kabupaten Kaur. Gelamai hampir menyerupai kue dodol, namun rasa dan bentuknya agak berbeda. Sementara kata “ngidak” berasal dari bah...
Kalea merupakan binatang penyu yang dijadikan makanan khas dan wajib ada ketika melaksanakan upacara mengangkatan adat di Kepulauan Enggano. Penyu tersebut disuguhi kepada kepala suku yang akan mengangkat kepala suku baru. Bagi masyarakat di Kepalauan Enggano penyu merupakan sesuatu makanan yang tinggi nilainya dan juga untuk mendapatkannya sulit ditemui. Namun untuk acara pengangkatan kepala suku penyu atau kalea harus ada meskipun sulit untuk mendapatkannya. Biasanya suku yang mau mengangkat kepala suku baru secara bersama-sama atau bergotong royong mencari punyu tersebut kelaut tanpa ada terkecualinya. Jika mereka mendapatkan rezeki tidak begitu sulit untuk mendapatkan penyu tersebut dilaut, tetapi jika tidak ada mereka jumpai, mereka terus mencarinya meskipun berhari-hari dilaut dan tidak akan pulang jika penyu tersebut belum dijumpai. Sumber: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=4341
Siput Memuji Buntut ~ Pagi itu udara amat cerah. Di pinggir sungai masih tampak kecipak-kecipak air menunjukkan bahwa ikan-ikan masih sibuk bermain dan mencari makan. Setelah itu, air sungai semakin surut dan ikan-ikan mulai menghilang dari permukaan air. Mungkin mereka bersembunyi atau berlindung di balik akar-akar pohon enau. Di pinggir sungai tampak bermunculan beberapa ekor siput. Mula-mula sedikit jumlahnya, tetapi lambat laun semakin banyak. Menjelang puncak pasang surut, jumlah siput di pinggir sungai itu sudah mencapai ribuan ekor. Ada yang besar, ada pula yang kecil. Tentunya yang besar adalah para pemimpin dan yang paling besar adalah raja. Suatu ketika sang raja sangat memerlukan kehadiran dan bantuan para bawahannya. Oleh karena itu, dipanggilnyalah seluruh bawahannya untuk berkumpul dan rapat di suatu tempat yang sudah ditentukan. Kemudian sang raja siput berujar. "Saudara-saudara bawahanku, dengarlah seruanku i...
Alkisah Rakyat ~ Pak Sugeak adalah seorang pedagang kaya yang tinggal di desa Hulu Sungai.Ia hidup seorang diri karena istrinya meningal sebelum dikaruniai anak. Desa tempat tinggalnya itu di dekat hutan lindung, sangat jauh dari keramian kota. Ia orang kaya, tetapi tingkah lakunya menyimpang dari ajaran agama dan sangat kikir. Oleh karena itu, ia sangat dibenci oleh tetangga di desanya. Bahkan, hewan-hewan disekitarnya turut memusuhinya. Menurut cerita, zaman dahulu hewan dan benda-benda pandai berbicara. Mereka dapat bercakap-cakap seperti manusia. Pada setiap pertemuan, mereka sering membicarakan kejahatan Pak Sugeak. Suatu hari, seekor puyuh sedang beristirahat karena letih. Dia bercakap-cakap dengan kayu kopi. "Aku pernah dilempar batu oleh Pak Sugeak ketika sedang mencari cacing di belakang rumahnya. Alasannya, cacing-cacing itu sedang disuruh menggemburkan kebun," kata puyuh iba. "Astaga! Aku punya pengalaman yang sama. Perh...
Perkawinan merupakan bagian dari ritual lingkaran hidup di dalam adat istiadat Suku Bangsa Rejang di Bengkulu. Suku Bangsa Rejang pada dasarnya hanya mengenal bentuk Kawin Jujur. Akan tetapi dalam perkembangan kemudian, muncul pula bentuk Kawin Semendo yang disebabkan karena pengaruh adat Minangkabau dan Islam (Abdullah Siddik, 1980:153). Kawin Jujur merupakan bentuk perkawinan eksogami yang dilakukan dengan pembayaran (jujur) dari pihak pria kepada pihak wanita (Hilman Hadikusumo, 2003:73). Kawin Jujur merupakan bentuk perkawinan yang menjamin garis keturunan patrilinel (garis bapak) (Abdullah, 1980:386). Dengan dibayarkannya sejumlah uang maka pihak wanita dan anak-anaknya nanti melepaskan hak dan kedudukannya di pihak kerabatnya sendiri dan dimasukkan ke dalam kerabat dari pihak suami. Kawin Jujur juga mengharuskan pihak perempuan mempunyai kewajiban untuk tinggal di tempat suami, setidak-tidaknya tinggal di keluarga suaminya (Abdullah, 1980:224). Kawin Semendo adalah ben...
Danau Gedang terletak di Desa Padang Betuah, Bengkulu Tengah, Bengkulu. Dari Ibu Kota Provinsi Bengkulu, jaraknya hanya 25 kilometer. Bisa diakses dengan kendaraan roda dua maupun empat. Danau seluas 10 hektare ini memiliki keunikan alam beserta tradisi nelayan yang terus dipertahankan. Mematah danau adalah salah satu tradisi yang biasa dilakukan warga untuk menangkap ikan, udang, dan kepiting. Tradisi yang dilakukan bukan berdasarkan bulan atau periodesasi tertentu, melainkan tergantung cuaca atau kondisi danau. Biasanya, tiga hingga enam bulan sekali. Tradisi ini, diikuti ribuan orang: dewasa, remaja, dan anak-anak. Pesertanya bukan hanya masyarakat setempat, tetapi juga dari desa tetangga, bahkan warga dari kabupaten/kota tetangga. Mematah Danau dilakukan bila air danau dinilai melimpah. Bergotong royong, warga menggali pasir pemisah danau dan pantai untuk mengalikannya ke pantai. Setelah air danau kering, warga bergegas menangkap ikan, udang, dan kepiting. sumber : h...
Hari sangat cerah. Matahari bersinar cukup terik. Laut berkilau biru bening. Butir-butir pasir putih disapa ombak. Suara ombak bersahutan dengan camar laut di udara. Namun, sekelompok orang tidak dapat menikmati keindahan itu. Mereka sibuk menebang pohon nipah, bakau, dan kelapa. Mereka tidak menebang seenaknya. Hanya pohon yang sudah cukup tua dan kuat yang mereka pilih. Pohon-pohon yang telah ditebang dibersihkan pelepah atau rantingnya. Setelah bersih, kayu tersebut diseret beramai-ramai ke pantai. Gelondongan-gelondongan kayu itu mereka ikat jadi satu. Mereka menggunakan tali yang terbuat dari kulit kayu. Sepertinya mereka bermaksud membuat rakit. Rakit yang telah jadi ditumpuk menjadi dua lapis dan disatukan dengan rakit lainnya. Hasilnya adalah sebuah rakit yang sangat besar. Seorang pria berteriak-teriak memberi arahan kepada para pekerja. Tubuhnya tinggi tegap. Kulitnya yang sawo matang memerah terpanggang matahari. Dia adalah ketua rombongan itu. Meskipun seorang pimpina...
Salah satu proses adat perkawinan Serawai adalah tradisi Bimbang Bebalai.Bimbang Bebalai adalah upacara perkawinan yang dilaksanakan di balai atau tempat khusus yang didirikan oleh anak mato gawe sedusun atau orang sekampung dengan bergotong-royong khusus untuk acara yang dimaksud. Untuk acara akad nikah dilaksanakan dirumah masing-masing pengantin perempuan. Pada acara bimbang belabai harus memotong kerbau, bagian paha kerbau dibagikan kepadan anak mato gawe dan masyarakat yang ikut membuat balai, danging kerbau yang lainnya dimasak untuk menjamu para tamu. Tradisi ini dilakukan dengan mengumpulkan 3 sampai 5 pasang pengantin yang disepakati menikah pada waktu yang bersamaan atau dalam rentang waktu tertentu. Seperti dalam rentang waktu satu minggu di satu desa atau desa lainnya untuk mengikuti proses Bimbang Bebalai oleh masyarakat dalam satu desa atau dusun. Dalam upacara bimbang bebalai dapat diikuti minimal tiga pasangan pengantin dan maksimal lima pasangan pengantin. Dalam...