Menurut Legenda dan Logika, Mulai dari yang paling dasar, yaitu mengenai sebutan Raja Naipospos pada ompu kita. Menurut adat Batak, tidak ada sebutan Raja untuk perempuan, sedangkan sebutan Nai adalah dimana digunakan untuk menyatakan ibu. Jadi selama ini kita salah menyebutkan Ompu kita dengan sebutan Raja Naipospos, kita seharusnya memanggilnya Raja ni Naipospos. Raja Ni Naipospos sebenarnya hanya gelar, dimana nama aslinya adalah Raja Sidangoldangol. Kedua, ini adalah perihal mengenai Keturunan dari Raja Ni Naipospos (Raja Sidangoldangol). Jadi mungkin banyak diantara abang, adik, kakak, dan smua pomparan bingung karena mengenai hal ini ada 2 versi. Ada yang menyatakan bahwa anak dari Raja Ni Naipospos ada Lima, tapi saya menyatakan bahwa itu tidak benar. Sebab Keturunan dari Raja Ni Naipospos hanya ada 2, yaitu: 1. Marbun, yang nanti keturunanya menjadi cikal bakal marga Lumban Batu, Banjarnahor, Dan Lumban Gaol. 2. Sipoholon, yang nanti keturunanya menjadi cikal bakal marga Si...
Tuan Saribu raja bertumbuh menjadi dewasa, demikian pula adiknya yang perempuan Siboru pareme. Langkanya manusia, terisolasinya tempat tinggal, naluri dan dorongan alamiah pada diri mereka membuat mereka lepas kendali. Hubungan gelap di antara mereka akhirnya membawa buah. Siboru pareme hamil. Rahasia yang selama ini dipendam kini terungkap. Incest demikian jelas merupakan pelanggaran serius. Adat dan kesepakatan menetapkan hukuman mati bagi mereka berdua. Namun karena kehamilannya Siboru Pareme tak boleh dibunuh. Dia dibuang ke sebuah hutan di atas Sabulan sekrang, satu daerah yang dianggap sebagai sarang harimau. Biarlah harimau itu yang membunuhnya, kalau bukan kelaparan dan deritanya sendiri. Begitulah pikiran Limbong Mulana dan adik-adiknya. Singkat cerita, siboru pareme suatu ketika menolong seekor harimau (ompu i ) datang membawa deritanya dimana secercah tulang tertancap di kerongkongannya. Siboru Pareme mengeluarkan serpiah tulang itu dan sejak itu timbullah sejenis per...
Misteri di Balik Keindahan 'Sidihoni', Danau di Atas Danau Toba Danau ini diyakini sudah ada sejak tahun 1800-an. Bermula saat Ompu Sawangin Simalango pindah dari Huta Tinggi, Pangururan, ke Desa Sabungan Nihuta. Ompu Putri Simalango (78), generasi ke-9 dari Ompu Sawangin Simalango, menjelaskan kepada batakgaul.com bahwa Danau Sidihoni muncul karena kayu-kayu yang tumbuh di rawa-rawa ditebangi. “Danau ini pernah mengalami tiga kali kekeringan hebat,” kata Ompu Putri di lokasi danau, Senin (13/3) sore. Dia bercerita, kekeringan hebat pertama terjadi pada 1943 saat penjajahan Jepang, kemudian sekira 1958 saat pemberontakan Kolonel Simbolon, dan yang terakhir adalah saat gempa dahsyat di Aceh 2004 silam. Ompu Putri Simalango Menurut Ompu Putri, kekeringan terparah adalah pada tahun 1943. Sementara saat gempa di Aceh, danau tersebut terbelah. “Terdapat lubang berdiameter sekira 5 meter di bagia...
Aek Sipitu Dai, Cerita tentang Kehausan dan Pencarian 'Pariban' Aek Sipitu Dai atau Air Tujuh Rasa sudah menjadi lokasi wisata yang cukup ternama di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Bagaimana tidak, tujuh pancur dari mata air ini bisa mengeluarkan air dengan rasa yang berbeda-beda. Entah apakah ada pendapat yang masuk akal untuk menjelaskan fenomena tersebut, namun yang jelas ada dua cerita yang melatarbelakangi lahirnya Air Tujuh Rasa. Menurut Ompung Bona br Sihotang, yang rumahnya persis di depan Aek Sipitu Dai, sumber air ini sudah ada sejak zaman dulu. Cerita berawal saat Ompung Langgat Limbong, generasi ke dua dari Marga Limbong, sedang kehausan dan pergi mencari air. "Namun dia ini tak kunjung mendapatkan mata air untuk diminum. Ia lalu berhenti persis di lokasi mata air yang ada saat ini,” cerita Ompung Bona br Sihotang kepada batakgaul.com di rumahnya, belum lama ini. Aek Sipitu Dai, Samosir/s...
Sudah tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia mendengar kata "Merauke". Yap! lagu yang diciptakan oleh R. Soerarjo Darsono ini sangat terngiang-ngiang oleh seluruh kalangan. Dari lagu tersebut kita diajarkan bahwa betapa luasnya bentang Indonesia mulai dari titik 0 disebelah barat yang berada di Pulau We hingga titik nol di sebelah timur yang berada di Distrik Sota. Tahu kah kalian jika nama Kota Merauke berasal dari kesalahpahaman antara penjajah Belanda kala itu dengan masyarakat Asli Papua. Pada hari Rabu 12 Februari 1902, sebuah kapal api bernama "Van Goens" bersandar di sebuah dermaga rakyat bibir sungai Maro. Pada tahun itu, masyarakat asli Merauke merupakan masyarakat keturunan Marind yang kontak langsung dengan pendatang dari Belanda. Ketika awak kapal tersebut menginjakkan kakinya, mereka langsung bertanya kepada masyarakat sekitar apa nama daerah yang mereka singgahi ini. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa mereka masing masing, Kaum pendatang dari Belanda tidak...
Alkisah, saat Kota Sintang masih sepi penduduk, di daerah itu hidup sebuah keluarga miskin. Keluarga itu terdiri dari sepasang suami istri dan seorang anak. Mereka tinggal di sebuah rumah panggung yang sudah tua dan lapuk di tepi sungai. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, setiap hari sang ayah mencari ikan di sepanjang aliran sungai. Jika beruntung, ia terkadang memperoleh ikan yang cukup dimakan beberapa hari bersama keluarganya. Namun jika sedang sial, ia terkadang pulang tanpa membawa seekor ikan pun.Suatu hari, persediaan makanan di rumah keluarga itu telah habis. Maka, pagi-pagi sekali sang ayah pergi ke sungai untuk mencari ikan dengan menggunakan perahu. Tak lupa ia membawa dua buah pancing dengan harapan bahwa jika pancingnya putus ia masih mempunyai pancing yang lain. Dengan penuh harapan, nelayan itu mendayung perahunya menyusuri aliran sungai menuju ke arah hulu. Setiba di sebuah lubuk yang dalam, ia pun mulai mengulur salah satu pancingnya yang telah diberi ump...
Indonesia merupakan salah satu negara yang dikunjungi orang Tionghoa. Legenda kunjungan Laksmana San Poo Tay Djien atau yang dikenal dengan nama populer Cheng Ho, di Semarang, Jawa Tengah, merupakan salah satu yang paling terkenal. Klenteng Sam Poo Kong yang berdiri tegak di kawasan Bukit Simongan menjadi saksi bisu penjelajahan Cheng Ho di Indonesia. Bangunan yang kini dijadikan tempat ibadah pemeluk Tridharma (Taoisme, Buddhisme dan Konfusianisme) itu berada di kawasan yang awalnya menjadi tempat berteduh Cheng Ho saat harus "terpaksa" berlabuh pada tahun 1416, karena juru mudi kapalnya, Ong Keng Hong, sedang sakit keras. Kondisi Ong Keng Hong bersangsur membaik setelah dirawat oleh beberapa awak kapal yang menetap bersama warga Bukit Simongan. Baik Cheng Ho, Ong Keng Hong, dan sebagian awak kapalnya beragama Islam. Setelah membaik, Ong Keng Hong dan awak kapal lainnya mulai menyebarkan agama Islam. Mereka juga selalu menceritakan sosok Cheng H...
Pada zaman dulu di negeri Semeuleu tersebutlah seorang raja yang kaya, arif, dan bijaksana. Sayangnya ia tidak memiliki seorang putra mahkota. Setelah menunggu lama, berkat usaha dan doa akhirnya Permaisuri melahirkan seorang putra yang diberi nama Rohib. Raja dan permaisuri sangat sayang dan memanjakan anaknya. Rohib pun tumbuh besar. Ia lalu dikirim ke kota untuk menuntut ilmu. Sayangnya, Rohib tak menyelesaikan sekolahnya. Raja menjadi sangat marah. Rohib diusir dan diberi modal uang untuk berdagang. Di tengah perjalanannya, Rohib melihat banyak orang yang menganiaya binatang. Rohib tidak tega melihatnya. Ia menawarkan sebagian uang agar mereka berhenti menganiaya binatang. Modal Rohib untuk berdagang pun nyaris habis. Ia berhenti di tengah hutan dan menangis meratapi nasibnya. Tiba-tiba, datang seekor ular besar mendekatinya. Rohib sangat ketakutan. Tetapi ular itu berkata, “Jangan takut anakku. Aku takkan memangsamu. Sesungguhnya aku hendak memberimu hadiah karena kam...
Di desa Penurun di Tanah Gayo, hidup keluarga petani yang sangat miskin dengan dua anaknya. Setiap hari, Pak Tani berburu di hutan dan menangkap belalang di sawah. Belalang-belalang itu disimpannya dalam lumbung untuk diolah Bu Tani menjadi makanan. Suatu hari, Pak Tani belum juga pulang dari berburu. Kedua anaknya merengek kelaparan. Di dapur sudah tidak ada makanan apapun. Bu Tani kemudian menyuruh anaknya untuk mengambil belalang di lumbung dekat rumah mereka. Ternyata, ketika berada di lumbung, si anak lupa menutup pintu lumbung sehingga semua belalang beterbangan. Ia kembali ke rumah sambil menangis tersedu. Ia berterus terang kepada Bu Tani. Ya Tuhan! Bu Tani amat terkejut. Ia tahu Pak Tani akan marah besar. Pak Tani pun pulang tanpa membawa seekor hewan buruan. Bu Tani lalu berterus terang apa yang terjadi dengan mengatakan semua itu karena kecerobohannya. Mendengar hal itu, Pak Tani sangat murka dan mengursi Bu Tani. Sambil menangis Bu Tani pergi menuju ke Atu Be...