Pada musim kemarau panjang, masyarakat suku Lawahing di Kelurahan Kalibai Tengah, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, akan bersiap untuk memanggil hujan. Alam oleh masyarakat suku Lawahing dipercaya sebagai hasil dari kekuatan Dewa Mau Maha-maha (matahari) dan Ul (bulan). Upaya suku Lawahing untuk bernegosiasi dengan kekuatan alam adalah dengan menyelenggarakan upacara, salah satunya upacara memanggil hujan atau yang biasa disebut dengan Elkoil Od . Para kepala klen ( Lengleng Buung ), para kepala kampung ( Bang Kapal ), para kepala adat ( Lengleng Bala O Aba Aiy ), ketua dewa adat ( Aba Aiy Mati ) dan kepala kampung besar ( Bang Kapal Mati ) bermusyawarah dengan masyarakat untuk mempersiapkan upacara. Penjemput Gong berpayung daun pandan (ami) beranjak ke rumah bendahara negeri untuk memulai upacara. Hanya pemuda pilihan yang boleh menjadi penjemput Gong. Selama perjalanan Gong harus dijaga dan tidak boleh dipukul sebelum sampai di tempat upacara. Pelanggaran ak...
Nyongkolan berupa karnaval atau arak-arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria menuju ke rumah mempelai wanita dengan diiringi oleh keluarga, sahabat dan kerabat mempelai pria. Mereka biasanya membawa rombongan musik yang biasa disebut kecimol . Ada pula yang menggunakan Gendang Beleq . Proses Nyongkolan dilakukan mulai dari jarak 1 km dari rumah mempelai wanita, jadi apabila jaraknya jauh, mereka beramai-ramai menggunakan kendaraan bermotor hingga jarak 1 km tadi. Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana mempelai perempuan tinggal, karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan dilaksanakan di pihak mempelai laki-laki. Sebagian peserta dalam prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris iring-ir...
Orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut Dalihan Na Tolu (bahasa Toba), Di Simalungun disebut Tolu Sahundulan. Istilah tersebut berasal dari Batak Toba. Dalihan Na Tolu memiliki arti tungku berkaki tiga. Dalihan Na Tolu ini begitu dijunjung tinggi oleh Bangsa Batak pada umumnya, bahkan dijadikan falsafah dalam kehidupan masyarakat Batak. Dalihan Na Tolu memiliki nilai-nilai kehidupan yang sangat baik bahkan unik karena sifatnya yang saling mendukung satu sama lain. Maksudnya, dalam tradisi Batak terdapat tiga posisi penting kekerabatan bangsa Batak. Pertama, Hula-hula atau Tondong, yaitu kelompok yang posisinya "di atas", sehingga disebut Somba Somba Marhula Hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan. Kedua, Tubu atau Sanina, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "sejajar". Posisi tersebut yaitu teman/saudara semarga, s...
Aluk Tod olo atau Alukta adalah aturan tata hidup yang telah dimiliki sejak dahulu oleh masyarakat Suku Toraja, Sulawesi Selatan. Aturan tata hidup tersebut berkenaan dengan sistem pemerintahan, sistem kemasyarakatan, dan sistem kepercayaan. Dalam hal keyakinan, penduduk Suku Toraja percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa yang tunggal itu disebut dengan istilah Puang Matua (Tuhan yang maha mulia). Meski begitu, penganut Aluk Todolo relatif terbuka terhadap modernisasi dan dunia luar. Mereka meyakini, aturan yang dibuat leluhurnya akan memberikan rasa aman, mendamaikan, menyejahterakan, serta memberi kemakmuran warga. Walau terbuka bagi agama luar, warga sepakat, yang telah menganut selain Aluk Todolo wajib keluar dari Dusun Kanan. Tentu saja mereka tetap boleh berkunjung ke sana, tapi tak dapat tinggal lama. Di luar penganut Aluk Todolo , sekalipun bangsawan dan memiliki banyak uang, mereka tidak bo...
Kaharingan. Kata ini mungkin masih asing bagi kebanyakan orang. Tapi kalau menyebut kata Daya (Dayak), kemungkian besar semua orang akan tahu. Keterkaitan antara Kaharingan dan Daya ada pada sisi kepercayaan. Bahwa Kaharingan adalah kepercayaan Suku Dayak. Kaharingan berasal dari bahasa Sangen (Dayak kuno) yang akar katanya adalah ’’Haring’’ Haring berarti ada dan tumbuh atau hidup yang dilambangkan dengan Batang Garing atau Pohon Kehidupan. Seperti halnya dengan agama lokal lainnya di Nusantara, keberadaan mereka nyaris terabaikan, dan terpinggirkan. Bagi sebagian orang, Kaharingan dianggap sebagai Agama Helo alias agama lama, Agama Huran alias agama kuno, atau Agama Tato-hiang alias agama nenek-moyang. Kaharingan yang sudah dianut sebagai kepercayaan sejak zaman leluhur itu terbagi dalam dua jenis. Kaharingan murni yang sangat spesifik mempraktikkan ritualnya, dan Kaharingan campuran, yang sudah ber...
Kehidupan masyarakat Suku Sasak yang sarat akan nilai-nilai tradisi tidak terlepas dari keteguhan masyarakat sasak akan kepercayaan akan makna-makna filosofis yang terkandung dalam setiap tradisi suku sasak. Selain menganggap tradisi memiliki nilai spiritual yang tinggi, masyarakat Suku Sasak juga menjadikan tradisi sebagai pandangan hidup yang akan menuntun kehidupan ke arah yang lebih baik. Sejarah mencatat bahwa kebudayaan suku sasak banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kerajaan Hindu Majapahit sehingga banyak kebudayaan yang bercorak Hindu. Kerajaan Majapahit juga mempunyai banyak memiliki catatan historis tentang Lombok termasuk suku sasak. Catatan-catatan tersebut termaktub dalam kitab Negara Kertagama yang merupakan kitab yang memuat tentang kekuasaan Kerajaan Majapahit. Dalam kitab tersebut terdapat sebuah kutipan yakni “Lombok Mirah Sasak Adi” yang berasal dari kata Lombok berarti lurus atau jujur, mirah berarti permata, sasak berarti kenyataan dan adi berate b...
Meski masyarakat suku Lampung pada umumnya adalah penganut Agama Islam yang taat dan konsekuen, namun bekas-bekas kepercayaan dari generasi masa lalu atau jaman Tumi pada Shang Hiang Sakti masih sangat kental. Maka bercampur baurlah antara Islam dan kepercayaan kepada dewa pencipta alam. Selain masih percaya pada Shang Hiang Sakti, masyarakat Suku Lampung juga masih memercayai keberadaan makhluk dan hal-hal gaib peninggalan animisme jaman dulu. Seperti adanya mahkluk bernama Putri Muli alias Bidadari, Selang Sri atau Dewi Padi, Saikelom, Saihalus, dan Sekedi. Serta kepercayaan terhadap kekuatan sakti pada benda-benda yang disebut Pemanohan. Kekuatan pemanohan ini, secara rasio memang tidak mungkin. Tapi kenyataannya memang mempunyai keistimewaan dan kesaktian. Seperti beberapa benda dibawah ini: Di Walur, ada yang disebut bedang minak. Sebilah pedang yang memiliki kesaktian. Pedang ini akan bergerak-gerak ketika pemakainya dalam bahaya, misal ada maca...
Nilai-nilai budaya nenek moyang yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Gianyar di Bali salah satunya melalui Upacara Nangluk Mrana (upacara membendung hama dan penyakit) yang berlangsung di Desa Lebih, Desa Pantai, 6 km di Selatan Pusat Kota Gianyar, kurang lebih 34 km dari Denpasar. Gangguan penyakit ( mrana ) dipercaya datang dari Laut Selatan, dapat juga merupakan kutukan dari Betara Gunung Batur. Untuk mengantisipasi timbulnya hama dan penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia, penduduk harus melaksanakan upacara untuk ‘tolak bala’ dan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wase agar memperoleh keselamatan hidup dengan melakukan “ buta yadnya ”. Upacara Nangluk Mrana diselenggarakan secara turun-temurun pada hari tilem ke enam (menurut penanggalan Bali) atau setiap bulan Desember. Upacara Nangluk Mrana bermaksud untuk memohon keselamatan dan kesuburan tanah pertanian. Sebelum diselenggarakan Upacara Nangluk Mra...
Upacara Besale (penyembuhan) merupakan ritual masyarakat Anak Dalam yang bertujuan untuk menyembuhkan seseorang yang sakit akibat roh-roh jahat. Dalam adat istiadat masyarakat Suku Anak Dalam atau Anak Rimba terdapat banyak kegiatan upacara/ritual yang memiliki tujuan untuk menghormati arwah nenek moyang, mengharapkan keberkahan dan untuk menjauhkan malapetaka. Salah satu upacara adat masyarakat Anak Dalam adalah upacara Besale. Arti Besale bagi masyarakat Anak Dalam adalah membersihkan jiwa seseorang yang sedang sakit akibat roh-roh jahat yang bersemayam dalam diri seseorang tersebut. Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya Departemen Pendidikan Kebudayaan Indonesia (1977.127), masyarakat Anak Dalam menganggap jika ada anggota keluarga atau kerabat yang sakit maka itu merupakan pertanda bahwa dewa telah menurunkan malapetaka. Agar dewa menjauhkan malapetaka tersebut, masyarakat Anak Dalam melakukan upacara Besale sebagai wujud memohon ampun. Hal la...