Ritual
Ritual
Falsafah dan Konsep Sosial Sumatera Utara Batak
Dalihan Na Tolu
- 2 Oktober 2014

Orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut Dalihan Na Tolu (bahasa Toba), Di Simalungun disebut Tolu Sahundulan. Istilah tersebut berasal dari Batak Toba. Dalihan Na Tolumemiliki arti tungku berkaki tiga.

Dalihan Na Tolu ini begitu dijunjung tinggi oleh Bangsa Batak pada umumnya, bahkan dijadikan falsafah dalam kehidupan masyarakat Batak. Dalihan Na Tolu memiliki nilai-nilai kehidupan yang sangat baik bahkan unik karena sifatnya yang saling mendukung satu sama lain. Maksudnya, dalam tradisi Batak terdapat tiga posisi penting kekerabatan bangsa Batak.

Pertama, Hula-hula atau Tondong, yaitu kelompok yang posisinya "di atas", sehingga disebut Somba Somba Marhula Hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.

Kedua, Tubu atau Sanina, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "sejajar". Posisi tersebut yaitu teman/saudara semarga, sehingga disebut Manat Mardongan Tubu, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.

Ketiga, Boru yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di bawah". Posisi tersebut yaitu saudara perempuan dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut Elek Marboru artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.

Dalihan Na Tolu ini bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut. Ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi Boru. Dengan dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan sistem demokrasi Orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai-nilai yang universal.

Bahkan, dari ketiga unsur Dalihan Na Tolu itu, hula-hulalah yang mempunyai kedudukan yang tertinggi. Bagi anak orang Batak, hula-hula dipandang sebagai sumber berkat, pahala dan rezeki, sehingga hula-hula dipandang sebagai debata na ni ida (Tuhan dewata yang nampak).

Orang Batak sangat cinta dengan hidup dan kehidupan ini walaupun hidup itu penuh kesusahan. Ini terbukti dari peribahasa yang berbunyi: lapa-lapa pe di toru ni sobuon, malap das alap pe taho asal di hangoluan (gabah kosong pun dibawah sekam, biarpun susah asal hidup). Ini menggambarkan suatu opotimisme biarpun hidup ini susah pada suatu saat pasti akan mendapat kesenangan asal tekun berusaha.

Orang Batak selalu merasa bersatu dengan negerinya yaitu tanah Batak yang disebut dengan istilah bona pasogit atau bona ni pinasa. Mengenai sistim nilai yang merupakan warisan para leluhur sangat dijunjung tinggi. Adat adalah pusaka yang tidak kunjung usang. Adat haruslah selalu dilestarikan dan dijunjung tinggi ini terlukis dari ungkapan atau pepatah berikut: raja na di jolo, martungkot siala gundi, adat pinungka ni na parjolo, siihut honon ni parpudi, yang artinya raja yang di depan bertongkat siala gundi  adat yang diciptakan orang dahulu harus diikuti orang yang kemudian.

Selain itu adat merupakan norma hukum yang didukung rasa kemanusiaan yantg tinggi. Adat harus ditegakkan dan dijunjung tinggi seperti dalam peri bahasa : jongjong hau na so sitabaun, peak na so sigulingon artinya berdiri kayu jangan ditebang tumbang pun jangn diguling. Seterusnya apabila dikaitkan dengan pandangan hidup Negara kita maka tiap-tiap sila dalam Pancasila juga terdapat dalam pandangan hidup orang Batak. Misalnya:

Sila Pertama : “Sirungguk sitata, ia disi hita marpungu disi do ompunta debata” yang artinya bila disitu kita berkumpul, disitu hadir Tuhan Dewata.

Sila Kedua : “Ndang jadi hu roha mida na metmet” yang artinya tidak boleh anggap leceh kepada manusia atau orang kecil dan hina.

Sila Ketiga : “Manimbung rap tu ginjang, mangangkat rap tu toru “yang artinya melompat sama keatas, terjun sama kenawah=(seia sekata).

Sila Keempat : “Hata torop sabungan  ni hata, hata mamunjung hata lalaen”, yang artinya suara orang banyak, atau mufakat orang banyaklah induk dari semua pendapat, sedang pendapat orang sendiri adalah pendapat orang gila.

Sila Kelima : ” Marbagi di na otik, mardua di na godang” yang artinya dibagi kalau sedikit, dipecah kalau banyak (= pembagian yang adil dan merata).

Mengenai sistim politik di Tanah Batak, apabila hal itu ditinjau dari segi teori kekuasaan/sumber kekuasaan penguasa, maka sistim politik di Tanah Batak itu adalah sistim demokrasi. Dalam hal ini berarti kekuasaan bersumber dari kesepakatan rakyat yang dilaksanakan pula oleh rakyat melalui pengetua-pengetua demi kepentingan bersama.

Pengertian demokrasi untuk orang Batak tersimpul dalam peribahasan yang berbunyi: aek gondang tu aek laut, dos ni roha sibahenna saut (= air besar/sungai ke air laut, bulat mupakatlah yang membuat tercapainya maksud). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi untuk orang Batak adalah musyawarah menuju mufakat. Dalam hidup sehari-hari hal itu terwujud dalam kerjasama masyarakat berupa gotong-royong seperti mendirikan rumah, turun ke sawah, saat suka dan duka yang selalu tolong menolong.

Kalaupun di tanah Batak dan bagi orang Batak ada sebutan Raja, maka hal itu bukanlah dalam arti menguasai/kekuasaan. Pengertian raja untuk orang Batak ditekankan dalam arti sikap watak dan tindakan, yakni seseorang yang bijaksana, adil, pengasih dan penolong serta menjunjung tinggi adat dan kebiasaan hidup.

Dengan demikian, baik sistim politik maupun lapisan sosial di tanah Batak tidak pernah didasarkan atas keturunan atau asal darah; dan tidak dijumpai kelas bangsawan dan kelas rakyat atas keturunan daerah. Karena stratifikasi sosial dari segi keturunan darah tidak dikenal pada masyarakat Batak, maka satu-satunya sistim pelapisan sosial yang dianut dengan setia ialah pelapisan social berdasarkan Dalihan Na Tolu (Tungku nan tiga).

 

Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/940/dalihan-na-tolu

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline