|
|
|
|
Tujuh Makna untuk Tujuh Bulan Tanggal 07 Aug 2018 oleh OSKM_16018156_Winiardhita Anjani. |
Jawa, seperti daerah pada umumnya di Indonesia, memiliki adat dan budaya yang berlimpah. Hampir setiap kejadian besar yang terjadi pada kehidupan masyarakatnya diperingati dengan upacara adat. Salah satunya adalah perayaan usia kehamilan tujuh bulanan yang biasa disebut sebagai tingkeban. Upacara adat ini memiliki banyak runtutan acara yang memiliki arti masing-masing.
Salah satu bagian acara yang menarik dari tingkeban ini adalah Upacara Patut-Patut, yakni ketika sang calon ibu berganti pakaian berkali-kali sambil meminta pendapat para tamu. Para tamu akan berkata bahwa pakaiannya belum pantas. Hingga pada akhirnya para tamu akan berkata "Patut" atau pantas dipakaian ketujuh. Hal itu menyimbolkan usia kehamilan ibu yang mencapai tujuh bulan.
Tujuh pakaian yang dikenakan sang calon ibu tersebut bukanlah sembarang pakaian. Ketujuh pakaian tersebut terdiri dari set kebaya, kain, dan selendang dengan makna yang berbeda-beda. Beragam makna dari setiap set pakaian tersebut akan dibahas satu persatu dalam artikel ini. Ketujuh kain yang biasa digunakan pada Upacara Patut-Patut ini memiliki makna berupa harapan terhadap jabang bayi. Kain Wahyu Temurun mengandung makna harapan agar sang bayi nantinya akan memperoleh wahyu ilahi. Doa untuk budi pekerti sang bayi terdapat di kain nomor dua, yaitu kain Sido Luhur. Calon anak juga diharapkan akan selalu dikasihi, melalui kain Sido Asih. Kain Sido Mukti dan Sido Drajat digunakan agar kelak sang anak memiliki kehidupan dengan derajat tinggi. Berikutnya, kain Sido Mulyo mengharapkan anak agar berjaya dan mulia sepanjang usianya. Kain ketujuh, kain Sekar Jagad, melingkup seluruh harapan yang terkandung dalam kain-kain sebelumnya dengan harapan agar anak berkembang dengan sentosa.
Tak hanya kain, selendang yang digunakan sang calon ibu juga berjumlah tujuh dengan makna yang juga beragam. Bangun Tulak, yang berarti mendoakan anak agar terlindungi dari semua hal yang berbahaya. Selendang berikutnya disebut Pandan Binetot. Seperti namanya, harapan yang tersimpan dalam selendang tersebut adalah agar nama sang calon anak akan "seharum" daun pandan. Selendang Pari Anom mengandung makna doa agar anak tak diliput kesulitan dalam hidupnya. Tak hanya dalam aspek kesejahteraan, aspek fisik yakni warna kulit juga menjadi salah satu hal yang didoakan. Selendang Podang Nesep Sari diibaratkan sebagai harapan agar sang anak memiliki kulit berwarna kuning langsat. Dua selendang terakhir, Mekar Mayang dan Gulo Kelopo, digunakan agar sang anak berkembang dan nikmat hidupnya.
Setelah ditelusuri satu per satu, dapat diketahui bahwa setiap set pakaian yang digunakan mengandung harapan yang sangat baik untuk sang calon bayi. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap aspek upacara adat ini sudah dipikirkan oleh para leluhur kita dengan sangat rinci. Budaya Indonesia memang sangat unik, beragam, dan mengagumkan, sehingga sudah sepantasnya bagi kita untuk terus mengingat dan melestarikan budaya-budaya ini.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |