|
|
|
|
Mo'moro'an Langlayang Tanggal 16 Aug 2018 oleh OSKM18_16018162_Muhammad Rizqi . |
Jika kalian pikir layangan hanya diterbangkan dan di'adu' dengan teman, di tempat kami layangan tidak hanya dimainkan demikian. Mungkin karena asyiknya 'moro langlayang' (mengejar layangan yang putus) menginspirasi anak-anak di daerah kami untuk terus melakukan hal tersebut, hal yang mereka lakukan yaitu menerbangkan kembali layangan yang putus hasil dari 'moro langlayang' tadi.
Jadi, awalnya masing-masing anak yang senang bermain layangan suka mengejar layangan temannya yang putus karena kalah saat 'diadu'(melawan layangan lain dengan menggesekan senar/tali layangannya agar salah satu pihak talinya putus) dan saat mendapatkan layangan tersebut, kawan lainnya mengajak untuk 'moro' lagi. Alhasil layangan tadi kembali diterbangkan walau dengan tali yang pendek. Jika ada yang mendapatkannya lagi, ia yang akan menerbangkan layangan itu juga. Lalu yang lain mengejar dan mendapatkannya, diterbangkan lagi. Memang permainannya 'simple' tapi rasa kebersamaan saat bermain, kekeluargaan saat berbagi dalam hal merasakan serunya mendapat layangan, kerukunan karena tidak ada yang 'berantem' saat yang lain tidak mendapat layangan karena pasti juga merayakannya bersama, dan masih banyak kesan lain yang hanya bisa dirasakan. Tapi itu dulu, sekarang jarang sekali anak-anak yang melakukannya karena mungkin sudah beralih ke gawai karena banyak juga permainan tradisional yang terdapat di Pl*y store. Sebenarnya masih banyak hal lain yang mendasari anak 'zaman now' untuk tidak bermain tradisional, jangankan bermain dengan teman yang rumahnya bersebelahan, minimal di luar rumah pun jarang.
Sebagai masyarakat, khususnya mahasiswa yang juga peduli dan prihatin dengan hal ini saya berharap ada acara, kegiatan dan hal lain yang mendukung pelestarian dari permainan tradisional pada umumnya. Karena kita juga tahu bahwa ancaman terhadap budaya kita sangatlah berbahaya. Bangsa lain mungkin mudah 'mencuri' budaya kita dan mempatenkannya, yang seharusnya kitalah yang melakukan tindakan tersebut. Jangan hanya karena dulu pernah terjadi, lalu terjadi lagi dan kita baru menyadarinya saat kebudayaan kita sudah habis di'klaim' orang lain. Maka dari itu, mari kita lestarikan budaya kita dan minimal mengamankannya dengan pengarsipan di platform yang telah disediakan ini. Karena dari tindakan sekecil ini bisa jadi akan membantu di kemudian hari jika terjadi hal serupa. Karena jejak digital di era globalisasi ini sangat membantu, kebenarannya jelas dan bisa dipertanggung jawabkan.
'#OSKMITB2018
Sumber gambar : http://www.blogriki.com/2013/06/pelajaran-dari-mengejar-layang-layang.html
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |