×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Makanan Tradisional

Elemen Budaya

Makanan Minuman

Provinsi

DI Jogjakarta

Asal Daerah

Jogjakarta

Sangga Buwana - Makanan Priyayi dari Keraton Yogyakarta

Tanggal 21 Nov 2016 oleh Marcellus Arnold.

“Mencintai kuliner Indonesia, menginspirasi dunia!”

Oleh: Yolanda Victoria Rajagukguk, Marcellus Arnold, Tri Oktaviani, Emely, dan Rio Lawandra
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Hayati, Universitas Surya, Tangerang 15810

Jika Anda berkunjung ke Yogyakarta, ada salah satu kuliner yang menarik yang harus Anda coba, yaitu Sangga Buwana. Sangga Buwana ini menjadi salah satu makanan favorit Sri Sultan Hamengkubuwono VIII (HB VIII). Makanan yang biasanya disantap sebagai makanan pembuka ini terdiri dari kue sus, rogut daging, telur ayam rebus, selada, mayones, dan acar. Sangga Buwana terdiri dari kata “Sangga” yang artinya menyangga, dan “Buwana” yang artinya bumi/alam semesta. Secara harafiah makanan ini dapat diartikan sebagai simbol penyangga dunia beserta segala isinya. Bahan makanan yang menyusun makanan ini memiliki arti tersendiri, misalnya kue sus sebagai simbol bumi, selada sebagai simbol tanaman yang menyangga bumi, dan rogut daging melambangkan rakyat dan keanekaragaman di dalam bumi. Kemudian ada telur ayam rebus sebagai gunung, mayones sebagai langit, dan acar sebagai bintang (Sunjata, 2016). 


Gambar 1. Sangga Buwana (Sumber: ramadan.liputan6.com)

Gambar 1. Sangga Buwana (sumber: ramadan.liputan6.com)

Memahami permasalahan rakyat dan menyejahterakan rakyatnya merupakan kewajiban dari seorang raja. Dalam melaksanakan kewajibannya, raja keraton Surakarta sering kali meluangkan waktu untuk melihat kondisi rakyatnya dari tempat yang tinggi. Tempat ini dinamakan panggung Sangga Buwana yang berada di keraton Surakarta. Sebagai sarana komunikasi dengan masyarakat luas, panggung ini merupakan simbol penting bagi keberadaan raja yang hadir untuk menyangga kehidupan rakyatnya. Keberadaan raja di panggung Sangga Buwana ini diharapkan agar raja selalu ingat akan tugas mulianya, yaitu menyejahterakan rakyatnya (Yuwono, 2016).

Pada keraton Yogyakarta, simbolisasi kewajiban raja tersebut dihadirkan melalui sebuah menu makanan hasil akulturasi budaya lokal dengan budaya Eropa dan Asia (Yuwono, 2016). Pada masa pemerintahan HB VII, makanan di dalam keraton didominasi oleh makanan khas Jawa. Akulturasi budaya makanan (khususnya menu makanan dengan aroma Barat) banyak terjadi ketika keraton mulai dipimpin oleh HB VIII (Budi, dkk., 1996). Pencampuran budaya tersebut tersimbol dari jenis bahan makanan yang digunakan. Kue sus yang berasal dari Belanda, mayones dari Perancis, serta rogut dan acar dari negara-negara di Asia (Sunjata, 2016). Makanan Sangga Buwana sendiri diciptakan oleh R.W Hendrobudjono yang memimpin Pawon Prabeyo di keraton pada masa pemerintahan HB VIII (1921-1939) (Gardjito, dkk., 2010). Pada masa pemerintahan HB VIII, makanan juga diinterpretasikan sebagai simbol keadaan politik dalam keraton. Pencampuran budaya dalam sepiring Sangga Buwana merupakan simbol kesultanan Yogyakarta yang siap beradaptasi terhadap perubahan situasi politik kesultanan akibat keberadaan Belanda (Yuwono, 2016).

Gambar 2. Sultan Hamengkubuwono VIII (Sumber: collectie.tropenmuseum.nl)

Gambar 2. Sri Sultan Hamengkubuwono VIII (sumber: collectie.tropenmuseum.nl)

Sangga Buwana yang dulu hanya dapat dinikmati sebagai kudapan oleh tamu-tamu penting kerajaan dan saat hajatan atau resepsi pernikahan kerajaan di keraton, kini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Yogyakarta. Sangga Buwana dan makanan keraton lainnya dapat dengan mudah ditemukan di restoran khas keraton seperti Gadri Resto dan Bale Raos ataupun di pasar-pasar sekitar wilayah Yogyakarta (Sholekhudin, 2008). Sangga Buwana kini juga sering kali disajikan sebagai hidangan khusus dalam resepsi pernikahan masyarakat Yogyakarta. Di dalam resepsi pernikahan, makanan ini hadir sebagai simbol kemandirian sepasang manusia yang baru saja menikah. Pasangan yang telah menikah harus mampu menyangga kehidupannya dengan tidak bergantung pada orang tua, dan siap menghadapi asam, manis, dan garam kehidupan yang disimbolkan dari rasa yang ada dalam makanan Sangga Buwana (Wahyuni, 2016). 

Tahapan dalam membuat makanan Sangga Buwana ini dibagi menjadi dua, yaitu pembuatan kue sus dan pembuatan rogut daging. Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam membuat kue sus dan rogut daging ayam (5 porsi) beserta cara memasaknya:

Bahan pembuatan kue sus (5 porsi):

  • 125 gram air matang
  • 50 gram margarin
  • 100 gram tepung terigu protein sedang
  • 125 gram telur ayam (± 2 butir telur ayam), dikocok

Bahan pembuatan rogut daging ayam (5 porsi):

  • 120 gram daging ayam fillet
  • 500 mL air matang
  • 1 butir telur kocok
  • 2 siung bawang putih cincang halus
  • 2 sdm gula pasir
  • 2 sdm garam
  • 125 mL susu full cream
  • 20 gram tepung terigu protein sedang
  • Minyak goreng

Bahan tambahan lain yang perlu disiapkan:

  • 3 butir telur ayam rebus, potong setengah
  • Mayones
  • Acar timun
  • 5 lembar daun selada

Proses pembuatan kue sus Sangga Buwana (5 porsi):

  1. Rebus air dan margarin dengan api kecil hingga margarin meleleh seluruhnya.
  2. Masukkan tepung terigu dan matikan api. Aduk sampai menjadi adonan.
  3. Tunggu adonan sampai dingin.
  4. Masukkan 2 butir telur ayam kocok ke dalam adonan secara perlahan sambil diaduk rata.
  5. Panaskan oven dengan suhu 180oC (sumber panas atas dan bawah).
  6. Oleskan margarin secukupnya pada loyang atau bisa juga dengan menggunakan kertas minyak/kertas roti.
  7. Bentuk adonan kue sus di atas loyang (5 porsi)
  8. Panggang selama 60 menit.

Proses pembuatan rogut daging ayam (5 porsi):

  1. Rebus daging ayam fillet dengan air matang.
  2. Tiriskan daging ayam fillet yang sudah direbus, kemudian suwir daging ayam tersebut dengan garpu dan pisau.
  3. Tumis bawang putih cincang dengan minyak goreng.
  4. Tambahkan daging ayam suwir.
  5. Tambahkan telur ayam yang sudah dikocok.
  6. Tambahkan susu dan tepung terigu.
  7. Tambahkan garam dan gula.
  8. Tunggu hingga bumbu meresap.

Dalam menyajikan Sangga Buwana, selada diletakkan sebagai alas dari kue sus Sangga Buwana. Hal ini melambangkan tanaman yang menyangga bumi. Kemudian kue sus diletakkan di atasnya, di mana kue sus ini diisi dengan rogut daging (baik daging ayam maupun daging sapi) yang melambangkan bumi dan segala isinya (termasuk penduduk bumi atau rakyat). Setengah butir telur ayam rebus kemudian diletakkan di atas kue sus sebagai simbol gunung, dan ditambahkan acar timun serta disiram mayones yang secara berturut-turut melambangkan bintang dan langit.

Seiring terjadinya perubahan kondisi sosial dan ekonomi, makanan Sangga Buwana yang hadir di masyarakat kebanyakan telah mengalami modifikasi dari segi resep dan bahan baku. Sebagai contoh substitusi daging ayam sebagai pengganti daging sapi untuk bahan baku rogut. Kemudian untuk memaksimalkan penggunaan bahan baku lokal, digunakan tepung sukun sebagai bahan baku kue sus dan buah sukun untuk mayones. Penambahan bahan makanan seperti emping juga dilakukan untuk menambah kenikmatan hidangan Sangga Buwana ini (Wahyuni, 2016).

Referensi:

Budi NS, Adrianto A, Mudjijono, Sumarno, Maharkesti RA. 1996. Tradisi Makan dan Minum di Lingkungan Kraton Yogyakarta. Kasniyah N (Ed.). Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Gardjito M, Indrati R, Amaliah. 2010. Menu Favorit Para Raja: Potret Kekayaan Kuliner Yogyakarta “Kersanan Ndalem”. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sholekhudin M. 2008. Intisari: Wisata Jajan Yogyakarta. Jakarta: Penerbit Majalah Intisari.

Sunjata WP. 2016. Makanan Keraton Sangga Buwana. Wawancara dilakukan oleh Arnold M, Lawandra R, Rajagukguk YV, Emely, dan Oktaviani T pada tanggal 21 Oktober 2016, pukul 08.30 WIB.

Wahyuni N. 2016. Makanan Keraton Sangga Buwana. Wawancara dilakukan oleh Arnold M, Lawandra R, Rajagukguk YV, Emely, dan Oktaviani T pada tanggal 1 November 2016 pukul 14.05 WIB.

Yuwono P. 2016. Kuliner Keraton Masa Pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII, VIII, dan IX. Wawancara dilakukan oleh Arnold M, Lawandra R, Rajagukguk YV, Emely, dan Oktaviani T pada tanggal 25 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB.

DISKUSI


TERBARU


Bubur Pedas

Oleh Sherly_lewinsky | 25 Apr 2024.
Makanan khas Kalimantan Barat

Bubur pedas adalah salah satu makanan khas dari Kalimantan Barat. Biasanya, bubur ini akan dilengkapi dengan berbagai macam sayuran seperti daun kuny...

ANALISIS FENOME...

Oleh Keishashanie | 21 Apr 2024.
Keagamaan

Agama Hindu Kaharingan yang muncul di kalangan suku Dayak sejak tahun 1980. Agama ini merupakan perpaduan antara agama Hindu dan kepercayaan lokal su...

Kue Pilin atau...

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
Kue Tradisional

Kue pilin atau disebut juga kue bapilin ini adalah kue kering khas Sumatera Barat.Seperti namanya kue tradisional ini berbentuk pilinan atau tamb...

Bika Panggang

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
kue tradisional

Bika Panggang atau bisa juga disebut Bika bakar merupakan salah satu kue tradisional daerah Sumatera Barat. Kue Bika ini sangat berbeda dengan Bika...

Ketipung ngroto

Oleh Levyy_pembanteng | 19 Apr 2024.
Alat musik/panjak bantengan

Ketipung Ngroto*** Adalah alat musik seperti kendang namun dimainkan oleh dua orang.Dalam satu set ketipung ngroto terdapat 2 ketipung lanang dan we...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...