Bahan-bahan 4-6 potong ayam kampung 2 lembar daun pandan potong sekitar 2-3 cm 1 batang Sereh di geprek 2 lembar daun salam 3 sendok makan air asam jawa 2 sendok air gula merah Bumbu halus : 4 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 buah cabe rawit 1 buah kemiri 1 ruas kunyit 1 ruas jahe Langkah Blnder semua bumbu halus. Tumis bumbu halus sam...
Cerita Rakyat Aceh, Geugasi dan Geugesa Zaman dahulu kala ada sebuah kampung yang sangat aman dan damai di daerah Aceh. Di sana tidak pernah terjadi pencurian maupun perampokan. Masyarakatnya pun tidak pernah saling bertengkar. Kalau ada masalah, mereka langsung menyelesaikannya secara musyawarah sehingga suasana di sana hidup penuh rukun dan saling tolong menolong. Di kampung itu, hiduplah seorang ibu dengan anaknya yang masih berusia sepuluh tahun. Si ibu dan anak itu sehari-harinya mencari kayu bakar di hutan yang kemudian kayu itu dijual ke pasar. Dari hasil itu, mereka bisa membeli kebutuhan sehari-hari. Suatu hari, kampung yang aman itu dikejutkan oleh hilangnya kerbau Mak Yah. Semua masyarakat mencarinya, tapi tak seorang pun yang menemukannya. Kerbau itu hilang bagaikan ditelan rimba. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya sehingga membuat masyarakat bertanya-tanya siapa yang mencuri kerbau itu. Keesokan harinya, tiga ekor kambing Bang Ma’e...
KISAH ini dimulai dari seorang bocah yang menemukan sebuah tunas berwarna keemasan di sebuah hutan. Karena kagum dan ingin menunjukkan kepada orangtuanya, ia mengambil tunas itu dengan mengeruk tanah yang ada di akar-akarnya. Lalu, dengan wadah kedua telapak tangan, ia segera berlari ke arah desa. Namun, sebelum ia menemukan orangtuanya, akar tanaman itu ternyata telah tumbuh menembus kedua telapak tangannya. *** Dengan seikat bunga di tangan, seorang gadis remaja 15 tahunan berjalan pelan memasuki hutan. Beberapa tahun lalu, kakaknya dikuburkan di sana. Dulu setiap tahun–bersama ayah dan ibu– mereka selalu datang bersama. Namun, sejak kedua orangtuanya tiada, ia tak lagi datang. Ia merasa tak terlalu mengenal kakaknya, karena ketika kakak pergi, ia masih terlalu kecil. Kini, setelah beberapa tahun lewat dan cerita-cerita kedua orangtua dan para tetangga tentang kakaknya terus diingat, ia menguatkan diri untuk datang ke hutan itu seorang diri. Namun,...
Pendahuluan Manusia berakal merupakan syarat mutlak bagi pendukung suatu kebudayaan, karena akal penyebab adanya kebudayaan, akal melahirkan pikir dan rasa. Keseluruhan pikir dan rasa yang ada dalam pemikiran manusia, merupakan hal yang sangat bernilai dalam hidupnya, sebagai pedoman tertinggi atas perilakunya. Dengan demikian pikir dan rasa atau konsepsi-konsepsi yang ada dalam alam pikiran masyarakat ( sistem nilai budaya), tidak langsung terlihat, melainkan tercermin dan terwujud dalam pola tingkah laku, pergaulan sosial serta pemikiran masyarakat yang bersangkutan. Nilai-nilai budaya yang menjadi ciri-ciri kehidupan suatu masyarakat biasanya terkandung di dalam sumber-sumber tertulis, lisan dan gerak. Sumber-sumber tertulis dapat berupa naskah-naskah kuno. Sumber lisan berupa cerita-cerita rakyat, sastra lisan, Sedangkan sumber gerak terwujud dalam kegiatan seperti permainan rakyat, upacara-upacara. Upacara tradisional adalah merupakan bahagian yang tak te...
Lehong berarti mati (bahasa Aneuk Jamee). Permainan dilakukan di halaman rumah, masjid atau lapangan atau tempat ukuran 5×5 meter2 atau lebih, Alat utama permainan ini adalah kaleng berisi baLu, sehingga berbunyi keras apabila ter- sepak. Sejumlah anak misal 10 orang mengadakan mufakat untuk bermain lehong. Sebelum bermain dilakukan undian. Undian ini akan mendapatkan satu orang yang dipandang kalah. Pemain yang kalah misalnya no. 1 ditutup matanya dan menunggu kaleng yang diletakkan di tengah lingkaran. Sementara itu semua teman bersembunyi kesegala arah. Setelah sepi, maka tutup mata boleh dibuka. Tugas pemain penjaga adalah mencari teman yang bersembunyi sambil memperhatikan kaleng itu. Misalnya no. 7 (tujuh) diketahui persembunyiannya. Maka secepatnya no. 1 kembali ke kaleng dan menggerakkannya sambil berteriak no. 7 lehong. Maka no, 7 tidak istirahat (tidak main). No. 1 melanjutkan pencarian. Tetapi awas, sebab pemain lain dapat dengan cepat...
Pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung antah berantah, hidulah sepasang suami istri. Mereka merupakan sebuah keluarga yang sangat miskin. Rumahnya dari pelepah daun rumbia yang didirikan seperti pagar sangkar puyuh. Atap rumah mereka dari daun rumbia yang dianyam. Tidak ada lantai semen atau papan di rumah tersebut, kecuali tanah yang diratakan dan dipadatkan. Di sana tikar anyaman daun pandan digelar untuk tempat duduk dan istirahat keluarga tersebut. Demikianlah miskinnya keluarga itu. Rumah mereka pun jauh dari pasar dan keramaian. Namun demikian, suami-istri yang usianya sudah setengah abad itu sangat rajin beribadah. “Istriku,” kata sang suami suatu malam. “Sebenarnya apakah kesalahan kita sehingga sudah di usia begini tua, kita belum juga dianugerahkan seorang anak pun. Padahal, aku tak pernah menyakiti orang, tak pernah berbuat jahat kepada orang, tak pernah mencuri walaupun kita kadang tak ada beras untuk tanak.”...
Dalam cerita rakyat ini, amet muda adalah seorang putra mahkota dan sudah pasti dia seharusnya menjadi raja . Tetapi masalahnya si amet muda ini masih kecil sehingga belum mampu menjadi raja. Alkisah, di Negeri Alas, Nanggroe Aceh Darussalam, ada sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Seluruh rakyatnya selalu patuh dan setia kepadanya. Negeri Alas pun senantiasa aman dan damai. Namun satu hal yang membuat sang Raja selalu bersedih, karena belum dikaruniai seorang anak. Sang Raja ingin sekali seperti adiknya yang sudah memiliki seorang anak. Pada suatu hari, sang Raja duduk termenung seorang diri di serambi istana. Tanpa disadarinya, tiba-tiba permaisurinya telah duduk di sampingnya. “Apa yang sedang Kanda pikirkan?” tanya permaisuri pelan. “Dindaku tercinta! Kita sudah tua, tapi sampai saat ini kita belum mempunyai seorang putra yang kelak akan mew...
Alkisah pada zaman dahulu, di sebuah perguruan yang terletak di Desa Lhok Drien, Sawang, Aceh Utara, tinggallah seorang pemuda gagah nan pandai. Saking pandainya, semua ilmu yang diajarkan oleh gurunya, Teungku Di Lhok Drien dapat dikuasai olehnya dalam sekejap. Bersebab itulah, kemudian ia dijuluki Malem Muda yang bermakna “orang yang berilmu di usia muda/belia”. Hal ini membuat Malem Muda diangkat menjadi tangan kanan gurunya, Teungku Di Lhok Drien.Suatu hari, Malem Muda dipanggil oleh gurunya untuk menghadap. Maka datanglah Malem Muda ke hadapan gurunya sambil bertanya,” Ada apa gerangan Teungku memanggil saya?” “Wahai Malem Muda, aku hendak memberimu suatu tugas. Akan tetapi, sebelumnya engkau harus berjanji dulu kepadaku bahwa engkau akan mematuhi segala yang kukatakan,” titah Tgk. Di Lhok Drien sembari mengelus jenggotnya. “Siap Teungku,” sahut Malem Muda. “Pasti ini tugas istimewa,” batinnya. Kemudian...
Upacara Menjangke Rambut budak merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tamiang untuk melakukan potong rambut pada anak bayi. Biasanya upacara ini dilakukan beriringan dengan mengayun bayi. Proses mengayun bayi dilakukan diayunan yang terbuat dari 7, 5 atau 3 helai kain panjang. Ayunan digantungkan ditengah ruangan, yaitu ditengah-tengah para tamu dan kelompok marhaban. Bayi dibaringkan di dalam ayunan dan marhaban pun dimulai sambil mengayun bayi secara perlahan-lahan penuh khidmat. Pada saat kelompok marhaban mulai berdiri, bayi diangkat dari ayunan oleh salah seorang anggota keluarga yang ditunjuk oleh ayah si bayi. Anggota keluarga tadi dengan didampingi oleh seorang pengapit yang membawa talam berisikan ketan (pulut) kuning, seperangkat tepung tawar, kelapa muda betebuk ukiran dan kelapa tumbuh, pisau lipat serta gunting, berjalan sambil membawa bayi mengelilingi orang ramai. Tuan guru atau imam mulai mencukur rambut bayi, sekurang-kurangnya 7 orang secara bergilira...