|
|
|
|
Upacara Menjangke Rambut Budak Tanggal 11 Jan 2021 oleh Widra . |
Upacara Menjangke Rambut budak merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tamiang untuk melakukan potong rambut pada anak bayi. Biasanya upacara ini dilakukan beriringan dengan mengayun bayi. Proses mengayun bayi dilakukan diayunan yang terbuat dari 7, 5 atau 3 helai kain panjang. Ayunan digantungkan ditengah ruangan, yaitu ditengah-tengah para tamu dan kelompok marhaban. Bayi dibaringkan di dalam ayunan dan marhaban pun dimulai sambil mengayun bayi secara perlahan-lahan penuh khidmat. Pada saat kelompok marhaban mulai berdiri, bayi diangkat dari ayunan oleh salah seorang anggota keluarga yang ditunjuk oleh ayah si bayi. Anggota keluarga tadi dengan didampingi oleh seorang pengapit yang membawa talam berisikan ketan (pulut) kuning, seperangkat tepung tawar, kelapa muda betebuk ukiran dan kelapa tumbuh, pisau lipat serta gunting, berjalan sambil membawa bayi mengelilingi orang ramai. Tuan guru atau imam mulai mencukur rambut bayi, sekurang-kurangnya 7 orang secara bergiliran mengambil gunting mencelupkan ujungnya sedikit kedalam buah kelapa betebuk berukir, lalu mengguntingkan rambut bayi tersebut. Adapula diantara hadirin yang memercikkan tepung tawar kepada bayi. Selanjutnya bayi diserahkan kepada bidan untuk menyelesaikan pencukuran bayi. Rambut bayi yang telah dicukur tadi ditimbang sama berat dengan uang emas atau perak dan logam, kemudian uang tersebut diserahkan atau disedekahkan kepada orang yang patut (pantas) Sementara itu dihalaman rumah telah tersedia punca pesade pemandian bayi dengan aneka macam kelengkapannya. Apabila anak yang turun tanah atau mandi itu laki-laki, orang yang menggendongnya harus laki-laki , demikian pula sebaliknya. Ibu bidan berjalan di depan, orang yang menggendong bayi di belakangnya serta membawa demui dan kedua orang tua bayi menyusul di belakangnya diiringi oleh keluarga berjalan menuju pintu keluar rumah. Di depan pintu paman dari bayi siap memegang payung terkembang untuk memayungi kemenakannya. Hal ini melambangkan perlindungan dau tanggung jawab keluarga terhadap anak saudaranya. Setelah bayi berada di luar rumah disambut dengan silat songsong (silat plintau). Sambil raengucap Asma Allah, bidan menjejakkan kaki bayi ke tanah, hadirin yang menyaksikan mengumandangkan shalawat Nabi sebanyak 3 kali. Sementara itu bidan menebarkan abu tempat pendiangan kekiri dan kanan sebagai syarat pendiangan yang ada dirumah sudah berakhir. Di tempat persiraman bayi dan ibunya ditepung tawar. Selanjutnya dibelah buah kelapa, ketika air dari buah kelapa terpancar, bayi tersebut flimandikan. Setelah selesai mandi, bayi diseralikan oleh bidan kembali kepada orang yang menggendongnya untuk dibawa naik ke rumah. Orang yang menggendong langsung membawa bayi ke tengah ruangan rumah dan oleh bidan diseralikan kepada ayahnya. Kemudian datang imam men-sa-duakan nama untuk anak tersebut yang telah dipilih oleh orang tuanya. Setelah acara memberi nama bayi selesai dan diakhiri dengan doa, selesai pula acara turun tanah atau turun mandi.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |