Kisah ini terjadi pada zaman dahulu kala, ketika hutan-hutan belantara masih penuh dengan beraneka ragam binatang. Dari besar hingga kecil, dari yang berjalan di darat maupun terbang ke udara. Binatang-binatang itu hidup bebas di pedalaman rimba Kalimantan. Meski begitu, pedalaman rimba Kalimantan berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat maka dialah yang berkuasa. Binatang kecil-kecil yang lemah sering dijadikan santapan binatang yang lebih besar atau pun binatang yang lebih tajam taringnya. Setelah diadakan pertarungan sengit antara binatang-binatang yang besar, pada waktu itu beruanglah yang menjadi binatang terkuat. Bukan saja tubuhnya yang kuat, tetapi ukuran tubuhnya pun besar dan tinggi melebihi binatang yang lain. Setelah itu para binatang segera mengangkat beruang menjadi raja. Beruang mulai berkuasa di pedalaman rimba Kalimantan. Binatang-binatang yang lain bergotong royong membangun sebuah istana di tepi sebuah telaga. Bangunannya terbuat dari kayu-kayu hutan yang disusun...
Pada zaman dahulu kala, di tengah belantara rimba tinggallah bersama binatang aneka ragam. Diantaranya seekor kura-kura kerdil berwarna hitam bernama Jinglur. Jinglur memiliki teman yaitu Si Kera. Setiap hari mereka bermain bersama. Bahkan sering tinggal bersama di sebuah ceruk gua yang berada di tengah hutan itu. Suatu siang, Si Kera sedang bermain-main dengan Jinglur. Si Kera duduk di atas batu berlumut yang berada di bawah sebuah pohon rindang. Tak jauh dari situ Jinglur sedang menyantap rerumputan untuk makan siang. “Jinglur, bagaimana kalau kita bertanding menanam pisang?” Tantang Si Kera tiba-tiba, “Siapa yang kelak berhasil sampai panen tiba maka dialah yang menang!” Sambung Si Kera. “Menanam pisang?” Sahut Jinglur sambil menghentikan makannya. Menatap Si Kera dengan tatapan tidak percaya. Jinglur sering mendengar Kera suka mencuri pisang milik ladang Pak Beruang. “Mungkin sahabatku itu telah bertobat,” pikir Jinglur. Ma...
Cerita Mandin Tangkaramin, Cerita Rakyat Kalimantan Selatan ~ Loksado adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kaliamantan Selatan. Di sana ada sebuah desa bernama Malinau. Kira-kira satu kilometer dari tempat itu ada sebuah air terjun bernama Mandin Tangkaramin. Konon, menurut bahasa penduduk disana, mandin berarti air terjun. Jadi, Mandin Tangkaramin berarti air terjun Tangkaramin. Akan tetapi, kata mandin sudah menyatu dengan Tangkaramin sehingga kedua kata itu tak terpisahkan. Air terjun itu tidak terlalu tinggi, sekitar tiga belas meter. Hutan lebat mengelilinginya sehingga jika berada di hutan itu terasa selalu dalam dekapan gelap malam. Di dasar air terjun Mandin Tangkaramin terdapat bongkahan-bongkahan batu besar dan kecil. Di antaranya ada bongkahan besar berwarna merah, semerah kulit manggis yang ranum, bernama Manggu Masak. Konon, air terjun itu punya kaitan dengan satu kejadian, yakni p...
Alkisah Rakyat ~ Dataran rendah di kaki gunung Madang, kecamatan Batung sekarang, dahulunya adalah sebuah desa yang subur, pemandangan alamnya yang indah mempersona. Tetua daerah adalah JUlak Lampihung (julak = kakak tua ayah/ibu) yang harinya dipanggil Julak Pihung. Kampung tersebut, merupakan deretan pondok yang berderet-deret rapi sepanjang jalan. Cucu Julak Pihung, Idang Siritan, adalah seorang gadis yang terkenal ramah - tamah pandai bergaul baik dan pandai membawa diri. Tidak membedakan martabat dan kedudukan seseorang dalam pergaulan; yang dia pandang bagaimana kelakuan dan sopan santunnya. Ibu Idang Siritan, sehari-harinya dikenal orang dengan panggilan Ma Idang, sedang nama lengkapnya adalah Tumiang. Mungkin nama gunung Madang itu asalnya dari kata Ma Idang menjadi Ma dang, menjadi Madang. Idang Siritan, wajarlah kalau selalu menjadi buah bibi, pembicaraan muda-mudi, dimana pun berada, di kedai-kedai, di jalan-jalan, yang rupawan menaw...
Alkisah Rakyat ~ Kata yang empunya kisah, pada jaman dahulu adalh seorang raja, mempunyai seorang permaisuri yang cantik rupawan, baik perangainya, sopan santun budi pekertinya, sehingga amat disayangi oleh baginda. Kemana pun baginda pergi boleh dikatakan selalu permaisuri tersbut dibawanya serta. Kecantikan tuan puteri permaisuri itu adalh kecantikan sejak dilahirkan, bukanlah karena dibuat orang. Memang sejak lahir, jadi karena pemberian Tuhan semata-mata. Menurut kisahnya, keelokan wajah permaisuri katanya: pinggang ramping, paras ayu, rambut ikal seperti mayang terurai, bulu mata lentik dan pandang matanya redup-redup memancarkan sifat-sifat keagungan kepribadian seorang ibu. Baginda suami - isteri hidup rukun, damai, tenteram penuh rasa kasih sayang antara keduanya, sehingga membuat iri bagi mereka yang melihat dan mendengar. Khususnya bagi mereka yang tidak senang kalau melihat orang lain hidup bahagia. Terkisah, di dekat istana raja tersebut...
Alkisah Rakyat ~ Di Kalimantan Selatan, di daerah-daerah pedalaman, tanahnya kering, tidak seperti di daerah-daerah pantai, umumnya berawa-rawa. Daerah pedalaman yang berbukit-bukit, rangkaian dari pegunungan Meratus, yang membujur arah Utara-Selatan hampir ditengah-tengah daerah Kalimantan tersebut. Di daerah-daerah Seperti itu, pencaharian rakyat umumnya bertani, khususnya berladang. Di samping padi banyak juga ditanam tanaman lain seperti sayuran, ubi kayu, buah-buahan dan sebagainya. Cara mereka bertani padi, kebanyakan dengan cara menebang hutan. Dan setelah ditanami beberpa kali, artinya setelah beberapa kali panen, maka daerah tersebut ditinggalkannya untuk beberapa tahun lamanya, kadang-kadang sampai lima enam tahun baru kembali lagi ke tempat tersebut. Cara bertani seperti itu, disebut berladang. Hal ini sesuai untuk daerah-daerah seperti di lereng-lereng pegunungan Meratus itu, sebab tanah masih cukup luas, jumlah penduduk belum begitu banya...
Cerita Legenda Gunung Batu Hapu ~ Tidak berapa jauh dari kota Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin Propinsi Kalimantan Selatan terdapat dua desa bernama Tambarangan dan Lawahan. Menurut cerita orang tua-tua, dahulu kala diperbatasan kedua desa itu hiduplah seorang janda miskin bersama putranya. Nama janda itu Nini Kudampai, sedangkan nama putranya Angui. Mereka tidak mempunyai keluarga dekat sehingga tidak ada yang membantu meringankan beban anaknya itu. Walaupun demikian, Nini Kudampai tidak pernah mengeluh. Ia bekerja sekuat tenaga agar kehidupannya dengan anaknya terpenuhi. Saat itu, Angui masih kecil sehingga ia masih senang bermain, belum ada kesadaran untuk menolong ibunya bekerja. Angui tidak mempunyai teman sebaya sebagai teman bermain. Sebagai gantinya, ia ditemani tiga ekor hewan kesayangannya, yaitu ayam jantan putih, babi putih, dan seekor anjing yang juga putih bulunya. Ke mana pun ia pergi, ketiga ekor hewan kesayangan itu selalu menyertainya, mereka tampak...
Suku Banjar merupakan sebutan untuk penduduk asli yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan. Secara geografis propinsi yang beribukota di Banjarmasin ini memiliki kawasan dataran rendah di bagian barat, kawasan pantai di bagian timur, serta dataran tinggi yang dibentuk oleh Pegunungan Meratus di bagian tengah. Selain dikenal dengan wisata alamnya yang indah, suku Banjar juga memiliki kekayaan lain berupa tarian tradisional, musik tradisional, rumah adat, serta pakaian adat tradisional yang biasa dikenakan pada upacara tertentu seperti upacara pernikahan. Bagi masyarakat Banjar pakaian adat dianggap memiliki nilai-nilai penting dalam kehidupan mereka. Hal ini tercermin dari berbagai ragam hias yang terdapat pada busana adat pengantin Banjar serta menjadi salah satu penanda identitas sosial yang tidak dimiliki oleh suku bangsa dinegara lain. Secara umum busana adat pengantin Banjar terdiri dari tiga jenis, yaitu bagajah gamuling baular lulut, ba’amar galung Pancaranan mat...
Kembang Barenteng adalah rangkaian bunga khas Kalimantan Selatan. Biasanya dipakai untuk keperluan ritual keagamaan, kematian, pernikahan hingga menyambut pejabat penting. Ada juga segelintir kalangan yang menjadikannya oleh-oleh. Namun di balik itu, ada legenda tentang sejarah atau asal usul keberadaan Kembang Barenteng ini hingga menjadi bagian dari kebudayaan Banjar sejak ratusan tahun lalu. Kembang Barenteng adalah rangkaian bunga-bunga segar terdiri dari mawar, cempaka, melati, kenanga, kembang kuning dan bunga kertas. Konon, legenda asal usulnya hidup di kalangan para perajinnya atau dalam bahasa Banjar disebut parentengan di kawasan Jalan Pangeran Hidayatullah, Kelurahan Pangambangan, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Para parentengan yang sudah senior di sana sangat hafal dengan kisah legenda ini. Seperti dituturkan Sabariyah, salah satu p...