×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Alat Musik

Provinsi

Kalimantan Selatan

5_Kisah Bulu Landak

Tanggal 19 May 2018 oleh Sobat Budaya.

Kisah ini terjadi pada zaman dahulu kala, ketika hutan-hutan belantara masih penuh dengan beraneka ragam binatang. Dari besar hingga kecil, dari yang berjalan di darat maupun terbang ke udara. Binatang-binatang itu hidup bebas di pedalaman rimba Kalimantan.
Meski begitu, pedalaman rimba Kalimantan berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat maka dialah yang berkuasa. Binatang kecil-kecil yang lemah sering dijadikan santapan binatang yang lebih besar atau pun binatang yang lebih tajam taringnya. Setelah diadakan pertarungan sengit antara binatang-binatang yang besar, pada waktu itu beruanglah yang menjadi binatang terkuat. Bukan saja tubuhnya yang kuat, tetapi ukuran tubuhnya pun besar dan tinggi melebihi binatang yang lain. Setelah itu para binatang segera mengangkat beruang menjadi raja.
Beruang mulai berkuasa di pedalaman rimba Kalimantan. Binatang-binatang yang lain bergotong royong membangun sebuah istana di tepi sebuah telaga. Bangunannya terbuat dari kayu-kayu hutan yang disusun rapi dengan penyangga sebuah kayu besar yang bertumpu pada dasar telaga. Istana di atas telaga itu digunakan sebagai ajang pertemuan para binatang atau tempat mengadili binatang-binatang yang berselisih.
Pada masa pemerintahan beruang, kesejahteraan terjamin. Pepohonan yang berbuah lebat dibagi-bagi secara merata, tentu atas izin Raja Beruang. Seluruh penghuninya tak kurang makan. Singkatnya, para penghuni merasa aman dan makmur.
Suatu siang, salah satu rakyat beruang, Si ular, sedang bermain bersama anaknya di sebuah taman bakung di tepi pantai, tiba-tiba dikejutkan oleh pemandangan dari kejauhan. Sebuah rakit besar mengapung-apung di tengah lautan. Bergerak menuju pulau itu.
“Tak salah apa yang kulihat ini!” Gumam si ular.
“Apa Ibu?” Tanya anaknya.
“Lihat, Nak! Ada sebuah rakit besar menuju kemari. Ada seekor binatang yang menumpang. Mari kita hadang!”
Kedua ular itu segera meluluskan belitannya, meninggalkan ranting-ranting bakung. Dari bakung-bakung yang lain, tiba-tiba menyeruak dua ekor rusa, berdiri tak jauh dari situ, menghadap ke lautan, menyaksikan sesuatu yang akan mendarat di pulau mereka.
Rakit itu semakin mendekat ke pantai. Di atasnya berdiri seekor kelinci membawa tabung panjang dari emas.
“Mengapa ada seekor kelinci datang kemari!” ujar rusa.
“Ular segera berkata, “Ya, mungkin menyerahkan diri untuk kumakan. Tentu lezat sekali.” Kata ular yang sedang lapar itu.
“Ah, yang kau pikirkan hanya makanan saja. Lihat, itu kelinci telah sampai.” Ujar rusa.
Ular siap menghadang kelinci itu. Kelinci segera menuruni rakit, menjejekkan kakinya di atas pasir pesisir.
“Ah, aku sudah sampai! Akhirnya ketemu juga tempat ini!” Kata Kelinci. Namun, dia terkejut ketika di hadapannya telah menghadang dua ekor ular dan dua ekor rusa yang tinggi besar. Kelinci merasa gentar ketika melihat ular hitam telah mempersiapkan taringnya, siap melahap dirinya.
“Hmm…ada kelinci! Tentu dagingnya lezat!” Kata ular hitam setelah kelinci mendekat.
“Tenang dulu! Jangan kau makan. Begini, kedatanganku ke sini karena diutus Raja Gajah untuk menyampaikan surat ini kepada Raja Beruang.
“Utusan Raja Gajah?” tanya Ular hitam ragu-ragu, kemudian memasukkan lagi lidahnya yang telah menjulur-julur siap mencaplok kelinci.
“Ya, aku dari pulau jauh di seberang sana. Telah berbulan-bulan aku mengarungi samudra hanya untuk bertemu Raja Beruang. Aku harus menyampaikan surat ini kepada Raja Beruang!”
“Hmmm…jadi kamu seekor utusan?” tanya rusa betina.
“Ya, utusan! Sekarang di mana istana rajamu?”
“Ke sana…!” tunjuk rusa jantan, “Atau begini saja supaya aman kami berdua akan mengantarmu!” Kata rusa jantan sambil menundukkan kepalanya. Tanduknya yang berbentuk ranting-ranting pohon menarik perhatian kelinci.
“Wah, kedua rusa ini amat ramah!” katanya dalam hati.
Kelinci menerima tawaran itu. Mereka bertiga beriringan memasuki hutan.
Rusa dan kelinci segera sampai di telaga indah tempat istana Beruang. Raja Beruang dengan ramah menyambut utusan dari Negeri Gajah itu. Kelinci segera menyerahkan surat yang ada di dalam tabung emas itu.
Raja Beruang menerimanya dengan berdebar-debar, telah sekian lama negerinya sunyi sepi dari kunjungan tamu dari negeri asing kali ini datang sebuah surat dari Raja Gajah.
Raja Beruang segera membuka tutup tabung itu lalu membaca surat yang ditulis dengan tinta emas itu. Surat itu berisi agar seluruh penghuni rimba raya Kalimantan tunduk ke bawah kekuasaan Raja Gajah. Setelah membaca surat itu Raja Beruang tertegun, tanpa bicara. Rusa jantan dan rusa betina saling pandang, kelinci tidak mengubah duduknya.
“Baiklah, sudah kuterima surat dari Raja Gajah. Aku sudah membacanya. Sampaikan terimakasih kepada rajamu! Suatu saat kami akan mengirim utusan untuk membalasnya. Berikanlah kami waktu untuk berpikir!”
Raja Beruang segera mengumpulkan para binatang dari seluruh sudut-sudut rimba raya. Ular, kijang, rusa, babi, kijang, monyet, landak, trenggiling dan seluruh jenis burung berkumpul di istana di atas telaga itu. Mereka siap mendengarkan kabar buruk yang akan disampaikan.
Raja Beruang segera mengumumkan isi surat dari Raja Gajah. Seluruh binatang mendengarkan dengan cermat. Setelah mereka mendengar isi surat itu mereka menjadi gelisah dan cemas. Kekuasaan raja mereka yang telah berlangsung bertahun-tahun kini akan dipindahkan tangan kepada Raja Gajah.
Ketika mereka gelisah dan ribut-ribut, Kelinci segera meninggalkan Kalimantan lalu berlayar kembali ke negerinya. Raja Beruang menjadi sedih setelah melihat rakyatnya gelisah dan cemas. Raja Beruang membayangkan nasib rakyatnya jika mereka semua harus tunduk dan patuh kepada Raja Gajah yang berkuasa dari seberang negeri.
Kesedihannya bertambah ketika membayangkan suatu saat nanti rakyatnya akan berlari tunggang langgang, bersembunyi menyelamatkan diri ke tempat-tempat dan ceruk-ceruk yang aman. Semua binatang yang berada di rimba Kalimantan takut kepada Gajah. Mereka pernah mendengar bagaimana gajah. Badannya besar, taringnya panjang, belalainya kuat karena dapat mencabut pohon-pohon besar. Jika berjalan kakinya berdebam-debam mengguncangkan bumi. Seluruh binatang di rimba raya Kalimantan telah mendengar.
“Dengan Raja Gajah saja rakyatku sangat ketakutan.” Pikir Raja Beruang, “Kalau begitu aku tak akan menyerahkan negeriku. Selain itu, Raja Gajah belum tentu memerintah dengan adil, apalagi kepada negeri taklukkan yang ada di seberang pulau. Benda-benda berharga dari sini tentu akan diangkut ke negeri Gajah.”
Ketika Raja Beruang sedang panik, tiba-tiba seekor landak tua datang ke istana raja. Landak bermata tajam itu telah berumur puluhan tahun. Warna tubuhnya hitam legam, bulu-bulunya lebih tajam dibanding duri.
Raja Beruang segera menyuruh Landak memasuki istananya.
“Apa maksud kedatanganmu kemari?” tanya Beruang.
‘Ampun Raja, hamba hanya bersaran supaya rakyat lebih tenang!”
Landak menyarankan supaya Raja Beruang mengirim seekor utusan ke Negeri Gajah. Utusan itu disuruh membawa sepucuk surat balasan dari Raja Beruang. Isinya Raja Beruang tak akan tunduk kepada pemerintahan Raja Gajah. Utusan juga disuruh membawa sebuah duri landak.
“Suruhlah utusan Raja mengatakan bahwa duri hamba ini sebuah contoh bulu-bulu binatang yang ada di rimba raya Kalimantan!” kata landak itu.
Raja Beruang menyuruh seekor beruang muda untuk melawat ke Negeri Gajah, serta membawa kain tenun yang berisi sebuah duri landak dan sebuah tabung emas berukir berisi sepucuk surat balasan.
“Serahkan ini kepada Raja Gajah. Ingat, hanya Raja Gajah saja yang berhak membaca dan mengetahui isi bingkisan itu. Jangan sampai diketahui kelinci!” Pesan Raja Beruang kepada Beruang Muda.
Beruang Muda segera meninggalkan istana. Setibanya di pesisir pantai beruang itu segera naik sebuah rakit yang akan membawanya ke Negeri Gajah.
Setelah berbulan-bulan berlayar di atas rakit, Beruang Muda sampai ke Negeri Gajah. Beruang Muda menapaki jalan-jalan menuju istana Negeri Gajah. Sesampainya di kota ia disambut oleh pelanduk. .
“Ada beruang kemari! Kau pasti utusan dari Raja Beruang?”
“Ya!” Jawab Beruang Muda dengan sopan,”Pertemukan aku dengan Raja Gajah!”
Mereka berjalan beriringan. Sesampainya di istana Gajah, Beruang Muda terpana. Sungguh pemandangan yang menakjubkan sekaligus menakutkan. Banyak gajah raksasa berjalan mondar-mandir. Sungguh tak ada tandingannya dengan binatang-binatang yang ada di Kalimantan.
“Jika mereka menggasak negeriku, maka negeriku akan menjadi kacau balau!” kata Beruang Muda dalam hati.
“Itulah istana rajaku!” Kata pelanduk sambil menunjuk sebuah bangunan besar tempat tinggal Raja Gajah.
“Katakan kepada Rajamu. Aku hanya ingin bertemu dengannya saja. Ada berita penting yang harus kusampaikan empat mata dengan Rajamu! Ini pesan raja kami!” kata Beruang Muda.
“Ya, baiklah!”
* * *
Raja Gajah keluar dari istana, tanpa didampingi pembantu atau permaisurinya. Raja Gajah yang bertubuh raksasa itu menyambut kedatangan Beruang Muda dengan senang hati.
“Bagaimana kabar Rajamu?” Tanya Raja Gajah.
“Baik Tuanku! Hamba disuruh kemari untuk menyampaikan balasan surat Raja tempo hari, serta sebuah bingkisan!” Kata Rusa sambil menunduk.
Raja Gajah marah setelah membaca surat balasan Raja Beruang yang isinya Raja Beruang tak sudi tunduk di bawah pemerintahannya.
“Hmmm…mau menantangku si Beruang itu?” Kata Raja Gajah geram.
“Ampun Raja. Raja Beruang juga menyuruh hamba untuk menyerahkan bingkisan ini kepada Raja Gajah!”
Raja Gajah segera membuka bingkisan itu lalu mengambil sebuah benda hitam runcing yang terletak di atas kain emas itu.
“Apa ini?” tanyanya kepada Rusa.
“Itu adalah bulu badan Raja Beruang, sama dengan sebagian binatang yang lain!”
“Hah…!” Raja Gajah merasa heran dan terkejut, nyalinya untuk menyerang Negeri Kalimantan segera menciut. Gajah besar itu gentar melihat bulu hitam itu.
“Jika bulunya saja seperti ini, bagaimana nanti tubuh Raja Beruang dan binatang-bintang yang lain!” katanya dalam hati.
Saat itu juga Raja Gajah mengumumkan kepada rakyatnya supaya membatalkan penyerangannya ke rimba Kalimantan. Beruang Muda pulang ke Kalimantan dengan gembira.

Sumber: https://aning99.wordpress.com/

DISKUSI


TERBARU


ASAL USUL DESA...

Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
Sejarah

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

Rumah Adat Karo...

Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
Rumah Tradisional

Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

Kearifan Lokal...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

Mengenal Sejara...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

Resep Layur Bum...

Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
Makanan

Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...