 
            Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makasar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda, dengan panjang mencapai sekitar setengah meter. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah). Tidak hanya mistis, badik juga memiliki nilai ekonomis dan nilai seni yang tinggi. Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Badik #OSKMITB2018
 
                     
            Ketika Kraton Yogya menguasai tanah Mataram sekitar tahun 1755 Masehi, pasukan atau bregada tempur dibentuk untuk berperang mengangkat senjata. Tetapi pada pemerintahan Sultan Hamengkubuwono III, prajurit tersebut dibubarkan oleh tentara Inggris. Baru mulai tahun '70-an, Bregada kembali dipergunakan untuk menjaga kraton serta muncul di upacara peringatan Jawa seperti Grebeg Mulud, dan kini masih bertahan sebagai simbol budaya. Setiap pasukan atau bregada dipimpin oleh perwira berpangkat Kapten . Kecuali bregada Bugis dan Surakarsa yang dipimpin oleh seorang Wedana . Keseluruhan perwira dalam semua bregada dipimpin oleh seorang Pandhega , kecuali Bregada Wirabraja dan Bregada Mantrijero yang langsung di bawah Kommandhan . Prajurit Keraton Yogyakarta dapat dibagi ke dalam tiga kelompok. Prajurit yang dimiliki Kepatihan , yaitu Bregada Bugis . Prajuri...
 
                     
            Masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan dulunya memiliki sebuah tradisi untuk menyelesaikan masalah apabila tidak mencapai kata mufakat dalam sebuah musyawarah. Untuk mencapai kata sepakat, maka harus menempuh assigajangeng atau baku tikam yang kemudian dikenal dengan nama Sigajang Laleng Lipa. Dalam ritual ini, dua orang yang bertikai akan menyelesaikan permasalahannya dengan bertanding menggunakan badik (senjata khas daerah bugis) dalam sebuah sarung sebagai batas arena pertandingannya. Kedua pria yang menjadi perwakilan dua pihak ini akan saling menikam. Ritual ini menjadi cara terakhir apabila kedua pihak tidak mencapai kata sepakat. Misalnya apabila mereka menganggap dirinya sama-sama benar. Menurut kepercayaan masyarakat suku Bugis, Sigajang Laleng Lipa kerap terjadi pada masa kerajaan Bugis, saat kedua belah pihak yang berseteru sama-sama merasa benar dan merasa harga dirinya terinjak. Sarung dalam Sigajang Laleng Lipa memiliki arti sebagai simbol persatuan dan kebersamaan s...
 
                     
            Mohon bantuannya agar dapat menyempurnakan artikel ini. ---------- Menurut cerita yang diturunkan dari mulut ke mulut, terdapat seorang kerabat Sultan Kutai yang bernama Aji Pao. Salah satu versi cerita adalah sebagai berikut: Aji Pao dengan semangat dan tekad bersama orang-orang kepercayaannya berkelana mencari tempat baru untuk bermukim, berburu, dan bertani. Sampailah Aji Pao daerah sungai yang konon dijaga oleh 3 makhluk yang bergelar 'Sang". Salah satu anak sungai Api-api dijaga oleh Sang Attak, dimana daerah tersebut sekarang disebut Sangatta. Satu anak sungai yang lain dijaga oleh Sang Kima sehingga daerah tersebut sekarang disebut Sangkimah. Yang ketiga adalah Sang Antan yang juga menjaga salah satu anak sungai, sehingga daerah tersebut sekarang disebut Santan. Aji Pao meminta kepada ketiga Sang daerah untuk bermukim, bertani, berburu, dan mengolah hasil hutan. Permintaan ini dikabulkan. Bahkan oleh ketiga Sang, Aji Pao beserta orang-orangnya dijanjikan k...
 
                     
            Kacaritakeun aya hiji karajaan, katelah ngaranna Nagara Sokadana. Karajaan anu kamashur ma’mur, kawéntar beunghar ka mana-mana, ceuk paribasa mah réa ketan réa keton. Ari rajana ngaran Prabu Déwakeswari. Raja anu adil jeung bijaksana, sarta nyaah ka sakabéh rahayatna. Enggoning ngajalankeun pamaréntahanana, Kangjeng Raja dibantuan ku hiji patih, anu ngaranna Patih Lembu Jayéng Pati. Patih anu kakoncara percéka loba kabisa, pinter sarta asak tinimbanganana. Anu matak dipikolot ku Kangjeng Raja. Katambah-tambah kacida satia jeung satuhuna, tara kacatur ngijing sila béngkok sembah. Kacaritakeun Kangjeng Raja boga selir, Tunjungsari nu asalna ti Balangbangan. Keur geulis téh hadé tata hadé basa deuih. Nu matak kacida dipikaasihna ku Kangjeng Raja. Komi deui basa nyaho Nyi Selir kakandungan mah....
 
                     
            Si Legit Multitalent : Kue Bugis Nikahan? khitanan? lebaran? hingga pengajian atau arisan, tentunya kalian gak asing lagi dengan kue bugis. Kue legit, yang berbahankan beras ketan dengan isian kelapa parut dicampur gula merah ini menjadi kue multitalent , yakni dia itu bisa jadi cemilan di tiap acara. Namun, selain di Bandung, ternyata kue ini pun terkenal se-penjuru Indonesia. Lain di Jawa lain juga di Sumatra (Padang) kue ini disebut juga 'lapek Bugis' atau lepat bugis. Terbuat dari tepung ketan hitam dengan isian enten. Tapi enten ini dimasak dengan gula putih, berbeda dengan kue mendut yang entennya di masak dengan gula merah. Ternyata tidak hanya berbeda nama, cara membungkusnya pun juga berbeda. Kalau di Jawa dibungkus dengan daun pisang muda dan dilipat segiempat seperti membungkus kue pisang, sedangkan di Sumatra di taruh kedalam daun pisang yang telah dipincuk kemudian dilipat menyerupai piramida. Keduanya diberikan...
 
                     
            Saat pecahnya Perang Gowa , pasuka Belanda di bawah Laksamana Speelman memimpin Angkatan Laut Belanda menyerang Makassar dari laut, sementara Arung Palakka yang mendapat bantuan dari Belanda karena ingin melepaskan Bone dari penjajahan Sultan Hasanuddin (Raja Gowa) menyerang dari daratan. Pada akhirnya, Kerajaan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667 . Sebagian orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh kepada isi Perjanjian Bongaya, tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda. Ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lain, di antaranya ke daerah Kesultanan Kutai . Mereka adalah rombongan yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona yang bergelar Pua Ado. Rombongan yang dipimpin La Mohang ini hijrah ke Kesultanan Kutai pada 1668 . Kedatangan orang-orang Bugis Waj...
 
                     
            Mappacci adalah kata kerja dari 'mapaccing' yang berarti bersih atau suci. Upacara adat mappacci dilaksanakan pada waktu tudampenni, menjelang acara akad nikah/ijab kabul keesokan harinya. Mappacci dilaksanakan oleh kedua mempelai botting(pengantin) dirumah masing-masing, dalam artian kedua mempelai mappaci sendiri-sendiri.Upacara mappacci adalah salah satu upacara adat Bugis yang pada pelaksanaannya menggunakan daun pacar atau Pacci.Proses mappaci harus dilakukan sesuai adat yang diturunkan yaitu di mulai dengan penjemputan (paddupa) mempelai untuk dipersilahkan duduk di pelaminan.Setelah duduk di pelaminan,lalu didepannya diberi satu buah bantal sebagai simbol mappakalebbi (penghormatan), tujuh lembar sarung sutera sebagi simbol harga diri, sepucuk daun pisang simbol hidup yang berkesinambungan, tujuh daun nangka sebagai simbol menas (harapan). Sepiring wenno (padi yang disangrai hingga mengembang) sebagai simbol berkembang baik, sebatang lilin yang berapi simbol penerangan, dan d...
 
                     
            PALLU CELLA Pallu Cella adalah makanan khas Makassar asli dari suku Bugis. Pallu Cella sendiri didefinisikan secara Bahasa yaitu “Pallu” yang berarti masak dan “Cella” yang berarti garam. Terdapat beberapa pilihan bahan utama untuk membuat Pallu Cella antara lain ikan cakalang, laying, bolu, sibula, atau tembang. Berdasarkan definisi secara Bahasa, dapat disimpulkan bahwa Pallu Cella memiliki rasa asin dengan aroma khas kunyit. Bahan yang digunakan: 2 ekor ikan bandeng 2 gelas air 1 sdm garam 1 sdt kunyit bubuk Penyedap rasa Cara membuat Pertama, Bersihkan ikan bolu, buang insang dan kotoran perut, biarkan sisiknya. Setiap ekor dipotong 4 bagian, kemudian dicuci bersih. Selanjutnya, masukkan ke dalam panci, tuang air, beri kunyit, dan garam. Setelah itu, didihkan ikan hingga berubah warna menjadi kuning dan mengental, beri pen...
