×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Sejarah

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Kalimantan Timur

Asal Daerah

Kota Samarinda

Asal Usul Samarinda

Tanggal 10 Aug 2018 oleh OSKM18_16918061_Kevin Aditya Nugratama.

Saat pecahnya Perang Gowa, pasuka Belanda di bawah Laksamana Speelman memimpin Angkatan Laut Belanda menyerang Makassar dari laut, sementara Arung Palakka yang mendapat bantuan dari Belanda karena ingin melepaskan Bone dari penjajahan Sultan Hasanuddin (Raja Gowa) menyerang dari daratan. Pada akhirnya, Kerajaan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.

Sebagian orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh kepada isi Perjanjian Bongaya, tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda. Ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lain, di antaranya ke daerah Kesultanan Kutai. Mereka adalah rombongan yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona yang bergelar Pua Ado.

Rombongan yang dipimpin La Mohang ini hijrah ke Kesultanan Kutai pada 1668. Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai. Atas kesepakatan dan perjanjian bersama, Sultan Kutai memberikan rombongan tersebut sebuah tempat berlokasi di sekitar Kampung Melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha pertanian, perikanan, dan perdangagan. Berdasarkan isi dari perjanjian, orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Sultan Kutai, terutama dalam menghadapi musuh. Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili Seberang). Akan tetapi, daerah ini menimbulkan kesulitan di dalam pelayaran karena merupakan daerah yang berarus putar dengan banyak kotoran sungai. Selain itu, dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili). 

Sekitar tahun 1668, Sultan Yang Dipertuan Kerajaan Kutai memerintahkan Pua Ado bersama rombongannya membuka pemukiman di Tanah Rendah. Tujuan dari Sultan Kutai terhadap pembukaan pemukiman tersebut adalah sebagai daerah pertahanan dan serangan bajak laut asal Filipina yang sering melakukan perampokan di berbagai daerah pantai wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara. Selain itu, Sultan Kutai bermaksud memberikan tempat bagi orang Bugis Wajo yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan di daerah asal mereka. Oleh Sultan Kutai, pemukiman tersebut dinamakan sebagai Sama Rendah. Tentunya terdapat maksud di balik pemberian nama tersebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, pribumi maupun pendatang, memiliki hak dan derajat yang sama. Tidak ada perbedaan antara orang Bugis, Kutai, Banjar, Dayak, dan suku lainnya.

Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, hal ini mencerminkan tidak adanya perbedaan derajat baik kaum bangsawan maupun bukan, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan SAMARENDA atau lama-kelamaan diucapkan menjadi SAMARINDA.

Orang-orang Bugis Wajo bermukim di Samarinda pada permulaan tahun 1668 atau tepatnya pada bulan Januari 1668 yang dijadikan patokan untuk menetapkan hari jadi Kota Samarinda. Telah ditetapkan pada Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 Tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, Pasal 1 berbunyi "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 H". Penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi Kota Samarinda ke-320 pada tanggal 21 Januari 1980.

#OSKMITB2018

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...