Tradisi Sarin Taun yang sudah berlangsung sejak jaman dulu di Pura Ulunsuwi Candikuning yang berlokasi di Banjar Gunung Sari, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan. Tradisi Sarin Taun merupakan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil pertanian yang telah diberikan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berlangsung setiap 3 (tiga) tahun sekali, untuk menggelar upacara Sarin Taun ini, masyarakat pada desa jatiluwih harus melalui piodalan alit dua kali, kemudian piodalan ageng satu kali, dilanjutkan piodalan alit dua kali lagi, kemudian baru ngaturan Sarin Taun ini. Tradisi Sarin Taun ini memang rutin dilaksanakan di Pura Ulunsuwi Candikuning oleh krama Subak Jatiluwih Tempek Gunung Sari. Ketika melakukan upacara Sarin Taun, maka masing-masing anggota subak membawa Dewa Nini yang sudah dirias cantik. Dewa Nini sendiri merupakan ikatan padi yang dibuat para petani usai panen padi Bali, yang kemudian diletakkan pada Lumbung padi yang ada di masing-masing rumah masyarakat.
Latar Belakang Pada jaman kerajaan di Bali pada umumnya upacara keagamaan merupakan suatu upacara yang disakralkan. Salah satunya seperti upacara Ngaben yang telah tercatat dalam meorandum dunia. Pada prosesi karya Pitra Yadnya pada tingkatan madyaning utama, biasanya beberapa acara atau proses sakralisasi merupakan rangkaian yadnya seperti; mareresik, muspa, dan tarpanasaji. Sehari sebelum layon (mayat) di kremasi di rudrabhumi (setra/makam), biasanya terdapat prosesi karya muspa/saji dan munggah damar kurung. Baris kurkwak, baris basang gede, dan baris dapdap merupakan tarian sakral/tari wali guna untuk mengerenteban proses yadnya tersebut yang tidak terlepas dari hakekat ketatwaning yadnya (gegitan (nanyian), tetangguran, sasolahan/tari dan puja pangastawa), karena hal tersebut, terketuklah hati para seniman pada jamannya tersebut antara lain: AA Made Pasek, Pekak Krawa, Pekak Chandra, Pan Sweca Kader, Pan Subala, Pan Sweta, Pan Rasmin (kesemuanya telah almarhum). Tentunya atas p...
Salah satu tarian sakral yang ada di daerah Tabanan yaitu Tari Baris Memedi. Tarian ini hanya ditarikan pada saat upacara atiwa-tiwa saja atau ngaben massal (ngerit) di Desa Jatiluwih, Penebel, Tabanan. Tarian Baris Memedi biasanya ditarikan sekitar 15 orang atau lebih. Kostum yang digunakan saat menarikan Tari Baris Memedi ini sangat unik, yaitu menggunakan daun pisang kering (Keraras), daun andong dan kain kasa (berwarna putih). Para penari Baris Memedi dihias sedemikian rupa hingga penampilannya menyeramkan. Wajah mereka dipoles hingga seperti memedi (mahkluk halus). Karena tarian ini termasuk tarian sakral maka pada saat tarian ini berlangsung tak heran jika ada beberapa penari yang kerasukan pada saat upacara. Masyarakat setempat percaya, tarian ini bertujuan untuk mengantarkan roh ke nirwana. Rangkian para penari ini belum dikatakan selesai, jika ada yang belum sadar maka akan dihaturkan segehan di setra. Setelah mereka kembali ke setra para penari ini akan mandi ke sungai....
Beberapa sebutan/nama untuk merujuk pada tarian joged yang tedapat di Banjar Suda Kanginan seperti : Joged Duwe: tarian ini berkait langsung dengan ritual keagamaan, dominan pada ritual sakral upacara piodalan yang dilaksanakan di banjar Suda Kanginan, dan pura-pura yang memiliki paiketan/kaitan dengan Ida Bhatara/i yang malingga di Sudha Kanginan. Joged Pingitan: tarian joged ini tidak seperti joged lain pada umumnya yang dipentaskan secar profan untuk hiburan dan bisa di ibingi oleh khalayak umum. Joged jenis ini memang dipingit, dan hanya dipentaskan pada acara-acar ritual magis tertentu saja dan pengibingnyapun adalah para sutri yang telah memiliki ayahan untuk hal tersebut. Joged Klasik: sebutan yang diberkan oleh orang-orang ”modern”, seperti kalangan seniman/akademisi, yang menurutnya bisa diklasifikasikan/ dikategorikan sebagai seni atau tarian klasik. Menurut penuturan para tetua banjar Suda Kanginan, bahwa joged Duwe telah diketahui ada sejak tahun 1920-an, atau bah...
Upacara Mreteka Merana (seringnya masyarakat awam menyebut: Ngaben Tikus) adalah upacara butha yadnya yang khas dan satu-satunya yang ada di bali, Kegiatan ini sebenarnya sudah cukup sering dilakukan oleh masyarakat Hindu di Kabupaten Tabanan, khususnya oleh krama subak di wilayah desa pekraman Bedha, desa Bongan , kecamatan Tabanan, kabupaten Tabanan. Mengingat wilayah di desa ini sebagian besar penduduknya hidup dari bercocok tanam, khususnya padi. Sehingga upacara yang berhubungan dengan keselamatan dan kesuburan tanaman, khususnya padi, sudah sering dilaksanakan baik secara rutin seperti Masembuhan dan Nanggeluk Merana maupun tidak rutin (Nagata Kala) seperti Ngalepeh dan Mreteka Merana. Upacara Mreteka Merana/Ngaben bikul ini oleh beberapa subak di Bali belum memasyarakat sekali, sehingga krama subak di wilayah desa pekraman Bedha yang sudah sering melakukannya, maka upacara ini dianggap sebagai Loka Dresta (kebiasaan setempat) apalagi upacara ini dilaksanakan ditempat suci yai...
Tari Rejang merupakan tarian kuno yang bersifat sakral yang khusus ditarikan pada waktu piodalan di pura-pura. Tari Rejang Ayunan adalah Tari Rejang yang bermaian ayuanan. Terbukti setelah para penari berkeliling sebanayak tiga kali putaran di “Jaba Tengah” mereka langsung menuju pohon cempaka yang ada di “Jabaan” untuk bermain ayunan pada salah satu ujung tali yang sudah disediakan sebelumnya dengan cara bergelantungan. Fungsi Tari Rejang Ayunan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Upacara Dewa Yadnya di Pura Puseh Bale Agung, karena tanpa tarian ini upacara dianggap kurang sempurna. Dilihat dari segi fungsinya tari-tarian Bali dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Seni Tari Wali (sacral, religius dance) ialah : Seni yang dilakukan di Pura-pura dan ditempat-tempat yang ada hubungannya dengan upakara dan upacara agama yang pada umumnya tidak menggunakan lakon. Seni Tari Bebali (ceremonial dance), ialah segala seni tari yang berfungsi sebagai pengiring upacara atau upakara...
Tradisi Tektekan di desa kerambitan tabanan diselenggarakan pada sasih kesanga yang dimana latar Belakang dari “Sasih Kesanga” merupakan sasih transisi, sasih yang dipandang oleh masyarakat bali merupakan sasih yang wayah dan kurang baik untuk padewasaan. Pada periode sasih kapitu, kawulu, dan kasanga biasanya masyarakat kebanyakan sudah mulai mengadakan parerebuan (penetralisir) dimasing-masing kahyangan desa tepatnya pada tilemnya. Pada sasih kesanga ini pula ditandai dengan mulainya binatang seperti anjing melakukan masa birahinya, setiap malam mulai berkumpul pada persimpangan jalan dengan suara yang melolong-lolong, berkelahi merebut betinanya. ltulah salah satu ciri bahwa sasih kesanga dikatakan sasih wayah, sehingga pada tilem kesanga (pangerupukan), pada masing-masing desa adat mengadakan upacara caru yang disebut Tawur Kasanga. Sudah menjadi tradisi yang tumbuh dan berkelanjutan untuk menetralisir kekuatan-kekuatan negatif (bhuta kala), dengan cara ” N e k t e k”, yang biasa...
Omed-omedan dalam bahasa Indonesia berarti tarik-menarik. Acara omed-omedan biasanya digelar sehari setelah perayaan Hari Raya Nyepi. Salah satu desa yang masih menyelenggarakan acara ini adalah Desa Sesetan, Denpasar, Bali. Para anak muda berusia 17-30 tahun di desa ini yang belum menikah akan turut berpartisipasi dalam acara omed-omedan. Omed-omedan, saling kedengin, saling gelutin. Diman-diman... Omed-omedan, besik ngelutin, ne len ngedengin. Diman-diman... Begitulah penggalan lirik lagu yang dinyanyikan para pemuda dan pemudi Desa Sesetan. Gelut berarti saling berpelukan, diman diartikan sebagai mengungkapkan rasa kasih sayang dengan ciuman, siam yang berarti siram, dan kedengin yang berarti tarik menarik. Ya, inti dari acara omed-omedan ini adalah peluk, cium, siram lalu tarik! Begitu terus, berulang sampai semua pemuda dan pemudi Desa Sesetan mendapatkan giliran. Tradisi Omed-omedan ini bertujuan untuk memperkuat rasa Asah, Asih, dan Asuh antar warga, khususnya warga Banja...
Megala-gala merupakan permainan yang berasal dari provinsi Bali. Permainan ini tidak hanya ada di daerah Denpasar saja tetapi juga dimainkan di selururh daerah di provinsi Bali Megala-gala berasal dari satu suku kata yaitu gala yang artinya rintangan. Dalam permainan satu regu harus melewati suatu rintangan dari regu lain atau lawan untuk mencapai tujuannya. Adapun kesan yang ingin ditampilkan dalam permainan megala-gala ini adalah agar kita dapat merasakan kembali dan mengingatkan bagaimana keseruan dan kegembiraan dalam permainan tradisional yakni megala-gala. Fenomena tersebut diimplementasikan dalam garapan tabuh kreasi baru yang masih mengacu pada konsep garap musik tradisi dengan mengedepankan keutuhan, harmonisasi dalam karya dengan tetap berpijakan pada tradisi yang ada.