|
|
|
|
Tarian Joged Dadua, Tabanan Tanggal 14 May 2020 oleh Widra . |
Beberapa sebutan/nama untuk merujuk pada tarian joged yang tedapat di Banjar Suda Kanginan seperti :
Joged Duwe: tarian ini berkait langsung dengan ritual keagamaan, dominan pada ritual sakral upacara piodalan yang dilaksanakan di banjar Suda Kanginan, dan pura-pura yang memiliki paiketan/kaitan dengan Ida Bhatara/i yang malingga di Sudha Kanginan.
Joged Pingitan: tarian joged ini tidak seperti joged lain pada umumnya yang dipentaskan secar profan untuk hiburan dan bisa di ibingi oleh khalayak umum. Joged jenis ini memang dipingit, dan hanya dipentaskan pada acara-acar ritual magis tertentu saja dan pengibingnyapun adalah para sutri yang telah memiliki ayahan untuk hal tersebut.
Joged Klasik: sebutan yang diberkan oleh orang-orang ”modern”, seperti kalangan seniman/akademisi, yang menurutnya bisa diklasifikasikan/ dikategorikan sebagai seni atau tarian klasik.
Menurut penuturan para tetua banjar Suda Kanginan, bahwa joged Duwe telah diketahui ada sejak tahun 1920-an, atau bahkan lebih sebelum tahun tersebut, dan mempunyai kaitan erat dengan keberadaan Gong Kebyar Puspa Nadi yang ada sekarang. Ketika itu, keberadaannya hanya baru beberapa tungguh gamelan saja (seperti gangsa 4 tungguh,reong, jublah dua tungguh, kemong, celuluk, dan gong), atau lebih dikenal dengan sebutan gong sibak, yang memang khusus diperuntukkan untuk mengiringi tarian joged tersebut. Penari pertama sebagai penari joged tersebut pada saat dilatih di puri Kediri, konon penari tersebut berasal dari keluarga Nang Cekeg warga banjar Suda Kanginan dan selanjutnya penari tersebut terus membina generasi berikutnya. Sejak itu, keberadaan joged duwe tetap eksis, artinya bisa di upah yang selalu ditemani oleh pemangku. Kemudian, siring berjalannya waktu, joged tersebut kalinggihan dan menjadi joged pingitan, dengan pengertian joged ini tidak boleh ditarikan di tempat/wilayah sebel/cuntaka, dan hanya boleh ditarikan pada upacara dewa yadnya dan manusa yadnya. Kemudian sekitar tahun 1940-an dan tahun 1950-an, gong pengiring tari joged tersebut dilengkapi dan menjadi satu kelengkapan gong. Pada masa tahun 1970-an, joged ini pernah diminta pentas secara khusus oleh Ida Cokorda Lingsir Puri Tabanan untuk sengaja dipentaskan dihapan beliau sebagai pembuktian bahwa tari joged pingit ini masih tetap eksis dan tetap lestari. Pada saat tersebut , Ida Cokorda Lingsir menyarankan agar kesenian ini jangan samapi punah, dan agar tetap dipentaskan pada waktu kegiatan dewa yadnya dan manusa yadnya. Hal ini juga dikuatkan secara niskala, yang meminta agar keberdaan joged ini jangan sampai tidak aktif.
Tentang tarian Penari joged ini terdiri atas dua orang penari perempuan dari usia anak-anak sebelum haid/usia dewasa. Direkrut dari warga masyarakat Suda Kanginan yang memiliki persyaratan antara lain :
mau dan bisa belajar menari, mempunyai paras yang cukup, dengan batas usia menjadi penari adalah masa haid pertama/dewasa. Artinya, ketika para penari telah menadapatkan haid pertamanya, maka sang penari akan segera mepamit/undur diri dari kegiatan joged ini, dan kelompok joged akan segera mencarikan penggantinya untuk kemudian dilatih dan dipelaspas secara sekala dan niskala. Penari joged duwe memakai kostum penari legong keraton lengkap dengan kipasnya, dengan struktur gamelan pengiring yang mengiringi tarian joged ini terdiri atas tiga palet/babak yaitu: a)Palet pepeson-lelegongan: mirip dengan tarian awal legong kraton dengan fersi yang agak berbeda dengan durasi kurang lebih lima menit. b)Palet pelayon: mirip dengan legong keraton dengan versi agak berbeda. Untuk koreografi tarian waktu sekarang agak berbeda dengan dahulu. Koreografi tarian untuk waktu sekarang lebih disederhanakan dengan pertimbangan daya hafal penari, kebutuhan waktu agar lebih efisien, dll. c)Palet ibing-ibingan: pengibing tarian ini berjumlah satu-dua pengibing yang telah ditentukan orang-orangnya dan biasanya dari kalangan sutri. Tarian akan berakhir bila penabuh telah mendapat isyarat berhenti dari para sutri. Fungsi tarian:
Fungsi tarian secara niskala: sebagai pelengkap upacara dewa yadnya, persembahan suci untuk para bhatara dan bhatari yang melingga di khayangan banjar Suda Kanginan. Fungsi secara sekala: sebagai hiburan bagi masyarakat, sebagai penanda bahwa acara puncak persembahyangan akan segera dilaksanakan, serta sebagai media pelestarian budaya leluhur.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |