Suku Mbojo atau masyarakat Bima merupakan Suku yang pada awalnya menempati gunung-gunung pada masa Ncuhi yang terjadi pada abad 13 Masehi sebelum Kerajaan Bima terbentuk, kehidupan zaman Ncuhi di atas gunung menggunakan pola bertahan hidup dengan berburu dan memakan tumbuhan di hutan untuk melangsungkan kehidupan mereka, kemudian setelah Kerajaan Bima terbentuk tahun 1200 masehi dengan Raja pertama Indra Zamrud sehingga pola kehidupan di atas gunung berangsur-angsur pindah mendiami dataran. Pola kehidupan bercocok tanam atau bertani mulai di ajarkan oleh saudara Raja Indra Zamrud yaitu Indra Komala yang diceritakan dalam kronik catatan Kerajaan Bima. Indra Komala adalah ahli di bidang pertanian sedangkan kakaknya Raja Indra Zamrud ahli dalam bidang kelautan. Setelah mengenal pola kehidupan bertani dan bercocok tanam berangsur-angsur Suku Mbojo mulai mendiami dataran. Bertani terus dilakukan Suku Mbojo sejak dulu hingga sekarang dan menjadi warisan nenek moyang sehingga pola kehi...
Parang La Nggunti Rante sebuah parang dari Kesultanan Bima yang digunakan sebagai simbol penguasa sebelum keris Samparaja di gunakan olen para penguasa tanah Bima, parang tersebut mempunyai mitos tertentu pada pandangan masyarakat Bima karena memiliki atmosfer gaib yang kuat. Tentunya dalam kepercayaan masyarakat lokal (Bima) parang ini adalah pelindung para raja atau Sangaji, memiliki simbol kekuatan kerajaan. Energi gaib sangat mewarnai kisah La Nggunti Rante yang disadurkan oleh para tetua tanah Bima, dipercaya bisa terbang dan lain-lain. La Nggunti Rante diambil dari nama Bima yang berarti pemotong rantai secara harfiah yang berarti parang tiada tandingannya, dibuat pada era para raja Bima bergelar Batara (pelindung umat manusia). Menurut Hubert de Vries Antropolog dari Universitas Of Amsterdam, bahwa parang La Nggunti Rante berasal dari Bali, dengan pengguna pertamanya adalah seorang raja bergelar Batara Sang Bima. berasal bisa juga berarti dibuat di Bali, namun ole...
Sejarah Muna yang berkembang pada masyarakat Suku Mbojo dimulai dari Busu yaitu sebuah Desa yang terletak di lembah Ndano Nae pinggir utara Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat Busu merupakan masyarakat yang kesehariannya hidup dari menenun, hingga kini Busu dikenal sebagai sentral penghasil tenunan, selain itu bagi para prianya mereka hidup bertani dan berladang. Pada catatan para pelaut abad 16 bahwa pelabuhan Bima sudah menjual kain pada para pedagang yang singgah di teluk Bima. Perkembangan tenunan pada Suku Mbojo hingga melahirkan berbagai karya kain dan sarung yang indah serta berbagai ragam motif sarung seperti Salungka, Renda, Kapa’a dan lain sebagainya. Namun ada satu yang menarik yaitu Rimpu yang menggunakan sarung lokal atau disebut Tembe Ngoli oleh masyarakat Bima. Awal mula berkembangnya tenun (Muna) pada masyarakat Busu seperti yang dikisahkan oleh Bapak Muhammad Sidik atau dikenal dengan panggilan Aba La Hari mengisahkan sejarah leluhurnya dan perk...
Dalam Bahasa Bima, Mbaju berarti menumbuk padi. Sedangkan Rasa berarti kampung. Hal ini berarti bahwa kegiatan Mbaju Rasa adalah prosesi menumbuk padi secara massal yang dilakukan oleh masyarakat khususnya kaum perempuan Dana Mbojo pada masa lalu. Tradisi ini diperkirakan sudah ada sejak masyarakat Bima-Dompu mengenal cara bercocok tanam dengan sistim pertanian menetap, yaitu tepatnya pada era Ncuhi, dimana pada masa ini sudah ada sistim paguyuban masyarakat yang dipimpin para Ncuhi. Masa Ncuhi itu sendiri berlangsung jauh sebelum Bima memasuki masa kerajaan sekitar abad 14 M. Pada Masa Lalu, tradisi Mbaju Rasa dilakukan usai panen padi atau menjelang hajatan-hajatan di masyarakat seperti pernikahan, khitanan, khatam Alqur’an dan lain-lain kegiatan di kampung. Dilandasi semangat kebersamaan dan gotong royong, Mbaju Rasa dilakukan pada suatu tempat yang telah ditentukan dengan cara, kaum ibu membawa padi dari lumbung masing-masing diserta Alu dalam bahasa Bima di...
Bagi masyarakat Bima Rumah atau Uma Ngge’e Kai merupakan kebutuhan paling pokok dalam kehidupan keluarga. Dalam falsafah masyarakat Bima lama bahwa orang yang baik itu yang berasal dari keturunan yang baik, harus mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah yang kuat dan indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tunggang yang lincah. Dari ungkapan di atas, jelaslah bahwa rumah merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh diabaikan. Karena itu dalam membangun rumah harus memilih PANGGITA atau arsitek yang memiliki Loa Ra Tingi yang tinggi dan berakhlak mulia. Panggita juga harus memahami SASATO (Sifat atau pribadi) pemilik rumah. Baku Ro Uku atau bentuk dan ukuran dalam arti tata ruang harus disesuaikan dengan sifat dan kepribadian pemilik rumah. Bentuk dan jenis rumah Bima hampir sama dengan rumah tradisional Makassar dan Bugis. Di Bima dikenal dua jenis rumah yaitu Uma Panggu Ceko dengan gaya arsitektur tradisional Makassar dan Uma Panggu Pa&...
Pada suatu hari Sangaji (Raja Bima) pergi berburu di hutan sebelah utara. Ia pergi tanpa sepengetahuan para pengawalnya. Ia ke sana menggunakan kuda kesayangannya. Manggila Nama kuda itu. Manggila sangat kuat, cepat larinya, serta patuh. Sementara itu hari sudah beranjak sore. Tak satupun rusa yang didapatkan. Tiba-tiba ia mendengar suara canda tawa dari arah telaga yang tidak jauh dari tempat ia berburu. tujuh orang bidadari yang sedang mandi di sebuah telaga di tengah hutan itu. Sangaji mengintip dan mengambil selendang salah seorang yang paling bungsu di antara mereka. Lalu Sangaji menyembunyikan selendang itu. Tak lama kemudian bidadari-bidadari itu terbang ke khayangan. Tinggallah seorang yang bungsu di antara mereka. Ia menangis tersedu-sedu karena selendangnya tidak ada. Sangaji datang menghampiri dan membujuk gadis itu. Nama gadis itu adalah Puteri Indah. Akhirnya gadis itupun menerima tawaran Sangaji. Mereka berdua pergi ke istana Bima dan melangs...
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang Ncuhi yang sangat arif dan bijaksana. Ia sangat disegani dan dihormati oleh seluruh rakyat. Tutur kata dan perbuatannya selalu diikuti oleh seluruh rakyatnya. Mereka tinggal di hamparan lembah dan gugusan pegunungan di sebelah utara tanah Sape Bima. Tepatnya di desa Buncu kecamatan Sape sekarang. Mereka hidup damai tak terusik dalam dekapan keindahan dan kesuburan tanah tumpah darahnya. Mata air yang mengalir bersih dan jernih. Sawah ladang yang beraneka hasil. Pepohonan yang rimbun menghijau. Rakyat yang ramah dan bersatu dalam jalinan persaudaraan dan keakraban. Bagai titian mutiara yang selalu memancarkan sinarnya. Segala sesuatu yang hendak dilakukan selalu dijalani dengan musyawarah mufakat. Rumah Ncuhi adalah tempat berkumpul dan bertanya tentang sawah ladang, masa tanam, masa panen serta segala kejadian yang sedang dan akan terjadi. Namun Pada suatu ketika, seorang...
Gambo adalah salah satu jenis alat musik di daerah Bima. Gambo adalah sebuah alat musik berdawai yang bentuknya seperti gitar yang tidak berlekuk. Dalam bahasa Bima, tidak ada konsonan pada akhir data. Oleh karena itu nama alat tersebut pada mulanya adalah gambus, oleh orang Bima diucapkan gambo. Gambo termasuk alat musik golongan kordofon jenis lud. Bahan pembuat gambo adalah kayu, kulit kambing, senar palstik. Caranya mula – mula dibentuk badanya, yang terdiri atas bagian kepala ( tuta), leher (wo – o), dan bagian perut yang berongga. Kemudian dipasang membran dari kulit kambing, senar dan alat penyetem. Bagian – bagian gambo adalah sebagai berikut; tuta ( kepala) panjangnya 170 mm. di kepala ini terdapat alat penyetem sebanyak 6 buah yang dalam bahasa Bima disebut Wole. Bagian kepala ini tebalnya 75 mm, Wo – o ( leher). Panjang leher 555 mm, lebar 46 mm, tebal 35 mm, Kent...
Namanya Oha Santa Pejo Dan Oha Po o. kedua makanan ini berbahan dasar beras ketan, kelapa parut dan Pejo atau kacang merah. Kedua makanan ini mengalami proses masak yang sama yaitu dengan cara disantan. sehingga dinamakan Oha Santa. Yang membedakan adalah taburan Pejo atau kacang merah pada oha santa pejo dan taburan kelapa parut yang dibubuhi gula merah maupun gula putih pada oha Po o. Pada masa lalu Oha santa pejo tidak ditaburi kelapa parut dan gula. Tapi di kedai Oha Po o di Sera suba, Sefo( penjual oha po o) menaburkan kelapa parut dan gula merah pada Oha Santa Pejo. Kedua oha ini sebenarnya ada dimana mana di belahan nusantara, terutama pada masyarakat Melayu. Penamaan dan istilahnya saja yang berbeda di masing masing daerah. Pada masa lalu, 0ha Po o maupun oha santa pejo biasa disuguhkan pada hajatan warga terutama memasuki hajatan Wura Bola atau Misfus sya'ban. Dalam menyambut ramadhan, nasyarakat Bima menggelar Doa Bola atau Do a Misfus Sya’ban. Harga...