Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat Bima
Hikayat Tenun Muna
- 10 Juli 2018

Sejarah Muna yang berkembang pada masyarakat Suku Mbojo dimulai dari Busu yaitu sebuah Desa yang terletak di lembah Ndano Nae pinggir utara Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat Busu merupakan masyarakat yang kesehariannya hidup dari menenun, hingga kini Busu dikenal sebagai sentral penghasil tenunan, selain itu bagi para prianya mereka hidup bertani dan berladang. Pada catatan para pelaut abad 16 bahwa pelabuhan Bima sudah menjual kain pada para pedagang yang singgah di teluk Bima.

Perkembangan tenunan pada Suku Mbojo hingga melahirkan berbagai karya kain dan sarung yang indah serta berbagai ragam motif sarung seperti Salungka, Renda, Kapa’a dan lain sebagainya. Namun ada satu yang menarik yaitu Rimpu yang menggunakan sarung lokal atau disebut Tembe Ngoli oleh masyarakat Bima.

Awal mula berkembangnya tenun (Muna) pada masyarakat Busu seperti yang dikisahkan oleh Bapak Muhammad Sidik atau dikenal dengan panggilan Aba La Hari mengisahkan sejarah leluhurnya dan perkembangan Muna yang dituturkan secara turun temurun oleh orang tua mereka, kisahnya sebagai berikut :

“Berawal leluhur masyarakat Busu menempati tempat diatas pegunungan yang bernama ‘Dhewa Nasi’ awal pemukiman leluhur mereka. Saat itu zaman kerajaan, dimana penerangan menggunakan lampu dari kayu bakar, pemukiman tersebut berawal dari empat keluarga yang menempati masing-masing sudut tanah lapang dan ditengahnya digunakan sebagai tempat mereka menanam sayuran dan lain sebagainya.

Kemudian ada salah satu rumah dari empat keluarga tersebut yang letaknya di sebelah jurang, yang dibawahnya terdapat sebuah sungai. Untuk memenuhi kebutuhan pakaiannya mereka menanam kapas untuk menjadi bahan dasar benang yang akan di tenunkan pakaian. Dari keempat keluarga tersebut semua mempunyai anak gadis, ada yang mempunyai anak gadis tiga orang, dua orang dan satu orang. Suatu hari seorang anak gadis dari satu keluarga yang mempunyai hanya seorang anak dari empat keluarga terebut sedang melakukan belajar tenun, dan karena terlalu kencangnya dia mendorong ‘Lira’ untuk tenun maka terjatuhlah Lira tersebut di bawah sungai yang berdekatan rumahnya dengan jurang.

Ketika itu tidak ada seorangpun yang sedang berada dirumahnya, akhirnya si gadis tersebut turun dari atas gunung tersebut dan mencari Lira yang jatuh. Begitu si gadis mencari dan menemukan Lira tersebut di sungai, ketika akan di pungut namun Lira tersebut bergerak menjauhi tangannya, ketika dipungut lagi Lira bergerak hingga membawanya kesebuah telaga dan Lira jatuh kedalam telaga tersebut dan membuat si gadis bersedih dan menangis. Dari atas rumahnya sang Ayah sedang mencari kemana anak gadisnya pergi sambil mencari mengikuti jejak kaki anak gadisnya yang turun ke bawah, akhirnya Ayahnya dari kejauh melihat anak gadisnya sedang duduk di tepi telaga sambil berusaha mengambil Lira tersebut yang ketika akan diambil Lira tersebut tenggelam kemudian terapung lagi.

Kemudian si Ayah melarang anaknya tidak usah diambil Lira tersebut dan biarkan saja, si Gadis memaksa harus mengambil Lira tersebut karena untuk melengkapi alat tenunnya. Setelah si ayah mendekati telaga dan dia tidak menemukan anaknya tadi yang duduk di tepi telaga, ayahnya kebingungan kemudian menuju pemukiman terdekat yang bernama Ntori untuk mencari seorang dukun yang akan membantunya mencari anak gadisnya tersebut. Kemudian dukun dan beberapa orang datang di sekitar telaga sambil membunyikan gendang yang dinamakan ‘Dhewa Iha’ untuk mencari orang hilang. Setelah dilakukan ritual Dhewa Iha beberapa hari namun si anak gadis tetap tidak di temukan, beberapa hari berlalu si ayah tidak putus asa mencari anaknya hingga suatu ketika dia berjalan di telaga yang lain maka muncullah anak gadisnya tersebut di telaga tersebut hingga telaga itu dinamakan “Parangga” yang berarti tempat muncul si gadis. Begitu melihat anaknya yang muncul diatas permukaan telaga oleh bapaknya langsung loncat kedalam telaga karena senang melihat anaknya dalam memeluk anaknya hingga keduanya tenggelam kedalam telaga hingga sekarang.

Kabar tersebut terdengar oleh pihak istana kerajaan Bima mengenai hilangnya bapak dan anaknya tersebut. Kemudian Raja memerintahkan untuk masyarakat yang tingga diatas Dhewa Nasi untuk turun dan menempati dataran di kaki gunung yang dinamakan ‘Kalonggo’ yang berarti Kalondo yaitu menurunkan. Namun keempat keluarga tersebut tidak betah tinggal di kalonggo dan pindah di tempat yang baik dan bagus, akhirnya mereka menemukan tempat seperti yang diingikan. Menetaplah mereka disitu hingga beranak pinak dan jumlah masyarakat semakin banyak, lalu tempat tersebut dinamakan Busu dan sebagaian yang lainnya menempati Ntobo lalu mulailah para anak gadisnya mengembangkan tenunan di Busu hingga sekarang, untuk kebutuhan benang mereka menanam kapas dan memintalnya sendiri.”

Kisah diatas merupakan kisah awal mulanya perjalanan sejarah masyarakat Busu dan awal perkembangan Muna yang kerap dilakukan oleh para gadis di Busu dan Ntobo. Sejak dulu Busu dijadikan sentral Muna (tenun) seluruh wanita yang berada di Bima dahulunya datang ke Busu untuk belajar menenun, kisah Bapak Muhammad Sidik.

Sumber: Mbojoklopedia

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline