|
|
|
|
Uma Ngge’e Kai, Rumah Adat Bima Tanggal 10 Jul 2018 oleh Arum Tunjung. |
Bagi masyarakat Bima Rumah atau Uma Ngge’e Kai merupakan kebutuhan paling pokok dalam kehidupan keluarga. Dalam falsafah masyarakat Bima lama bahwa orang yang baik itu yang berasal dari keturunan yang baik, harus mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah yang kuat dan indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tunggang yang lincah. Dari ungkapan di atas, jelaslah bahwa rumah merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh diabaikan. Karena itu dalam membangun rumah harus memilih PANGGITA atau arsitek yang memiliki Loa Ra Tingi yang tinggi dan berakhlak mulia. Panggita juga harus memahami SASATO (Sifat atau pribadi) pemilik rumah. Baku Ro Uku atau bentuk dan ukuran dalam arti tata ruang harus disesuaikan dengan sifat dan kepribadian pemilik rumah.
Bentuk dan jenis rumah Bima hampir sama dengan rumah tradisional Makassar dan Bugis. Di Bima dikenal dua jenis rumah yaitu Uma Panggu Ceko dengan gaya arsitektur tradisional Makassar dan Uma Panggu Pa’a gaya arsitektur tradisional Bugis. Dari dua jenis rumah itu, sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar. Pada tiang Uma Ceko dipasang dua buah ceko(siku) untuk menunjang kekuatan pengapit (Nggapi). Sedangkan pada tiang Uma Pa’a tidak dipasang Ceko (Siku), pengapit pada Uma Pa’a terdiri dari sepasang Kayu. Sebaliknya Nggapi(Pengapit ) Uma Ceko terdiri dari dua buah kayu yang akan ditopang oleh Ceko(Siku).
Ukuran atau jumlah bilik rumah Bima tergantung jumlah tiangnya yaitu Sampuru Ini Ri’i (Enam Belas Tiang), Sampuru Dua Ri’I (Dua Belas Tiang), Ciwi Ri’I (Sembilan tiang), Ini Ri’I ( Enam Tiang). Rumah enam belas tiang memiliki panjang sekitar sembilan meter dan lebar sekitar 6 meter. Yang dua Belas tiang memiliki panjang sekitar 8 meter dan lebar 5 meter. Untuk yang sembilan dan enam tiang ukuran panjang dan lebarnya disesuaikan secara ideal dengan tinggi tiang dan jumlah kamar atau biliknya. Rumah Enam Belas Tiang memiliki 4 bilik atau kamar yang di sebut RO. RO Tando berfungsi sebagai tempat pelaksanaan upacara. Pada Saat tertentu digunakan untuk kamar tidur Tamu. Ro Dei (Ruang Dalam) untuk tempat tidur Ayah Ibu. Ro Do (Ruang Selatan) terdiri dari dua bilik yaitu untuk tempat tidur anak-anak putera. Pada umumnya anak gadis tidur dan beristirahat di Pamoka (Loteng) sambil menenun dan menyulam. Kalaupun posisi rumah menghadap barat-timut, maka Ro Do disebut Ro Ele(Ruang Timur). Jadi nama ruang(bilik) ketiga dan ke empat tergantung dari arah berdirinya rumah. Idealnya Rumah harus menghadap arah barat-timur.
Pada umumnya semua rumah dibuat dari kayu jati dan kayu hutan yang bermutu, kuat dan tahan lama. Atap rumah cukup beragam, disesuaikan dengan status sosial ekonomi para pemiliknya. Tapi untuk rumah Bima yang lama semuanya menggunakan alang-alang yang dirajut tebal. Bagi yang kurang mampu, beratap ilalang. Bagi yang tergolong mampu, memakai atap Sante(sejenis sire dari bambu), Genteng, seng, dan khusus Istana Bima beratap Sire yang dibuat dari potongan kayu besi yang sudah dibelah-belah.
Sudah menjadi ketentuan adat, bahwa setiap rumah tradisional Bima memiliki Sancaka (Serambi atau Beranda) yang terdiri dari : Sancaka Tando(Serambi Depan) untuk para tamu dan tempat istirahat Ayah beserta anak laki-lakinya. Sancaka Riha(Dapur), berfungsi sebagai dapur dan tempat menyimpan barang pecah belah. Sancaka Wela(Serambi Samping), berfungsi sebagai tempat istirahat para anggota keluarga.
Khusus rumah keluarga besar Istana atau golongan bangsawan, di serambi depan dibuat satu bangunan yang bernama “ Sampana “ berperan sebagai tangga dan disamping kiri kanannya berfungsi untuk tempat duduk. Ciri khas lain yang membedakan rumah rakyat dengan rumah keluarga bangsawan yaitu jumlah jenjang atap bagian depan dan belakang (Sarinci Uma). Kalau jenjang atau Sarinci terdiri dari tiga tingkat berarti pemilik rumah adalah bangsawan tinggi. Kalau dua tingkat berarti rumah bangsawan menengah. Kalau tutupan Sarincinya hanya satu, berarti rumah rakyat biasa.
Sumber: Sarangge.wordpress.com
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |