Kerajinan tangan “nentu” adalah salah satu kerajinan tangan berbentuk anyaman dengan bahan dasar batang tanaman merambat yang oleh masyarakat Muna dikenal sebagai “nentu”. Hasil kerajinan tangan “nentu” ini sudah sangat dikenal oleh para wisatawan yang berkunjung ke Muna. Produk-produk yang dihasilkan dari kerajinan tangan “nentu” ini sangat kuat dan tahan lama, karena batang “nentu” sebagai bahan dasar pembuatan kerajinan ini sangat kuat dan alot namun ringan. Bahkan konon katanya jauh lebih kuat dibanding anyaman berbahan dasar rotan sekalipun. Anyamannya pun sangat rapat dan rapi, tidak mudah koyak dan tidak mudah lapuk dalam waktu bertahun-tahun. Tanaman “nentu” tumbuh liar di hutan di Kabupaten Muna. Tanaman ini juga terdapat di Muna Barat, Buton Tengah, Buton, Buton Utara dan Bombana di Sulawesi Tenggara. “Nentu” sekilas seperti tanaman parasit yang tum...
Kuliner dari Kabaena ini di sebut Nivuai. Bentuknya kerucut, teksturnya sedikit lengket, warnanya putih, dan sekilas terlihat seperti tumpeng mini. Kaopi adalah bahan baku Nivuai. Bahan dasar Nivuai adalah singkong yang diparut/digiling dan dikeringkan menggunakan kain penyaring sehingga menyerupai tepung. Tepung ini kemudian dibungkus kain dan dibentuk seperti bola, lalu ditekan dengan pemberat papan kayu yang disebut LOLISA, ditekan sampai kandungan airnya benar-benar tiris. Setelah jadi, adonan menjadi bundar pipih seperti ban mobil, inilah yang kemudian disebut oleh orang kabaena sebagai KAOPI. Lolahoa atau berasap, itulah kesan pertama yang ditangkap begitu Nivuai ini baru dikeluarkan dari Tolimbu. Dengan lauk ikan asin dan sambel terasi, makanan kuliner khas Kabaena ini sangat nikmat di santap rame-rame di Landa. Makan Nuvuai juga dapat menciptakan rasa kebersamaan dan bernostalgia masa kecil sebab Nivuai ini selain memiliki cita ra...
Dahulu, di sebuah kampung di Sulawesi Tenggara, hiduplah sepasang suami istri. Saat itu, sang istri sedang hamil tua. Semakin mendekati masa kelahiran, ia sering mengalami kesakitan seperti ada benda tajam yang menusuk-nusuk perutnya dari dalam. Melihat keadaan tersebut, sang suami pun hanya bisa pasrah dan berdoa semoga istri yang amat dicintainya itu dapat melahirkan dengan selamat. Akhirnya, sang istri pun melahirkan anak lelaki kembar. Ajaibnya, kedua anak itu lahir bersama dengan sebuah keris pusaka di tangan kanan masing-masing. Pasangan suami istri pun baru menyadari bahwa ternyata kedua keris itulah yang kerap menusuk-nusuk perut sang istri. Mereka kemudian memberi nama kedua anak kembarnya itu Indara Pitaraa dan Siraapare dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Sepuluh tahun kemudian, Indara Pitaraa dan Siraapare telah tumbuh menjadi remaja. Namun sayangnya, mereka menjadi anak yang nakal. Keris pusaka itu menjadi sumber kenakalan mereka. Mereka kerap menggunakan...
BAUBAU, KOMPAS.com – Kumpulan asap putih tiba-tiba keluar dari bara api kecil yang terdapat di dalam dupa. Seorang tokoh adat terlihat membaca doa dan sekali-kali tangannya memasukkan suatu benda di atas bara api hingga mengeluarkan asap. Usai membaca doa, beberapa pemuda mengangkat bahtera atau rakit kecil yang terbuat dari beberapa batang bambu dengan ukuran sekitar tiga meter. Rakit tersebut kemudian diangkat ke atas dua buah perahu kecil dan langsung dibawa ke tengah lautan. Beberapa kapal ikan milik masyarakat nelayan Kelurahan Bone-bone, Kecamatan Batupoaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, mengikuti dari belakang dua buah perahu kecil yang membawa rakit bahtera tersebut. Itulah ritual Haroana Andala. “ Tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun, sejak generasi pertama di masyarakat sini,” kata seorang Tokoh Adat, Muslim Mumin, Senin (4/12/2017). Di dalam rakit bahtera tersebut terdapat berbagai macam makanan mulai dari nasi pulut,...
La Moelu adalah seorang anak laki-laki miskin yang masih berumur belasan tahun. Ia tinggal bersama ayahnya yang sudah tua renta di sebuah dusun di daerah Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Berkat kerja keras, kesabaran, dan ketekunannya, La Moelu menjadi seorang yang kaya raya. Bagaimana lika-liku perjalanan hidup La Moelu sehingga menjadi kaya raya? Ikuti kisahnya dalam kisah La Moelu Si Anak Yatim berikut ini! * * * Alkisah, di sebuah dusun di daerah Sulawesi Tenggara, hiduplah seorang anak laki-laki yatim bernama La Moelu yang masih berusia belasan tahun. Ibunya meninggal dunia sejak ia masih bayi. Kini, ia tinggal bersama ayahnya yang sudah sangat tua dan tidak mampu lagi mencari nafkah. Jangankan bekerja, berjalan pun harus dibantu dengan sebuah tongkat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, La Moelu-lah yang harus bekerja keras. Karena masih anak-anak, satu-satunya pekerjaan yang dapat dilakukannya adalah memancing ikan di sungai y...
Di sebuah hutan yang berada di pinggiran pantai tinggallah seekor kera yang menginjak remaja. Kera itu bertubuh tinggi, bulu-bulunya hitam, bermata tajam, gigi-giginya pun sangat tajam. Setiap hari kera bermain-main dengan sahabatnya, bangau. Bangau adalah seekor anak bangau yang masih kecil, bulunya putih, berkaki dan berpauh langsing. Pada suatu siang mereka bermain-main di bawah pohon bakau di tepi pantai. Kera merasa lapar karena sejak pagi perutnya belum terisi makanan. Ketika si kera melihat laut yang terbentang di hadapannya, timbul dalam pikirannya untuk mengajak bangau mencari ikan untuk makan siang. “Bangau, ayolah kita turun ke laut. Di sana banyak ikan. Bukankah kita belum makan siang?” Ajak kera. “Tidak mau! Aku takut, aku masih kecil, kera!” Jawab bangau memperlihatkan ketakutannya. “Mengapa takut? Bukankah ada aku? Kalau kamu tidak mau aku akan menggigitmu!” Ancam kera sambil membuka mulutnya, berpura-pura akan mengigit Bang...
Bangun Hijau tinggal bersama ayahnya. Ibunya telah meninggal ketika gadis itu masih kecil. Bangun Hijau mempunyai teman sebaya yang tinggal tak jauh dari rumahnya, bernama Bangun Merah. Bangun Merah tinggal bersama dengan ibunya. Ayahnya telah meninggal sejak gadis itu masih kecil. Setiap hari Bangun Hijau dan Bangun Merah bermain-main bersama, pergi ke sawah atau sungai bersama-sama. Kadang berjalan-jalan ke hutan atau bermain seharian di atas bukit. Mereka terlihat sangat akrab. Suatu hari, Bangun Merah sedang duduk di atas batu di bawah pohon rindang. Tak jauh dari situ Bangun Hijau berjongkok memetik bunga-bunga kecil berwarna kekuningan. “Untuk apa bunga-bunga itu? Warnanya jelek, baunya tidak sedap!” kata Bangun Merah dengan ketus. “Bangun Merah, bunga-bunga ini sangat indah. Aku akan menaruhnya di rumah. Aku dan ayah sangat menyukainya. Bunga-bunga kecil ini mengingatkan kami pada ibu. Ibu suka menaruh bunga-bunga ini di atas meja tempat tidurku dan...
SEORANG lelaki tua bergerak menari-nari dengan gemulai. Kain selendang yang digenggamnya bergerak naik turun, seakan-akan menari mengikuti irama gong dan gendang yang dipukul dua orang secara perlahan-lahan. Beberapa warga dengan mengenakan baju adat duduk mengitari lelaki yang sedang menari dengan selendang. Beberapa orang mengeluarkan senandung nyanyian mengikuti suara gong dan gendang. Tak lama menari, lelaki tersebut berhenti, kemudian duduk dan memberikan selendang kepada orang lain. Orang tersebut setelah menerima selendang, kemudian berdiri dan kembali menari lagi. Lelaki tersebut menari sendiri tanpa didampingi orang lain. Tarian ini dalam adat suku Buton Cia-cia Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, disebut sebagai tarian Linda. “Tarian Linda ini hanya ditarikan hanya satu orang saja. Tarian ini sudah ada sejak abad ke 8, sejak ratusan tahun lalu dan turun temurun hingga saat ini. Di desa ini masih tetap ada tarian ini,&rdqu...
Bagi masyarakat Buton Sulawesi Tenggara, hutan ibarat Tuhan di dunia. Adalah tempat menyediakan berbagai sumber daya alam, kayu atau hasil buruan yang sangat menguntungkan pihak manusia. Hutan dianggap sebagai lokasi yang sangat sakral. Masyarakat adat Buton memegang teguh dan menganggap bahwa hutan harus dijaga dan dilestarikan. Merusak hutan artinya membuat malapetaka dan merendahkan martabat sang pencipta. Karenanya, masyarakat Buton memiliki sebuah tradisi untuk menghormati hutan, dengan melakukan upacara Tutura. Atau pemberian sesajen bagi hutan. Kegiatan tersebut dipercaya agar hutan dapat terus menjadi penyangga kehidupan masyarakat Buton. Untuk pelestarian hutan di Kepulauan Buton, masyarakat setempat mempercayakan kepada warga adat Siontapina. Yang bermukim di kaki gunung Siontapina, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Mereka melestarikan hutan dengan ritual adat yang digelar di puncak Gunung Siotap...