Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara
Kisah Indara Pitaraa dan Siraapare
- 16 Mei 2018

Dahulu, di sebuah kampung di Sulawesi Tenggara, hiduplah sepasang suami istri. Saat itu, sang istri sedang hamil tua. Semakin mendekati masa kelahiran, ia sering mengalami kesakitan seperti ada benda tajam yang menusuk-nusuk perutnya dari dalam. Melihat keadaan tersebut, sang suami pun hanya bisa pasrah dan berdoa semoga istri yang amat dicintainya itu dapat melahirkan dengan selamat.

Akhirnya, sang istri pun melahirkan anak lelaki kembar. Ajaibnya, kedua anak itu lahir bersama dengan sebuah keris pusaka di tangan kanan masing-masing. Pasangan suami istri pun baru menyadari bahwa ternyata kedua keris itulah yang kerap menusuk-nusuk perut sang istri. Mereka kemudian memberi nama kedua anak kembarnya itu Indara Pitaraa dan Siraapare dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Sepuluh tahun kemudian, Indara Pitaraa dan Siraapare telah tumbuh menjadi remaja. Namun sayangnya, mereka menjadi anak yang nakal. Keris pusaka itu menjadi sumber kenakalan mereka. Mereka kerap menggunakan keris tersebut untuk merusak tanaman. Bahkan, tak jarang keris itu digunakan untuk membunuh hewan ternak penduduk. Perilaku Indara Pitaraa dan Siraapare benar-benar telah meresahkan masyarakat. Kedua orangtua mereka pun pusing memikirkan perilaku si kembar.

Suatu malam, ketika Indara Pitaraa dan Siraapare sedang terlelap, kedua orangtuanya tampak sedang berbincang mengenai anak mereka.

“Pak, aku sudah tidak tahan lagi melihat perilaku anak-anak kita. Kalau begini terus keadaannya, aku khawatir warga akan membenci kita,” keluh sang istri.

“Benar juga katamu, Bu. Tapi, apa yang harus kita lakukan untuk menghentikan kenakalan mereka?” tanya sang suami bingung.

Sang istri termenung sejenak. Ia tampaknya berpikir keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Selang beberapa saat kemudian, sang istri lalu berkata kepada suaminya.

“Pak, bagaimana kalau mereka kita suruh saja merantau?” saran sang istri.

“Wah, usul yang bagus, Bu. Aku rasa mereka pasti setuju,” jawab suaminya.

Ketika mereka menyampaikan hal tersebut pada esok harinya, Indara Pitaraa dan Sirapaare pun menyambutnya dengan riang gembira. Mendengar persetujuan kedua anak kembarnya, sang ibu segera menyiapkan bekal berupa 7 buah ketupat, 7 butir telur rebus, 7 ruas tebu sebagai pengganti air minum, dan 2 belah kelapa tua. Sang ibu juga membekali mereka tempurung kelapa sebagai penutup kepala.

“Wahai, anak-anakku. Bawalah semua barang-barang ini untuk bekal kalian selama di perjalanan,” ujar sang ibu.

Sebelum kedua anak yang amat disayanginya itu berangkat, sang Ayah berpesan kepada mereka.

“Dengarlah, anak-anakku. Kalian adalah bersaudara kandung. Untuk itu, Ayah minta kalian harus selalu rukun dan saling membantu jika salah satu di antara kalian mendapat musibah,” ujar sang ayah, “Ingat, kalian juga harus selalu berjalan bersama, jangan sampai berpisah!”

“Baik, Ayah,” jawab si kembar serentak.

Setelah berpamitan pada orangtua mereka, Indara Pitaraa dan Sirapare pun pergi. Mereka berjalan menyusuri hutan lebat, mendaki gunung, dan menuruni lembah tanpa arah dan tujuan. Mereka terlihat sangat rukun. Ketika istirahat dan makan, mereka selalu bersama-sama.

Suatu hari, Indara Pitaraa dan Siraapare sedang mendaki sebuah gunung. Gunung itu merupakan gunung ketujuh yang akan mereka daki. Setiba di puncak, mereka kemudian berhenti untuk melepaskan lelah. Dengan bekal yang masih tersisa, mereka pun makan bersama. Setelah itu, mereka beristirahat. Ketika mereka sedang terlelap, tiba-tiba datang angin topan yang sangat kencang. Siraapare yang terbangun lebih dulu segera membangunkan kakaknya.

“Kakak, cepat bangun!” serunya, “Ada angin topan datang.”

Indara Pitaraa seketika terbangun.

“Ayo cepat kita ikatkan tali pinggang agar kita berpisah bila diterbangkan angin!” seru Indara Pitaraa .

Indara Pitaraa dan Siraapare pun segera mengikatkan tali pinggang mereka. Namun, angin topan yang amat dahsyat tiba-tiba datang menerpa mereka. Tak ayal, keduanya pun terbang melayang-layang di udara. Semakin lama, mereka semakin jauh naik ke angkasa. Tanpa disadari, tali pinggang mereka terlepas sehingga keduanya pun berpisah.

“Siraapare, adikku..!” teriak Indara Pitaraa , “Jangan dirimu baik-baik!”

“Iya, Kak,” jawab Siraapare yang suaranya tidak terlalu terdengar lagi oleh Indara Pitaraa .

Anak kembar itu akhirnya terjatuh ke bumi di tempat yang berbeda. Indara Pitaraa terjatuh di sebuah negeri yang sedang terancam amukan ular raksasa. Sementara Siraapare terjatuh di negeri yang sedang dilanda perang. Siraapare terpaksa ikut berperang untuk membela negeri tersebut. Bahkan, Dengan keris pusaka sebagai senjata dan tempurung kelapa sebagai perisai, ia berhasil memukul mundur pasukan musuh. Akhirnya, Siraapare dinobatkan menjadi raja di negeri tersebut.

Sementara itu, Indara Pitaraa amat terkejut karena negeri yang ia temui sangat sepi. Tak seorang pun orang terlihat keluar rumah. Ketika memasuki sebuah rumah, ia mendengar suara gemerisik dari balik sebuah gendang besar.

“Sepertinya ada orang di balik gendang itu,” gumamnya.

Indara Pitaraa kemudian melangkah perlahan-lahan mendekati gendang itu. Begitu mendekat, ia langsung menepak (memukul) gendang itu. Orang yang ada di baliknya pun tersentak kaget.’

“Hai, jangan pukul gendang itu!” seru suara itu, “Aku ada di baliknya.”

Alangkah terkejutnya Indara Pitaraa ketika orang yang keluar dari balik gendang itu adalah seorang gadis cantik.

“Hai, siapa kamu?” tanya Indara Pitaraa .

“Maaf, Tuan Muda. Aku putri Raja negeri ini,” jawabnya.

“Oh, ampun Tuan Putri,” ucap Indara Pitaraa seraya memberi hormat, “Maaf, Tuan Putri. Kalau boleh hamba tahu, apa gerangan yang terjadi di negeri ini? Lalu, kenapa Tuan Putri bersembunyi di balik gendang ini?”

“Negeri ini sedang diteror oleh seekor ular raksasa. Ular raksasa meminta kepada warga agar aku dijadikan sebagai persembahan. Jika tidak, dia akan marah dan menyerang negeri ini,” ungkap sang Putri dengan sedih.

“Baiklah, kalau begitu. Tuan Putri tidak perlu takut, hamba akan menghabisi ular raksasa itu,” ujar Indara Pitaraa .

Tak berapa lama kemudian, ular raksasa itu datang. Ia amat marah karena sang Putri yang dijanjikan tidak datang ke tempatnya.

“Karena permintaanku tidak dipenuhi, seluruh penduduk negeri ini akan kubinasakan,” ancam ular raksasa itu.

Mendengar suara ular itu, Indara Pitaraa dengan gagahnya segera keluar. Tangan kanannya menggenggam keris pusaka, sedangkan tangan kirinya memegang perisai tumpurung kelapa.

“Hai, ular biadab! Jika berani, lawan aku!” tantang Indara Pitaraa .

“Ha… Ha… Ha…!” ular itu tertawa terbahak-bahak, “Hai, anak ingusan! Dengan apa kamu berani melawanku?”

“Lihatlah, keris pusaka di tanganku ini!” seru Indara Pitaraa , “Keris ini akan mengoyak-oyak seluruh isi perutmu. Ayo, majulah kalau berani!”

Merasa diremehkan, ular raksasa itu langsung menyerang Indara Pitaraa dengan kibasan ekornya. Indara yang sebelumnya sudah bersiap-siap, dapat dengan mudah menghindar. Uar itu pun kembali melancarkan serangan bertubi-tubi hingga berhasil memanggut dan menelan tubuh Indara Pitaraa . Sementara itu, Indara Pitaraa yang berada di dalam perut ular itu, tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia menebaskan kerisnya dan mencabik-cabik isi perut ular itu. Ular yang ganas itu akhirnya tewas. Indara Pitaraa pun segera keluar dari dalam perutnya ular itu.

Keberhasilan Indara Pitaraa membunuh ular raksasa yang ganas itu disambut meriah oleh penduduk negeri. Ia pun menikahi putri Raja dan beberapa tahun kemudian ia dinobatkan menjadi raja. Indara Pitaraa memerintah negeri itu dengan arif dan bijaksana.

Suatu ketika, tanpa disangka-sangka, Raja Indara Pitaraa bertemu dengan adiknya Siraapare yang juga telah menjadi raja di negeri lain. Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali ke kampung halaman untuk menemui orangtua mereka. Mereka pulang dengan membawa istri masing-masing dan disertai oleh sejumlah pengawal. Setiba di kampung halaman, mereka pun mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam dengan mengundang seluruh warga kampung. Pada kesempatan itulah, Indara Pitaraa dan Sirapaare meminta maaf kepada seluruh warga atas kenakalan mereka di masa kecil. Tidak hanya itu, mereka juga mengganti seluruh kerugian, baik hewan ternak maupun tanaman yang dulu pernah mereka rusak.

sumber: https://histori.id/kisah-indara-pitaraa-dan-siraapare/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline