Suku Asmat adalah suku yang hidup di daerah rawa-rawa dan kehidupan mereka sangat dekat dengan air. Dalam menjalani kesehariannya, Asmat sudah beradaptasi pula dengan lingkungan air sejak jaman nenek moyang mereka. Demikian pula dengan kebiasaan mereka ketika berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, mereka mau tidak mau harus menggunakan alat transportasi air. Salah satu yang menjadi tradisi unik mereka dalam bertransportasi di air adalah perahu lesung. Perahu Lesung suku Asmat adalah perahu yang sangat unik. Perahu ini terbuat dari satu batang pohon utuh yang dibentuk hingga menjadi perahu. Kayu yang dipakai biasanya diambil dari pepohonan yang jarang dipakai seperti Ketapang atau Bitanggur. Jadi, setelah ditebang, kulit batang pohon akan dikupas hingga bersih dan kemudian kedua ujung batang akan diruncingkan. Setelah proses tersebut, batang pohon siap dibentuk menjadi perahu. Proses pembuatan perahu dapat memakan waktu sekitar 5 minggu bila dikerjakan dengan...
“Cuit..cuit..cuit…”, suara burung terdengar indah di pagi hari yang cerah itu. Selintas siulan burung lainnya pun membalas dengan bersahut-sahutan. Udara yang begitu segar diselingi angin semilir mengawali hari itu dengan nyamannya. Matahari pun tak mau kalah memamerkan pesonanya, hangat dan berpadu mesra dengan sejuknya sebuah desa di Lembah Baliem. Pagi itu sangatlah berkesan, terutama bagi wisatawan yang terbiasa dengan keramaian kota dan bisingnya metropolitan. Desa ini sangat damai dan tentram. Desa cantik ini bernama Desa Kurulu. Sebuah desa yang menjadi tempat tinggal bagi salah satu keluarga dari Suku Dani, suku terbesar di Papua yang terdapat di Lembah Baliem. Semua warga desa ini sebenarnya masih mempunyai hubungan keluarga. Mereka telah hidup sejak jaman purbakala dan tetap bertahan dengan budaya aslinya di tempat ini hingga jaman modern. Desa ini pun menjadi salah satu desa yang memiliki jumlah keluarga cukup besar, bila dibandingkan dengan des...
Bila Anda berkunjung ke Papua, mungkin pernah melihat tarian yang satu ini. Tari yospan namanya. Tari yang merupakan kepanjangan dari yosim pancar ini adalah tarian pergaulan yang sering dibawakan muda-mudi sebagai bentuk persahabatan. Tarian ini adalah penggabungan dua tarian dari rakyat Papua, yakni tari yosim dan tari pancar. Yosim adalah tarian yang mirip poloneis dari dansa barat. Tari ini berasal dari Sarmi, kabupaten di pesisir utara Papua, dekat Sungai Mamberamo. Ada pula sumber yang mengatakan jika yosim berasal dari wilayah Teluk Saireri (Serui, Waropen). Sementara, pancar adalah tari yang berkembang di Biak Numfor dan Manokwari pada awal tahun 1960-an. Pada awal kelahirannya, gerakan-gerakan dalam tari pancar seperti “akrobatik” di udara, yakni gerakan jatuh jungkir-balik dari langit. Gerakannya mirip daun kering yang jatuh tertiup angin – dari pesawat tempur jet Neptune buatan Amerika Serikat yang dipakai Angkatan Udara Belanda di I...
Rosa Agapa Agapuga, 5 Januari 1938 atau Mama biasa beliau dipanggil, adalah seorang pelestari Noken asal Nabire, Papua. Pengabdiannya sebagai seorang pelestari Noken sudah dijalaninya sejak lama. Selain itu beliau juga cukup aktif berorganisasi. Pada tahun 1988, Mama pernah bergabung di Perkumpulan Kaum Wanita sebagai bendahara dan juga merangkap sebagai Tutor dalam kegiatan merajut Noken asli, menjahit pakaian, dan selimut. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2002, Mama menerima bantuan dari Pemerintah Kabupaten Paniai dalam 3 tahun untuk kegiatan merajut noken, baik noken anggrek, noken benang wool, selimut dan pakaian rompi. Pada tahun 2005, Mama sempat berhenti karena suaminya, Samuel Mote (alm), sakit berat sampai meninggal dan sampai saat ini Mama menetap di Nabire, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Mama kembali aktif melanjutkan kegiatan merajut noken di Nabire pada tahun 2008 dan sempat mendapat kunjungan dari Dinas Sosial dan dari Kantor Pemberd...
Alat musik Pikon merupaka n alat musik tradisional yang terbuat dari tanaman sejenis bambu. Alat musik ini dibunyikan dengan cara ditiup. Pikon berasal dari bahasa Baliem yaitu dari kata Pikonane yang berarti alat musik bunyi. Pikon yang ditiup sambil menarik talinya ini hanya akan mengeluarkan nada-nada dasar, berupa do, mi dan sol.
Menangis, mungkin itu yang lakukan saat kita didera kesedihan. Namun, berbeda dengan masyarakat Papua pedalaman, mereka memotong jari mereka sendiri untuk menunjukkan rasa kesedihan mereka. Terdengar sadis memang, namun itulah salah satu bentuk kekayaan budaya kita. Bagi mereka, tradisi ini disimbolkan sebagai bentuk kesedihan yang mendalam akan kehilangan anggota keluarga yang meninggal. Semakin banyak kita melihat warga Papua pedalaman memotong jarinya maka dapat diartikan telah banyak pula anggota keluarga yang mereka cintai telah meninggal dunia. Bahkan, masyarakat terdahulu Lembah Baliem, sebuah lembah pegunungan yang cukup terkenal, pernah ada tersingkap kasus dimana seorang ibu yang memotong jari anaknya yang baru lahir dengan cara menggigitnya karena ingin menghilangkan “kesialan” yang selama ini menderanya. Ia percaya dengan ia memotong jari anaknya maka kesialan yang selama ini ia alami dapat hilang.
Suanggi merupakan tokoh legenda yang sangat menakutkan di tanah Papua, dan menurut catatan menteri Hindia-Belanda W. R. van Hoëvell, disebut berasal dari Maluku. Konon, sosok ini sangat ditakuti karena bisa menyebabkan orang-orang yang menjadi korbannya menderita penyakit yang aneh hingga berujung pada kematian. Di masyarakat Ternate, istilah Suanggi juga dipakai untuk penduduk desa yang diduga melakukan praktik kanibalisme. Tuduhan ini bahkan bisa berakibat fatal, karena mereka yang terbukti adalah Suanggi bisa dibunuh dan mayatnya akan dibuang ke laut. Pulsa303 Menurut cerita yang lain, Suanggi dikenal sebagai penyihir atau orang yang memiliki kemampuan ilmu hitam biasanya disebut juga dukun. Sosok Suanggi pun dikabarkan sangat menakutkan, dengan mata yang merah dan memiliki gigi-gigi yang tajam. Bahkan, konon kabarnya sosok Suanggi kerap memakan daging manusia, dan dalam aksinya Suanggi tidak perlu hadir di tempat kejadian, karena bisa dilakukan dari jar...
Ikipalin adalah ritual memotong jari yang lumrah dilakukan oleh suku Dani di Papua. Pemotongan jari dilakukan sebagai tanda berkabung ketika ada sanak saudara yang meninggal.Suku Dani percaya kalau kesialan dalam sebuah keluarga dikarenakan meninggalnya salah satu anggota keluarga dapat dihilangkan dengan cara memotong jari. Tradisi ini sekarang sudah jarang dipraktekan. Bagi mereka, tradisi ini disimbolkan sebagai bentuk kesedihan yang mendalam akan kehilangan anggota keluarga yang meninggal. Semakin banyak kita melihat warga Papua pedalaman memotong jarinya maka dapat diartikan telah banyak pula anggota keluarga yang mereka cintai telah meninggal dunia. Bahkan, masyarakat terdahulu Lembah Baliem, sebuah lembah pegunungan yang cukup terkenal, pernah ada tersingkap kasus dimana seorang ibu yang memotong jari anaknya yang baru lahir dengan cara menggigitnya karena ingin menghilangkan “kesialan” yang selama ini menderanya. Ia percaya dengan ia memotong jari anaknya...
Untuk urusan cinta dan kesetiaan, mungkin teman-teman bisa belajar dari Suku Dani di Papua. Saking cintanya mereka dengan pasangan atau keluarga, mereka rela memotong jari sebagai bentuk kesetiaan dan duka yang mendalam. Tradisi adalah hal yang harus dipatuhi oleh semua orang, tidak terkecuali Suku Dani yang mendiami Lembah Baliem di Papua. Diturunkan dari generasi ke generasi, hukum adat ditaati dan menjadi pedoman setiap insan Suku Dani. Adapun mereka juga memiliki tradisi potong jari atau disebut Iki Palek yang bikin geleng-geleng kepala. Saat teman-teman dari detik travel bersama rombongan Cultural Trip Mahakarya Indonesia berkunjung ke salah satu kampung di Distrik Kurulu, Wamena, tampak mama-mama Suku Dani yang memiliki tangan tanpa beberapa ruas jari. Rasa penasaran pun dibuat muncul dengan kondisi tersebut. Pemandu kami yang bernama Herriman Sihotang mengatakan, hal tersebut merupakan bagian tradisi adat dari Suku Dani tentang cinta dan kesetiaan akib...