Masyarakat Suku Bugis yang berasal dari P ulau Sulawesi terkenal sebagai masyarakat perantau. Mereka hidup berkelompok dalam suatu wilayah dan lazimnya hidup dipinggir laut, karena masyarakat Bugis adalah pelaut. Masyarakat Bugis saat ini bisa dikatakan sudah menyebar pada segala penjuru nusantara, dan membentuk kelompok-kelompok organisasi kebugisan. Di media sosial seperti Facebook sudah ada akun masyarakat Bugis yakni "Bugis Sedunia". Di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat pun masyarakat Bugis sudah ratusan tahun hidup terutama di Desa Soro, Kecamatan Kempo, sekitar 20 kilometer dari pusat kota. Bahkan di tengah kota Dompu, ada salah satu lingkungan namanya Kampung Bugis, keturunan mereka berasal dari Bugis. Suku Bugis adalah potret masyarakat yang agamis, mayoritas mereka beragama Islam. Selain beragama, suku Bugis memiliki nilai-nilai adat dan budaya yang terkenal dan cukup kental, salah satunya tradisi "Cera Labu". Pelaksanaan Cera Labu dilakukan d...
Pernahkan kalian bermain ayunan? Ayunan adalah permainan tradisional yang sampai sekarang m asih banyak dimainkan oleh anak-anak di kampung. Tetapi berbeda dengan ayunan biasa, di Suku Bugis, ayunan menjadi permainan yang sarat akan budaya dan kesakralan. Adalah Mattojang, permainan ayunan raksasa yang secara turun temurun menjadi tradisi masyarakat Bugis. Mattojang di Tradisi Masyarakat Bugis ketika Pesta Panen. Mattojang adalah permainan ayunan yang sangat besar, terbuat dari dua batang pohon kapuk yang sangat tinggi, sementara ayunan terdiri dari rotan. Dulu, ketika masih d jaman Kerajaan, Mattojang menjadi tradisi dari rangkaian upacara adat Sao Raja, yakni ketika ada pencucian benda pusaka peninggalan Arung Kulo. Tetapi sekarang, Mattojang sering diselenggarakan sebagai permainan adat masyarakat Bugis, untuk memeriahkan pesta tertentu, misalnya panen, syukuran, pernikahan, kelahiran, dan lainnya. Mattojang juga dipercaya sebagai rangkaian pros...
Maccera manurung ini adalah tradisi yang di lakukan secara turun temurun oleh masyarakat enrekang khususnya di daerah kaluppini, acara maccera manurung ini merupakan salah satu ritual pengungkapan rasa syukur atas keberhasilan tanaman pertanian . masyarakat sangat antusias untuk melakukan Tradisi ini karena hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali, bukan masyarakat enrekang saja bahkan masyarakat dari luar provinsi bahkan perantau pun berdatangan untuk ikut merayakan upacara adat tersebut.upacara ini berlangsung selama 4 hari berturut-turut. Adapun larangan (pemali ) tidak bisa di lakukan pada saat di area maccera manurung,yaitu: Memakai pakaian berwarna kuning merokok memakai emas memakan ubi jalar, kacang tanah,kambing dan kerbau putih membawa atau menyalakan lampu senter atau lampu sorot lainnya. membawa senjata tajam. Upacara adat ini di pimpin oleh petua adat setempat dan b...
Entah umurnya berapa ratus tahun, beringin itu tetap kokoh menjulang tinggi. Karena usia, beberapa bagian batang nampak lapuk. Tiga junt ai akarnya yang kini telah berubah menjadi batang, terlihat seolah penopang yang memapah tegaknya pohon tua itu. Tumbuh di antara banyaknya makam keluarga para raja, mejadikan kesan mistis melingkupi suasana. Seolah menjadi saksi, beringin itu tetap bertahan hingga kini sebagai penanda bahwa dalam teduh rerimbunan daunnya, terdapat banyak kisah di baliknya. Sebagian kisahnya tercatat apik dalam sejarah, tetapi lebih banyak bagian lainnya tersisa sebagai mitos yang melegenda. Di bawah pohon itulah, salah satu kerajaan tua di Sulawesi Selatan bermula. Lokasinya terletak di tengah kota, dalam wilayah Kelurahan Pallantikang. Pallantikang juga berarti “tempat pelantikan”. Di bawah pohon beringin itulah raja – raja Bantaeng dilantik oleh dua belas dewan adat yang dikenal nama Ada’Sampulonrua. Dewan adat ini, semacam...
Suatu pagi di Kampung Marena, Desa Pekkalobeang, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, 236 kilometer utara Makassar, Sulawesi Selatan. Sebagian desa masih tertutup kabut. Udara dingin begitu menusuk hingga terasa ke dalam tulang. Begitu dinginnya, kopi yang disajikan pun tak butuh waktu lama, apalagi ditiup, untuk menjadi dingin. Namun, rupanya dingin pagi itu tak membuat warga larut dan berniat berlama-lama dibalik sarung atau selimut. Masih pukul 06.00 Wita, sebagian besar warga dari berbagai kampung sudah mulai berkumpul di Desa Pekkalobeang. Tak hanya orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak pun turut serta. Tergambar jelas keceriaan di wajah mereka. Umumnya setiap keluarga membawa satu atau dua ekor ayam kampung hidup. Sebagian lagi membawa beragam bahan makanan baik yang sudah jadi maupun masih mentah. Berkumpulnya warga memang sudah disepakati sebelumnya oleh para tokoh adat dan tokoh masyarakat untuk melaksanakan tradisi Manrundun Banni. Ritual ini kurang lebih sama...
Musik tennong merupakan jenis musik yang dianggap khas Kabupaten Pangkep dan musik ini bersifat tradisional yang dimainkan oleh generasi dahulu hingga generasi sekarang. Tennong-tennong ini adalah alat musik yang terbuat sederhana dari bilahan kayu atau bambu, agar dapat menghasilkan bunyi yang melodis, maka tiap bilahan kayu tersebut dibuat dengan ukuran yang berbeda pula dan pada umumnya tennong tennong ini terdiri dari 12 atau 13 bilahan bahkan lebih, dengan masing masing memiliki nada yang berbeda. Jumlah personil dari pertunjukan musik tennong ini tidak tentu, namun tergantung dari banyaknya instrumen musik yang akan dimainkan. Tennong-tennong ini sebagai alat musik pendukung utama, umumnya dimainkan oleh satu dua orang di samping pendukung lainnya. Alat musik ini terbilang unik dikarenakan si penabuh duduk sambil merapatkan kedua kaki lurus kedepan dengan menjejerkan bilahan bilahan di atas kakinya dengan posisi melintang diatas pangkuan. Adapun cara untuk memainkan musik...
Museum Ne’ gandeng berada di tengah sawah. Tepatnya di Desa Palangi, Kecamatan Sa’dan Balusu. Ne’Gandeng adalah salah satu tempat wisata yang juga berada di Tana Toraja. Akan tetapi tempat wisata yang satu ini, dikenal bukan karena wisata alamnya, atau wahananya, melainkan karena Tongkonannya yang begitu banyak sehingga membuat tempat ini memiliki keunikan dari tempat wisata yang lain. Untuk lokasi sendiri, Museum Ne’ Gandeng letaknya tidak terlalu jauh dari Rantepao, hanya sekitar 10 kilometer. Transportasinya bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Tempat ini sendiri awalnya adalah tempat pelaksanaan prosesi pemakaman Ne’ Gandeng yang merupakan leluhur kampung di tahun 1994, sebagaimana yang diketahui bersama masyarakat Toraja adalah masyarakat yang menghormati leluhurnya. Kemudian dibangunlah bangunan tersebut dan lambat laun akhirnya beralih menjadi tempat wisata yang lebih menonjolkan bangunan Tongkonannya. Semasa hidupny...
Pakaian adat Suku Kajang juga terbilang unik. Suku Kajang hanya mengenal satu warna untuk pakaian adatnya, yaitu warna hitam. Sehari-hari mereka selalu mengenakan pakaian berwarna hitam, baik laki-laki maupun perempuan. Bagi mereka, warna hitam adalah adat yang kental akan kesakralan. jika kita memasuki daerah Suku Kajang, maka kita harus berpakaian serba hitam. Warna hitam bermakna persamaan dalam segala hal, termasuk pula kesederhanaan. Tidak ada warna hitam yang lebih baik antara satu yang lainnya karena semua hitam adalah sama. Makna lainnya dari warna hitam yaitu menunjukkan kekuatan, kesamaan, derajat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Penutup kepala yang dipakai disebut Passapu dan sarungnya disebut Tope Lelleng. Ada satu suku di Jawa yang pakaiannya identik dengan suku Kajang adalah suku Badui atau Urang Kanekes di Badui. Seperti suku Kajang, suku Badui pun selalu mengenakan pakaian berwarna hitam. Referensi: http://www.netralnews.com/news/r...
Dato Tiro yang bernama asli Al Maulana Khatib Bungsu merupakan salah satu penyiar agama Islam terpandang di Sulawesi Selatan. Tak hanya menyebarkan ajaran-ajaran kebaikan, Dato Tiro juga meninggalkan sejumlah warisan yang hingga saat ini terus terjaga. Salah satunya adalah sumur panjang yang dikenal oleh masyarakat Bulukumba dengan nama Pemandian Hila-Hila. Pemandian yang berada di Kecamatan Bonto Tiro atau tepatnya mengelilingi masjid kuno peninggalan Dato Tiro itu hingga saat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang paling diincar di musim liburan. Rahmat, warga setempat menuturkan, kehadiran sumur panjang itu tak bisa dilepaskan dari mukjizat Dato Tiro. Saat itu, Dato Tiro hanya membuat garis panjang yang berkelok-kelok dari tongkatnya. Bekas garisan tersebut kemudian mengeluarkan air yang banyak dan akhirnya tertampung menjadi sebuah sumur atau kolam. "Jika dilihat, kolam ini bentuknya panjang tapi berkelok-kelok," tutur Rahmat kep...