Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Padang Bolak, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang janda tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka setiap hari bekerja sebagai tenaga upahan di ladang milik orang lain. Keduanya sangat rajin bekerja dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka. Pada suatu siang, Sampuraga bersama majikannya beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang setelah bekerja sejak pagi. Sambil menikmati makan siang, mereka berbincang-bincang dalam suasana akrab. Seakan tidak ada jarak antara majikan dan buruh. “Wahai, Sampuraga! Usiamu masih sangat muda. Kalau boleh saya menyarankan, sebaiknya kamu pergi ke sebuah negeri yang sangat subur dan peduduknya hidup makmur,” kata sang Majikan. “Negeri manakah yang Tuan maksud?” tanya Sampuraga penasaran, “Negeri Mandailing na...
“.... makam dan monumen-monumen orang meninggal adalah satu-satunya tanda investasi oleh orang-orang batak rantau di kampung halaman nenek moyang mereka.” -Anthony Reid Pembangunan tugu di Bona Pasongit pada eranya salah satunya didorong oleh didirikannya patung Sisingamangaraja XX di Soposurung pada 1953, hingga akhirnya tokoh Batak itu diberi gelar Pahlawan Nasional pada Nobember 1961. Karena marga-marga lain merasa bahwa Sisingamangaraja XII hanya sebagai pahlawan Sinambela, maka mereka mulai membangun patung-patung untuk pahlawan (pendiri marga) mereka masing-masing. Pembangunan tugu (monumen makam leluhur) bagi orang batak bukanlah sesuatu yang asing. Oleh karenanya tak heran apabila saudara mengunjungi tanah batak di Sumatera Utara akan banyak sekali menemukan tugu-tugu marga yang ada pada suatu pemakaman disana. Hal tersebut kini seolah menjadi budaya yang telah dilakukan turun-menurun yang dilestarikan oleh anak cucu dan generasi penerus dari marga mereka...
Fahombo, Hombo Batu atau dalam bahasa Indonesia "Lompat Batu" adalah lahraga tradisional Suku Nias. Olahraga yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisat tradisional unik yang teraneh hingga ke seluruh dunia. Mereka harus melompati susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm. Batu yang harus dilompati adalah seperti sebuah monumen berbentuk piramida tapi dengan permukaan bagian atasnya lebih datar. Bebatuan tersebutpun berasal dari alam, yang kemudian dibentuk persegi dengan ukuran 60x90 cm. Beberapa langkah dari tumpukan batu, ada sebuah batu yang lebih besar yang berfungsi sebagai tumpuan lompatan. Biasanya ritual lompat batu ini juga diikuti dengan iringan tari 'faluya' yaitu sebuah tarian perang khas suku nias. Sejarah Lompot Batu (Fahombo) Pada zaman dulu, ada kebiasaan perang suku antar masyarakat Nias. Saat itu biasanya masing - masing kubu membuat benteng tinggi untuk melindungi wilay...
Tradisi satu ini merupakan tradisi sedekah laut atau kenduri laut yang khas dari Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Apakah Tradisi Kenduri Laut itu? Tradisi Kenduri Laut adalah salah satu tradisi tahunan yang sering dilakukan masyarakat pesisir di Pulau Sumatera, salah satunya di daerah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas hasil laut yang mereka dapatkan. Selain sabagai upacara adat, Tradisi Kenduri Laut ini juga menjadi salah satu daya tarik bagi para wisatawan yang datang kesana. Karena selain dilakukan acara ritual yang bersifat sakral, tradisi ini kemudian juga dimeriahkan dengan berbagai acara seperti perlombaan, pertunjukan dan acara hiburan lainnya. Asal Usul Tradisi Kenduri Laut Tradisi Kenduri Laut ini merupakan salah satu tradisi warisan budaya masyarakat pesisir di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Tradisi sejenis juga b...
Kain ulos ditenun menggunakan benang dengan berwarna merah, hitam dan polos. Benang tersebut berasal dari kapas yang sudah memiliki warna polos dan diberi pewarna merah dan hitam oleh parsigira. Proses mendapatkan warna merah disebut manubar , sedangkan warna hitam disebut mansop . Warna merah yang digunakan berasal dari kayu jabi-jabi dan kayu sona(angsana). Warna hitam berasal dari fermentasi buah itom, warna indigo atau biru laut dari daun salaon. Pada jaman dahulu tumbuh-tumbuhan ini biasa ditemukan di sepanjang pinggiran Danau Toba. Bahan pewarna alami tersebut kemudian direbus. Setelah jadi zat pewarna dicampur dengan tiga larutan (air bening endapan) yaitu fiksasi dengan tawas, kapur bangunan dan besi berkarat. Tujuannya untuk mengikat warna pada benang saat dicelup ke zat warna. Setelah proses pencelupan, benang kemudian dijemur sampai kering. Proses pengeringan tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Dibutuhkan 3-4 kali penjemuran. Setelah itu, dilakukan pr...
TARI TRADISIONAL ’’BUNGONG JEUMPA’’ Sinopsis Tari Bungong Jeumpa Tari bungong jeumpa berasal dari Ketika mendengar “Bungong Jeumpa” setiap orang akan mengingat Aceh. Kemegahan Lagu Bungong Jeumpa seolah telah tersebar hingga ke pelosok negeri, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara. Berikut sepenggal lirik lagu yang sangat populer itu, namun kadang keliru dilafalkan: LIRIK LAGU- Bungong Jeumpa, Bungong Jeumpa meugah di Aceh. Bungong teuleubeh-teuleubeh indah lagoina. Bungong Jeumpa, Bungong Jeumpa meugah di Aceh. Bungong teuleubeh-teuleubeh indah lagoina. Puteh kuneng meujampu mirah. Bungong si ulah indah lagoina. Puteh kuneng meujampu mirah. Bungong si ulah indah lagoina. Lam sinar buleun lam sinar buleun Angen peu ayon. Duroh meususon-meususon yang mala mala. Mangat that mubee meunyo tatem com....
(sumber : google) Partukkoan - Samosir Suku Batak memiliki banyak keanekaragaman budaya di dalamnya. Nilai-nilai seni dalam budaya batak juga cukup unik. Namun ternyata, selain budaya, batak juga memiliki banyak jenis makanan kuliner yang luar biasa nikmatnya. Demikian kata N. Pela Br. Nadeak seorang pedagang makanan kuliner di pangururan samosir. Disebutkannya, Ada banyak makanan andalan batak, misalnya Ikan Arsik, Manuk Na Pinadar, Pohul-Pohul, Mi Gomak, Lappet, Ikan Bakar dan banyak lagi. Akan tetapi saat ini, ada makanan kuliner yang sejak dahulu ada kini sudah jarang ditemukan. Makanan itu adalah "kue panungkup". "Untuk makanan kuliner yang satu ini sudah jarang ditemukan, bahkan sangat jarang. Padahal dulu, Panungkup termasuk kue andalan dan juga sering menjadi makanan serapan pagi orang batak." ucap Boru Nadeak. Diteruskannya, Kue Panungkup merupakan salah satu makanan yang sangat diminati. Bahan baku alaminya membuat makanan tersebut menjadi sebuah ciri khas d...
Pada zaman dulu di wilayah Maenamölö, Nias Selatan ada sebuah upacara di mana patung harimau diusung dan diarak keliling. Karena tidak ada harimau di Nias, patung itu (Adu Harimao) tampak lebih seperti anjing berkepala kucing. Upacara sakral ini digelar sekali setiap tujuh atau empat belas tahun. Usungan patung harimau itu kemudian dipatahkan dan patung harimau dibuang di sungai. Upacara tersebut dinamakan ‘Famatö Harimao’. Masyarakat lokal percaya bahwa semua dosa yang mereka lakukan selama tahun-tahun sebelumnya akan hanyut bersama dengan patung. Karena sebagian besar dari Orang Nias menjadi Kristen, upacara Famatö Harimao tidak lagi dirayakan. Dalam upaya untuk melestarikan dan merevitalisasi budaya lokal, upacara perarakan ini kadang-kadang dilakukan di Nias Selatan di acara-acara tertentu. Hari ini, upacara telah berubah nama menjadi 'Famadaya Harimao' (perarakan patung harimau). sumber: https://www.museum-nias.org/istiada...
Bawömataluo adalah desa tradisional terbesar dan yang terawat baik di Pulau Nias, dengan lebih dari 140 rumah tradisional. Desa ini kadang-kadang disebut Desa Raja. Sebenarnya bukan seorang raja tetapi seorang kepala suku yang kuat yang memerintah daerah itu. Desa ini sering menerima pengunjung, dan penduduk setempat melakukan upacara lompat batu yang terkenal (Hombo Batu). Tarian perang yang spektakuler juga kadang-kadang dipertunjukkan di sini. Banyak pemahat kayu yang membuat seni dan kerajinan tangan tinggal di desa ini. Sumber: https://www.museum-nias.org/situs-budaya-nias-selatan