Fahombo, Hombo Batu atau dalam bahasa Indonesia "Lompat Batu" adalah lahraga tradisional Suku Nias. Olahraga yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisat tradisional unik yang teraneh hingga ke seluruh dunia. Mereka harus melompati susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm. Batu yang harus dilompati adalah seperti sebuah monumen berbentuk piramida tapi dengan permukaan bagian atasnya lebih datar. Bebatuan tersebutpun berasal dari alam, yang kemudian dibentuk persegi dengan ukuran 60x90 cm. Beberapa langkah dari tumpukan batu, ada sebuah batu yang lebih besar yang berfungsi sebagai tumpuan lompatan. Biasanya ritual lompat batu ini juga diikuti dengan iringan tari 'faluya' yaitu sebuah tarian perang khas suku nias.
Sejarah Lompot Batu (Fahombo) Pada zaman dulu, ada kebiasaan perang suku antar masyarakat Nias. Saat itu biasanya masing - masing kubu membuat benteng tinggi untuk melindungi wilayahnya. Dibutuhkan keahlian untuk melewati benteng tersebut agar bisa menembus kubu musuh. Sejak itulah para pemuda Nias berlatih untuk melompat tinggi. Pada zaman dahulu, para pemuda ini disiapkan untuk menjadi prajurit perang dan boleh menikah. Lebih jauh, Fahombo adalah simbol harga diri lelaki Suku Nias. Hal ini berubah menjadi tradisi turun menurun dan masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi lompat batu merupakan salah satu ciri khas dari Nias.
Proses Pendewasaan Anak Laki - Laki Seorang anak laki - laki atau pemuda di Nias baru bisa dianggap dewasa apabila sudah berhasil melompati batu yang tingginya bisa lebih dari 2 meter dan lebarnya kurang lebih 90 sentimeter tersebut. Anak laki - laki di Nias sudah dilatih sejak kecil agar siap melaksanakan lompat batu. Ketika ritual fahombo dilaksanakan, pemuda Nias akan mengenakan pakaian adat pejuang Nias. Pakaian ini bermakna bahwa para pemuda tersebut sudah siap untuk menjadi laki - laki dewasa dan menghadapi segala tanggungjawab yang akan diembannya.
Tidak boleh menyentuh batu ketika melompat Selain melompati batu, ada juga ketentuan lain dalam tradisi ini. Para pemuda Nias tidak diperbolehkan menyentuh batu ketika sedang melompati batu itu. Sebab, jika kulit menyentuh batu, mereka dianggap belum berhasil. Dan jika sudah meloncat tinggi, tentu seorang juga harus memiliki teknik untuk mendarat dengan tepat. Jika salah mendarat, tubuh bisa cidera.
Tradisi yang serius Tradisi fahombo dijalankan dengan sangat serius oleh suku Nias, terlebih di masa lalu. Dulu, di atas batu akan ditambahkan rintangan seperti bambu runcing atau paku. Jika seorang pemuda berhasil melewatinya, tak jarang keluarga besar akan merayakannya, sebab melompati batu ini memang membutuhkan usaha yang sangat keras dan latihan yang lama.
Sampai saat ini, kita masih dapat menyaksikan tradisi Fahombo atau lompat batu Nias ini di Desa Baweu Mate Luwo. Sebuah desa kecil di dataran tinggi di daerah Nias Selatan.
Baweu Mate Luwo sendiri artinya Bukit Matahari. Di desa ini masih terasa kental kehidupan tradisional asli suku Nias. Rumah - rumahnya pun masih merupakan bangunan khas Nias yang mereka kenal dengan sebutan 'Omo Hada'. Rumah beratap rumbia dan konstruksi dengan kayu hutan asli ini tampak berjejer di sepanjang desa ini dengan ukuran yang sama.
Ditengah - tengah kampung ini terdapat pula sebuah rumah yang tampak lebih besar yang menjadi tempat tinggal raja kampung tersebut. Masyarakat Suku Nias setempat menyebutnya dengan 'Omo Sebua'. Konon katanya, rumah ini dahulu didesain khusus untuk anti gempa dengan pondasi dari batang pohon besar yang dibuat saling bersilangan. Masyarakat penduduk nias di desa Baweu Mate Luwo pun sangat ramah terhadap para pendatang. Ini terlihat bagaimana para turis atau wisatawan asing maupun domestik semakin banyak yang datang mengunjungi tempat ini. Selain pemandangan alam pantai yang sangat indah, tentunya ingin menyaksikan atraksi Fahambo atau Lompat Batu Nias yang unik dan langka itu.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja