Nama Desa Potronayan cukup dikenal di kalangan masyarakat Boyolali. Meski demikian, tak banyak warga yang tahu sejarah dan asal-usul desa di Kecamatan Nogosari ini. Tak banyak pula sumber dan literatur yang mengungkap asal usul desa berpenduduk 5.600-an jiwa ini. Kepala Desa Potronayan, Sugeng, mengakui memang hanya sedikit sesepuh warga desa yang masih mengingat sejarah maupun asal usul nama Desa Potronayan. Meski terdapat sejumlah versi cerita, namun secara umum Desa Potronayan tak bisa dipisahkan dari dua nama tokoh populer dalam cerita rakyat, yakni Mbah Potro dan Mbah Noyo. "Bahkan, nama Desa Potronayan ini diambilkan dari nama sosok Mbah Potro dan Mbah Noyo yang menjadi cikal bakal nama desa ini," jelasnya saat berbincang dengan Solopos.com , Sabtu (7/7/2018). Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang dalam beberapa versi, kata Sugeng, Mbah Potro dan Mbah Noyo ini adalah pasangan suami istri. Mereka memiliki tugas membuang barang...
Berawal dari cerita Tutur–Tinular dari para sesepuh desa Desa Boja dan dari dukungan dari beberapa buku catatan sejarah terkait dengan keberadaan desa Boja yang tidak lepas dari kegiatan bernama syawalan dan acara ziarah di makam se Dapu Boja, telah berjalan pada setiap tahun hingga sekarang. Dimulai dari Tokoh yang bernama Ki Ageng Pandanaran yang kita kenal sebagai salah satu Bupati di Semarang, konon adalah Bupati yang pertama. Ki Ageng Pandanaran adalah keturunan dari Pangeran Mode Pandan termasuk keturunan Sultan Demak Raden Bagus Sebrang Lor atau Pangeran Adi Pati Sepuh. Pangeran Mode Pandan mempunyai seorang putra bernama Raden Pandanaran dan seorang putri bernama Ni Pandansari. Atas kehendak Pangeran Mode Pandan beliau mengajak putra dan putrinya dengan disertai oleh beberapa pengawalnya meninggalkan kota Demak menuju ke arah barat daya guna menyebarkan agama Islam. Dan sampailah disuatu daerah yang bernama pulau tiring dan disitulah beliau mendirikan pesantren. De...
Berdasarkan sejarah yang bersumber dari sesepuh Desa Semedo, sejak zaman kewalian wilayah Desa Semedo termasuk dalam wilayah Kabupaten Tegal dan merupakan daerah pedesaan yang dikelilingi hutan yang subur serta tumbuhan yang hijau di atas tanah yang berbukit dan lebat, tak heran Desa Semedo menjadi desa untuk berjuang pada zaman pelahiran antara zaman kewalian ke zaman kemerdekaan. Pada tahun 1569 M datanglah seseorang dari Kerajaan Panjang (Pajang?) yang bernama Kanjeng Pangeran Surohadikusumo (Mbah Semedo) dan beliaulah yang pertamakali menempati dan berdiam di bukit, sampai wafat pada tahun 1679 M. Semenjak wafatnya beliau, tempat tesebut digunakan untuk bersemedi. Karena tempat tersebut untuk bersemedi, oleh masyarakat sekitar, daerah terebut diberi nama Semedi. Oleh karena perkembangan zaman dirubah menjadi Semedo. Setelah wafatnya K.P Sukohadikusumo (Mbah Semedo) kemudian pada tahun 1819 Desa Semedo kedatangan jenazah yaitu seorang Bupati Kaloran yang bernama Raden Mas Pan...
Dulu, bangunan ini bernama De Grootmoedigheid (= “Sombong”). Bangunan ini merupakan bangunan peninggalan Belanda yang didirikan oleh Gubernur Jenderal Gustaf Willem Van Imhoff pada tahun 1745 sebagai benteng pertahanan di wilayah Jawa Tengah. Ketika masih bernama De Grootmoedigheid, bangunan benteng masih kecil. Pada tahun 1775 benteng lama tersebut diganti dengan benteng baru yang lebih besar yaitu “Vastenburg” (= “Benteng Kuat”). Keadaan benteng dahulu merupakan benteng, yang berkaitan dengan Kantor Gubernur Belanda (sekarang Balaikota Surakarta), yang dimungkinkan bahwa daerah tersebut adalah daerah pusat Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Kota Solo. Kondisi benteng ini dikelilingi oleh dinding batu bata setinggi 6 meter, dan parit yang dalam serta lebar dengan penghubung berupa jembatan gantung untuk menuju ke pintu gerbang benteng, yang menghadap ke barat di mana sekaran...
Budaya Lek-Lekan Budaya Lek-Lekan merupakan salah satu budaya yang berkembang di Kota Semarang, budaya Lek-Lekan apabila dilakukan menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus, tepatnya tanggal 16 Agustus malam hingga dini hari disertai dengan doa-doa untuk para pahlawan juga disebut sebagai Tirakatan. Budaya Lek-Lekan dilakukan pada malam kemerdekaan dan saat malam 1 Suro (Malam 1 Muharram dalam kalender Islam). Kegiatan saat Lek-Lekan juga disesuaikan dengan kondisi, contohnya: Dalam peringatan Hari Kemerdekaan dikenal juga sebagai Malam Tirakatan, maka acaranya adalah menyanyikan Lagu Indonesia Raya, mengheningkan cipta, semangat kebangsaan, dan sebagai ajang perekatan antar warga. Apabila dilakukan saat Malam 1 Suro, maka diisi dengn berbagai macam doa awal tahun, zikir malam, dilanjutkan dengan solat malam. Apabila dilakukan menjelang tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Kurban), maka diisi dengan penjagaan hewan kurban secara berga...
Budaya Lek-Lekan Budaya Lek-Lekan merupakan salah satu budaya yang berkembang di Kota Semarang, budaya Lek-Lekan apabila dilakukan menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus, tepatnya tanggal 16 Agustus malam hingga dini hari disertai dengan doa-doa untuk para pahlawan juga disebut sebagai Tirakatan. Budaya Lek-Lekan dilakukan pada malam kemerdekaan dan saat malam 1 Suro (Malam 1 Muharram dalam kalender Islam). Kegiatan saat Lek-Lekan juga disesuaikan dengan kondisi, contohnya: Dalam peringatan Hari Kemerdekaan dikenal juga sebagai Malam Tirakatan, maka acaranya adalah menyanyikan Lagu Indonesia Raya, mengheningkan cipta, semangat kebangsaan, dan sebagai ajang perekatan antar warga. Apabila dilakukan saat Malam 1 Suro, maka diisi dengn berbagai macam doa awal tahun, zikir malam, dilanjutkan dengan solat malam. Apabila dilakukan menjelang tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Kurban), maka diisi dengan penjagaan hewan kurban secara berga...
Kesenian Terbang Papat Kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang sudah ada sejak lama, bahkan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Kebudayaan yang bernafaskan islam ini merupakan seni menabuh alat music sejenis rebana. Tradisi ini merupakan budaya asli Kudus yang digagas oleh para wali dan ulama Jawa. Tujuan dari diadakan tradisi ini pada zaman dahulu adalah sebagai perlawanan ulama kepada kolonialisme. Walaupun berasal dan merupakan budaya dari Jawa Tengah, namun dalam lagu terbang papat ini terdapat unsur-unsur arab karena memang budaya ini berbau dengan Islam. Kini kesenian terbang papat biasa digunakan dalam acara seperti penikahan, sunatan, atau acara-acara lain yang menggunakan adat Jawa. Dalam rangka untuk melestarikan budaya ini, pengurus Masjid Agung Kudus membuat Rekor Dunia Museum Indonesia dengan melibatkan banyak kelompok terbang papat dari berbagai kecamatan untuk bermain terbang papat dalam waktu 87 jam non stop. #OSKM2018
NANAS MADU BELIK Terletak diantara 5 kabupaten di Jawa Tengah, Gunung Slamet memberikan kekayaan alam yang luar biasa bagi masyarakat disekitarnya. Salah satunya ialah kabupaten Pemalang. Biasanya daerah pegunungan adalah daerah yang dapat ditanami segala macam buah dan sayuran. Salah satunya ialah nanas madu belik. Nanas madu belik adalah komoditas pangan alami dari kabupaten Pemalang. Tidak seperti nanas pada umumnya, nanas madu belik berbentuk lebih kecil dan berwarna kuning cenderung orange. Walaupun ukurannya lebih kecil daripada nanas pada umumnya, nanas ini memiliki rasa yang manis dibandingkan nanas pada umumnya. Selain dari rasa manisnya, nanas madu belik juga terkenal dengan aromanya yang khas. Nanas madu belik banyak ditemui di perkebunan kecematan Belik, kabupaten Pemalang. Sekitar lima tahun terakhir, nanas ini banyak ditana...
Lawang Sewu, yang berarti Seribu Pintu dalam bahasa Indonesia merupakan gedung bersejarah tepat di jantung Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini dinamai demikian dikarenakan jumlah pintunya yang -meskipun tidak mencapai seribu- banyak. Banyaknya jendela yang tinggi dan lebar juga membuat masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu. Menurut catatan, terdapat total 429 buah pintu atau lubang pintu. Sejarah Gedung Lawang Sewu dibangun oleh perusahaan Swasta Belanda Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan dijadikan sebagai kantor pusat. Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij sendiri merupakan perusahaan perkereta-apian pertama di Indonesia, yang membuat jalur kereta menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden (=Daerah Kerajaan) (sekarang menjadi daerah Surakarta dan Jogjakarta) dengan jalur pertamanya yang dibangun pada tahun 1867 menghubungkan stasiun Semarang NIS di Semarang, Jawa Tengah dan stasiun Tanggung di Tanggungharjo, Gro...