Upacara Bekti Pertiwi dan Pisungsung Jaladri Bagi masyarakat Parangtritis dan sekitarnya di Kabupaten Bantul, Yogyakarta pasti sudah akrab dengan yang namanya Upacara Jaladri. Yakni upacara yang setiap tahun selalu dilaksanakan oleh masyarakat khususnya yang tinggal di daerah Mancingan, Parangtritis. Adat upacara ini sudah rutin dilakukan oleh masyarakat warga Dusun Mancingan sejak tahun 1989. Acara atau upacara ini selalu rutin diadakan sekali dalam setahun, namun untuk bulannya bisa berubah setiap tahunnya. Tujuan dari upacara ini tidak lain adalah untuk mengungkapkan rasa syukur masyarakat Parangtritis kepada Allah SWT. Upacara ritual ini juga biasa disebut dengan sedekah laut. Arti dari upacara ini tidak lain yaitu, bekti yang berarti berbakti, pertiwi yang dapat diartikan sebagai bumi, pisungsung yang memiliki arti persembahan dan jaladri yang artinya laut atau samudra. Jadi jika digabungkan arti dari upacara ini yaitu wujud dari kebaktian masyarakat terhadap bumi dengan pe...
Prabu Druyudhana ( Suyudhana ) Raja Hastinapura sedang mengadakan siniwakan agung ( rapat paripurna ) yang juga dihadiri guru besar kerajaan, Resi Druna ( Durna ) dan Senapati Agung dari Awangga Narpati Basukarna ( Adipati Karna ), Patih Sengkuni dan para Kurawa, membicarakan tentang wangsit yang diterima Dewa melalui mimpinya akan turun wahyu Makhutarama di Kutharunggu. Kerajaan yang mendapat wahyu Makhutarama, akan menjadi negara yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, rakyatnya tidak akan menderita kekurangan apapun dan memperoleh perlindungan dari Hyang Maha Kuasa, demikianlah petunjuk dari Resi Druna ( Durna ). Sebagai murid dan sekaligus sebagai Raja, Prabu Druyudhana/Suyudhana, setelah mendengar petunjuk dari Guru Besarnya kemudian memerintahkan Senapati Agungnya Narpati Baskarna ( Adipati Karna ) untuk berangkat dan mendapatkan Wahyu Makhutarama di Pertapaan Kutharunggu. Narpati Basukarna ( Adipati Karna ) berangkat ke Pertapaan Kutharunggu disertai Sabregada (sepasuk...
"Yo, poro konco dolanan ning jobo Padang mbulan, padange koyo rino Rembulane sing ngawe-awe Ngelingake ojo podo turu sore" Puluhan tahun yang lalu, kata-kata diatas selalu dinyanyikan anak-anak kecil di daerah Jogja setiap bulan purnama. Arti dari lirik lagu tersebut secara harfiah adalah hal-hal yang ingin disampaikan oleh anak-anak tersebut. Anak-anak itu mengajak teman-temannya untuk bermain pada malam purnama (padang bulan) karena malam terasa sangat terang seperti ada matahari. Mereka girang karena akhirnya malam pun tak terlalu gelap, tak lagi gelap karena belum adanya listrik yang mengalir di kampung mereka sehingga bisa bermain berlarian di lapangan luas bersama teman-teman pada malam hari. Mereka berkata pada teman-teman mereka, 'Bulannya manggil tuh, jadi jangan pada tidur sore!' agar teman-teman mereka bisa bermain pada malam itu. Sumber: Wawancara kepada Safuroh, ibu 51 tahun yang sempat merasakan permaina...
Daerah Istimewa Yogyakarta memang terkenal dengan kekayaannya akan kain batik. Salah satu batik DIY dari Kabupaten Sleman yaitu Batik Sinom Parijotho Salak. Pada tahun 2012, Kabupaten Sleman mengadakan lomba desain batik yang dimenangkan oleh desain batik Parijotho karya Susilo radi Yuniarto. Batik Parijotho tersebut kemudian dikombinasi dengan batik salak dan pada akhirnya munculah Batik Sinom Parijotho Salak yang diklaim sebagai batik khas Sleman. Motif Batik Sinom Parijotho Salak terinspirasi dari tanaman parijotho yang merupakan tanaman dedaunan yang banyak tumbuh dikawasan lereng gunung merapi, tanaman ini juga memiliki banyak manfaat dan khasiat. Sehingga makna motif parijotho dalam batik Sinom Parijotho Salak ini melambangkan kemakmuran. Sedangkan slak pondoh sendiri merupakan tanaman asli Kabupaten Sleman. Motif utama Batik Sinom Parijotho Salak ini yaitu elemen tangkai, daun, bunga parijotho, daun salak, serta bunga salak. Sedangkan latar belakang diisi cecek yaitu titi...
Wedang cengkeh adalah salah satu minuman tradisional yang berasal dari Kota Yogyakarta. Bertahun-tahun yang lalu, minuman ini sering dijadikan minuman untuk menyambut tamu. Bahan yang diperlukan untuk membuat minuman ini tidak terlalu banyak dan mudah dijumpai di dapur. Bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut: 250 gr jahe, bakar sebentar 3 batang serai 100 gr cengkeh 2 liter air 150 gr gula jawa 100 gr gula pasir 1/4 sdt garam Sama mudahnya dengan bahan-bahan yang diperlukan, langkah-langkah pembuatannya pun tidak sulit. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Pertama, cuci bersih jahe, serai, dan cengkeh. Tiriskan hingga kering. Kemudian, memarkan jahe dan serai. Kedua, rebus air bersama seluruh bahan. Masak hingga gula larut. Angkat, saring saat akan disajikan. Di atas adalah resep yang dimiliki ibu saya untuk membuat 8 gelas wedang cengkeh. Wedang cengkeh adalah minuman yang sering dihidangk...
Rebo Pungkasan adalah tradisi masyarakat desa Wonokromo yang diselenggarakan pada hari rabu terahir bulan sapar (Nama bulan kedua dalam kalender jawa) dengan simbol utama Lemper ( Makanan tradisional ) raksasa dengan panjang 2,5 meter dan diameter 90 cm yang diarak setelah pembacaan doa oleh bupati Bantul menuju Balai Desa Wonokromo yang jaraknya kurang lebih 1 kilometer.Lemper raksasa tersebut diangkat oleh 4 orang menggunakan tandu dan diiringi oleh prajurit Bregade Lombok Abang ( prajurit kraton yogyakarta, namun dalam perayaan ini hanya masyarakat yang menyerupai bregade lombok abang ), kemudian dibelakangnya disusul oleh pasukan oncor ( orang yang membawa obor tradisional ), lalu dibelakangnya ada gunungan yang berisi hasil bumi masyarakat, dan paling belakang ada iring-iringan kesenian tradisional dari masyarakat seperti drum band prajurit kraton, drum band masyarakat, hadroh, dan lain-lain.Setelah Lemper Raksasa sampai di Balai Desa Wonokrom...
Tradisi Klotekan ini berasal dari Tanah Jawa dan Bali yang dilakukan dengan memukul lesung, kentongan dan/atau batang pohon kelapa pada saat gerhana bulan atau Matahari. Tradisi ini sudah mulai luntur, namun masih dilakukan di Gunungkidul, Jogjakarta. Seperti yang dituturkan oleh sesepuh dari Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Mbah Jo, "Masyarakat disini percaya tentang fenomena gerhana matahari dan bulan ialah adanya raksasa yang memakan matahari,". "Kami mempersiapkan teropong dan kentongan untuk melestarikan tradisi dari nenek moyang ini. Tradisi ini dapat dimaknai dari sisi budaya, bahwa nenek moyang memiliki budaya yang kaya. Salah satunya tradisi kentongan ini," ujar Mbah Jo. Diceritakan bahwa pada zaman dahulu terdapat sesosok raksasa atau masyarakat Jawa biasa menyebutnya dengan sebutan 'Buto' yang bernama Kala Rahu. Kala Rahu merupakan anak dari Dewi Sinhika dan Maharsi Kasyapa. Rahu dengan Bathara Wisnu adalah satu ayah beda ibu sehing...
Ambarketawang adalah sebuah kelurahan yang terletak di kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Nama Ambarketawang memiliki arti bau harum yang memenuhi angkasa. Nama ini diambil dari nama pesanggrahan Sultan Hamengkubuwana I, yang terletak di desa ini. Menurut sejarah, akibat perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang memecah Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunana Surakarta, dibangunlah Kraton Yogyakarta. Saat proses pembangunan kraton, untuk sementara Sultan Hamengkubuwana I dan keluarganya tinggal di sebelah barat kota Yogyakarta yang dikenal sebagai pesanggrahan Ambarketawang. Maka setelah pembangunan Kraton Ngayogyakarta selesai, Kraton Ambarketawang ditinggalkan, dan hanya dijaga oleh seorang Demang. Situs bekas Kraton itu dianggap keramat, sehingga setiap Kamis Pahing diadakan tirakatan. Pada bulan Jawa Sapar, diadakan upacara Saparan dengan acara pokok menyembelih bekakak, untuk memperingat...
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu dari 34 provinsi di Indonesia, Yogyakarta menyandang status sebagai daerah istimewa berkenaan dengan sejarah berdirinya provinsi ini pada masa lampau. Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur , sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa). Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualaman. Daerah yang memp...