 
            Pada jaman dahulu kala, di sebuah desa terpencil di daerah Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah seorang janda tua dengan seorang putrinya yang cantik jelita bernama Darmi. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah Darmi meninggal, kehidupan mereka menjadi susah. Ayah Darmi tidak meninggalkan harta warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ibu Darmi bekerja di sawah atau ladang orang lain sebagai buruh upahan. Sementara putrinya, Darmi, seorang gadis yang manja. Apapun yang dimintanya harus dikabulkan. Selain manja, ia juga seorang gadis yang malas. Kerjanya hanya bersolek dan mengagumi kecantikannya di depan cermin. Setiap sore ia selalu hilir-mudik di kampungnya tanpa tujuan yang jelas, kecuali hanya untuk mempertontonkan kecantikannya. Ia sama sekali tidak mau membantu ibunya mencari nafkah. Setiap kali ibunya mengajaknya pergi ke sawah, ia selalu menolak. ”Nak! Ayo bantu Ibu bekerja di sawah,” ajak sang Ibu....
 
                     
            Alkisah, saat Kota Sintang masih sepi penduduk, di daerah itu hidup sebuah keluarga miskin. Keluarga itu terdiri dari sepasang suami istri dan seorang anak. Mereka tinggal di sebuah rumah panggung yang sudah tua dan lapuk di tepi sungai. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, setiap hari sang ayah mencari ikan di sepanjang aliran sungai. Jika beruntung, ia terkadang memperoleh ikan yang cukup dimakan beberapa hari bersama keluarganya. Namun jika sedang sial, ia terkadang pulang tanpa membawa seekor ikan pun. Suatu hari, persediaan makanan di rumah keluarga itu telah habis. Maka, pagi-pagi sekali sang ayah pergi ke sungai untuk mencari ikan dengan menggunakan perahu. Tak lupa ia membawa dua buah pancing dengan harapan bahwa jika pancingnya putus ia masih mempunyai pancing yang lain. Dengan penuh harapan, nelayan itu mendayung perahunya menyusuri aliran sungai menuju ke arah hulu. Setiba di sebuah lubuk yang dalam, ia pun mulai mengulur salah satu pancingnya yang telah dibe...
 
                     
            Patih Gumantar adalah pemimpin Kerajaan Mempawah berkedudukan di dekat pegunungan Sidiniang, Sangking, Mempawah Hulu yang berdiri kira-kira tahun 1340 Masehi. Konon Patih Gajahmada adalah saudara dari Patih Gumantar ini, salah satu peninggalan Patih Gajahmada di kerajaan Mempawah ini adalah sebuah keris Susuhan yang diberikan Patih Gajahmada sesudah ia melakukan lawatannya ke kerajaan Muang Thai untuk membendung serangan pasukan Mongol. Patih Gumantar dikenal sebagai raja yang berjaya dan sangat kaya raya, sehingga banyak juga yang ingin merebut kekayaan ini. Pasukan dari kerajaan MIAJU nekad menyerangnya dengan kekuatan yang besar sehingga mengalahkan kerajaan Patih Gumantar dan terkayaunya kepala Patih Gumantar, karena memang saat itu adalah masa tenang dimana masuk musim berladang. kemudian dibawa oleh pasukan MIAJU ini ke kerajaannya. Tengkorak kepala Patih Gumantar diyakini memiliki khasiat yang luar biasa bagi kerajaan MIAJU ini sehingga kepala ini jaga dengan ketat da...
 
                     
            Dalam adat Dayak Kenayatn dikenal Dukun atau disebut Belian / Barian – yaitu seorang tokoh masyarakat yang dipanggil untuk melakukan upacara supaya roh-roh yang tinggal di hutan, ladang, pohon dan tempat lain agar tidak disakiti hatinya, dalam prosesi ini para balian akan mengalami trance atau kesurupan. Dalam setiap upacara ini diperlukan kurban binatang berupa ayam, babi dan anjing. Didalam adat Dayak Kenayatn dikenal dua jenis BARIAN atau dukun ini yaitu PEMBARI dan BALENGGAUNG. Pembari adalah dukun yang berhubungan dengan roh-roh suci atau malaikat baik dan memiliki asisten disebut payampang atau mandega. Sedangkan BALENGGAUNG akan menggunakan bantuan hantu, iblis dan setan untuk mengatasi masalah dan memiliki asisten yg disebut juga payampang atau mandega, serta dilengkapi dengan ANAK SAMANG untuk berbalas pantun dengan para hantu, iblis dan pujut. Jika terjadi suatu kesialan atau hal yang tidak baik terjadi misal sakit-sakitan maka PEMBARI akan dipanggil oleh pem...
 
                     
            Suku Dayak Pesaguan adalah sub-suku Dayak yang mendiami Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Indonesia. Masyarakat Dayak Pesaguan adalah kelompok masyarakat asli yang mendiami wilayah pehuluan aliran Sungai Pesaguan di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Kelompok ini tersebar di wilayah tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Tumbang Titi di bagian paling timur, Desa Lalang Panjang di bagian tengah, dan Kecamatan Sungai Melayu Raya di bagian barat. Untuk acara pemakamannya Dayak Pesaguan memiliki ritus yang disebut BATUNU – suatu acara pembakaran jenazah biasanya seorang tokoh adatnya sebelum abunya dipindahkan kedalam SANDONG atau dikenal sebagai prosesi NYANDUNG. Pada prosesi BATUNU ini akan dikumpulkan Kayu Tunu untuk bahan membakarnya, biasanya pada wanita jumlah kayu tununya akan lebih banyak sebagai bentuk penghormatan bagi kaum wanita. Mengingat biaya upacara ini sangat mahal karena memerlukan kurban hewan yang tidak sedikit, maka seringkali jenazah akan dikuburk...
 
                     
            Dayak Embaloh adalah termasuk rumpun Dayak Tamanic dan berada didaerah Kapuas Hulu. Dayak Embaloh terkenal sebagai suku pengerajin manik-manik & perak, senjata, kain dan juga dikenal sebagai suku pedagang. Oleh sebab itu Dayak Embaloh banyak menjalin hubungan yang erat dengan suku-suku Dayak sekitarannya seperti Dayak Iban. Dalam masyarakat Dayak Embaloh, strata manusia dibagi dalam lima tingkatan: 1. Kaum Bangsawan atau disebut SAMAGAT – Keturunan kerajaan 2. Kaum Perantau / pedagang atau orang kaya disebut PABIRING 3. Rakyat biasa disebut BANUAKA – Masyarakat yang tinggal didalam rumah betang. Namun saat ini istilah BANUAKA dipakai oleh Suku Dayak Taman untuk menunjukkan mereka suku asli di Banua 4. Rakyat dengan derajat rendah atau disebut ULUN 5. Kaum budak atau disebut PANGKAM – apabila sang pemilik budak ini meninggal maka para budaknya juga harus ikut mati bersama tuannya. Dayak Embaloh terkenal akan sistem pertah...
 
                     
            Dange adalah upacara adat yang tertinggi dan sakral dalam deretan upacara lalii’ (peraturan dan larangan dalam simbol adat berdasarkan keyakinan; Mikhail Coomans, 1987) pada sistim perladangan suku Kayaan. Karenanya upacara sakral ini mesti dilakukan setiap tahun. Dange yang dilakukan setelah panen padi yang jatuh sekitar bulan April-Mei setiap tahun ini, bermakna positif bagi masyarakat Kayaan. Yakni selain digunakan sebagai moment untuk bersyukur atas hasil perladangan, juga untuk meminta hasil perladangan yang berlimpah untuk tahun berikutnya, melalui Savit Puyaang Lahe alang hipun kenap sayuu’ nite (Tuhan pencipta langit dan bumi yang memiliki sifat murah hati) agar memberikan rejeki pada umatnya. Dalam upacara dange, selain mengadakan tarian pejuu’ lassah, yang merupakan simbol dan media bagi masyarakat Kayaan untuk menyampaikan doanya dan permohonan pada Tuhan, juga mengadakan ritual neguk (neguk; asal kata dari mengetuk. Ritual ini bertujuan untuk meminta...
 
                     
            Tari Pingan merupakan sebuah tarian tunggal yang dilakukan pada masyarakat Dayak Mualang. Tarian ini memberikan gambaran mengenai rasa syukur untuk semua rezeki yang telah diberikan dan selalu dilimpahkan oleh Tuhan kepada masyarakat Dayak Mualang. Tarian ini dibagi menjadi dua, yaitu Tari pingan laki dan indu. Diantara kedua macam tarian tersebut ada kesamaan dan juga perbedaan. Biasanya penari membawa piringan putih, pada zaman dulu piringan masih menggunakan piringan batu dan menggunakan cincin yang seukuran jari tengah penari. Tari tersebut diiringi dengan musik tradisional bernama Tebah Undup Biasa. Sumber: http://www.ragamseni.com/13-macam-tarian-adat-yang-berasal-dari-kalimantan/
 
                     
            Dalam bahasa Dayak, Sipet memiliki arti senjata tiup yang bernama sumpit. Senjata ini memiliki 2 bagian, yaitu sipet /selongsong yang berbahan kayu berongga atau bambu serta anak sumpit (damek). Selongsong sipet ini biasanya berukuran 1,5-2,5 meter. Sedangkan rongga yang ada di bagian tengah berukuran 0,35-0,75 cm. kayu dan rongga sipet yang dibuar harus benar-benar lurus sehingga membuat tembakan menjadi semakin akurat. Selongsot sipet tersebut digunakan untuk damek sebagai anak sumpit. Damek terbuat dari kayu atau bamboo yang tajam berukuran kecil. Jika digunakan untuk berburu atau perang, biasanya mata runcing damek ditambahkan dengan racun yang berasal dari getah pohon ipuh. Meskipun berasal dari getah pohon, namun jangan salah jika racun ini amat mematikan. Jika damek beracun ini dapat melukai harimau dewasa, maka dalam waktu 10 menit saja harimau tersebut bisa mati. Suku Daya, Kalimantan barat memang sudah terbiasa menggunakan sipet sejak dari zaman nenek moyang dahulu. Te...
