Apa sih itu “Dole-Dole”? secara harfiah kata Dole-Dole berarti guling-guling. Upacara ini diperuntukkan bagi anak balita sebagai rangkaian pemberian nama kepada anak bersangkutan. Menurut kepercayaan masyarakat Buton bahwa anak yang telah melalui prosesi ini akan terhindar dari segala macam penyakit. pelaksanaan dole-dole tidak ditentukan pada usia berapa si anak. Kapan pun dapat dilaksanakan asal hari baik silahkan di langsungkan. Jika melihat dari sejarah, pelaksanaan upacara dole-dole bermula dari jaman Sipanjonga (salah seorang dari mia patamianan- pendiri kerajaan Wolio-Buton). Perkawinan Sipanjonga dengan Sibanaa melahirkan seorang putra yang diberi nama Betoambari. Namun sejak bayi, Betoambari selalu sakit-sakitan. Melihat kondisi demikian, Sipanjonga kemudian menggelar suatu upacara pengobatan bagi Betoambari, Alhasil setelah upacara tersebut Betoambari berangsur sembuh. Dari pengalaman itu Si Panjonga kemudian berwasiat agar kelak anak...
Upacara yang berkaitan dengan Nuzulul Qur’an (Qunut). Upacara ini biasanya dilaksanakan pada pertengahan bulan suci Ramadhan atau pada 15 malam puasa. Dulunya, masyarakat memeriahkannya dengan membawa makanan ke masjid keraton dan dimakan secara bersama-sama menjelang waktu sahur. Qunua dilakukan usai salat tarwih dan dirangkaian dengan sahur secara bersama-sama di dalam masjid. Sumber: http://www.timur-angin.com/2009/08/tradisi-haroa-yang-lestari.html
Perkawinan dalam masyarakat Muna sangat unik yang berbeda dengan Suku lainnya di Indonesia. Sistem perkawinan ini telah ada semenjak dahulu kala sebelum masuknya agama Islam di Muna. Setelah datangnya Islam dan diterimanya agama ini oleh seluruh rakyat Muna, sistem perkawinan yang dahulunya tetap tidak berubah terutama yang berhubungan dengan masalah mahar (mas kawin). Yang berubah hanyalah proses ijab kabul-nya saja yang mengikuti ajaran Islam sebagai perkawinan dalam Islam. Pada suatu ketika salah seorang Cucu Raja La Ode Husein (La Ode Husein bergelar Omputo Sangia) yang bernama Wa Ode Kadingke (Putri La Ode Zainal Abidin yang menjadi Kapitalau Lasehao, mungkin semacam Adipati di Jawa) menikah dengan orang Asing (Suku Bugis). Perkawinan tersebut ditantang keras oleh Raja Muna yang saat itu bernama La Ode Sumaili yang tidak lain adalah saudara sepupu Wa Ode Kadingke. Alasan Raja menentang perkawinan tersebut adalah bertentangan dengan syariat Islam. Akan tetapi Wa Ode Kadin...
Legenda Danau Lau Kawar merupakan sebuah legenda yang berkembang di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki wilayah seluas 2.127,25 km2 ini terletak di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan, Sumatera Utara. Oleh karena daerahnya terletak di dataran tinggi, sehingga kabupetan ini dijuluki Taneh Karo Simalem. Kabupaten ini memiliki iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16o sampai 17oC dan tanah yang subur. Maka tidak heran, jika daerah ini sangat kaya dengan keindahan alamnya. Salah satunya adalah keindahan Danau Lau Kawar, yang terletak di Desa Kuta Gugung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Air yang bening dan tenang, serta bunga-bunga anggrek yang indah, yang mengelilingi danau ini menjadi pesona alam yang mengagumkan. Menurut masyarakat setempat, sebelum terbentuk menjadi sebuah danau yang indah, Danau Lau Kawar adalah sebuah desa yang bernama Desa Kawar. Dahulu, daerah tersebut merupakan kawasan pertanian yang sangat subur. Mata pencaha...
La Onto-Ontolu adalah putra sulung seorang raja di bulan. Suatu ketika, ia turun ke bumi dengan menyamar menjadi sebutir telur. La onto-ontolu dalam bahasa Buton (Sulawesi Tenggara) berarti telur. Setelah tinggal di bumi, ia menikahi putri bungsu Raja Buton. Namun, pernikahan mereka membuat keenam kakak kandung putri bungsu iri hati dan dendam. Suatu hari, mereka berniat untuk mencelakai La Onto-Ontolu. Dikisahkan bahwa di planet bulan ada seorang pemuda perkasa dan sakti mandraguna bernama Sumantapura . Ia adalah putra sulung raja di bulan. Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, Sumantapura kerap mengelilingi angkasa raya untuk melihat-lihat suasana. Suatu ketika, ia sempat menyaksikan keindahan bumi. Oleh karena kagum dan penasaran, maka meluncurlah ia ke bumi dengan menyamar menjadi sebutir telur. Setiba di bumi, Sumantapura hinggap di petarangan (tempat ayam mengerami telurnya) milik seorang nenek. Rupanya,...
Orang mengira Burung Cenderwasih hanya ada di Papua. Tetapi, burung jenis ini ternyata juga ada di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kabupaten Muna. Masyarakat di sana menyebutnya dengan nama Burung Ntaapo-Apo. Menurut kisah, burung ini merupakan penjelmaan seorang anak laki-laki yang bernama La Ane. Alkisah , di sebuah kampung di daerah Muna, Sulawesi Tenggara, hiduplah seorang janda bersama seorang anak laki-lakinya bernama La Ane . Suaminya meninggal dunia saat La Ane masih bayi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, janda itu mengolah kebun yang luasnya tidak seberapa. Kebun itu ia tanami ubi dan jagung untuk dimakan sehari-hari. Selain kebun, sang suami juga mewariskan seekor kuda jantan. Janda itu amat sayang kepada La Ane. Ia merawatnya dengan penuh kasih sayang hingga tumbuh menjadi besar. Namun, La Ane yang telah menginjak usia remaja itu tidak pernah membantu ibunya bekerja. Dari bangun hingga tidur lagi, kerjanya hanya bermain gasing bersam...
LAPA-LAPA Lapa-lapa merupakan salah satu makanan khas Sulawesi Tenggara yang umumnya disajikan saat hari raya . Makanan ini mirip dengan ketupat dengan bentuk memanjang. Lapa-lapa terbuat dari beras, ketan putih atau bisa juga hitam yang dimasak setengah matang bersama santan kelapa. Kemudian dibungkus memanjang dengan lilitan daun kelapa muda dan tali. Lapa-lapa direbus sampai matang, kurang lebih 4 jam. Rasanya yang gurih dapat disajikan dengan opor ayam, sate daging, sup ikan, parutan kelapa yang dikukus, dsb. Berikut ini adalah bahan dan langkah pembuatan lapa-lapa khas Sulawesi Tenggara. Bahan dan Bumbu Beras/Ketan putih/Ketan hitam Santan kelapa Garam halus Daun pisang Tali (dari pelepah pohon pisang) Daun kelapa muda (Janur) Alat Kukusan Panci untuk merebus Wadah untuk mencampurkan beras dan santan Pengaduk Kompor Langkah Membuat Lapa-Lapa B...
Kabuto merupakan makanan berasal dari Kabupaten Muna dan Buton yang berbahan dasar ubi atau singkong. Proses awalnya setelah ubi dibersihkan dibiarkan berjamur terlebih dahulu. Dalam jangka waktu lama dibiarkan mengering dan akan menambah rasa kenikmatan dan aroma dari makanan ini saat disajikan.
Lapa-lapa ini makanan khas Sultra yang mempunyai cita rasa gurih, sebagai pelengkap biasanya lapa-lapa ini disantap dengan ikan kaholeonarore (ikan asin). Dalam pengolahan lapa-lapa ini berasnya dimasak bersama-sama santan, hingga setengah matang kemudian diangkat dan didinginkan, kemudian direbus. Namun sebelum direbus dibungkus dulu menggunakan janur kelapa yang muda.