Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara Sumatera Utara
ASAL USUL DANAU "LAU KAWAR" DI KABUPATEN KARO
- 20 Juli 2018
Legenda Danau Lau Kawar merupakan sebuah legenda yang berkembang di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki wilayah seluas 2.127,25 km2 ini terletak di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan, Sumatera Utara. Oleh karena daerahnya terletak di dataran tinggi, sehingga kabupetan ini dijuluki Taneh Karo Simalem. Kabupaten ini memiliki iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16o sampai 17oC dan tanah yang subur. Maka tidak heran, jika daerah ini sangat kaya dengan keindahan alamnya. Salah satunya adalah keindahan Danau Lau Kawar, yang terletak di Desa Kuta Gugung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Air yang bening dan tenang, serta bunga-bunga anggrek yang indah, yang mengelilingi danau ini menjadi pesona alam yang mengagumkan.
 
Menurut masyarakat setempat, sebelum terbentuk menjadi sebuah danau yang indah, Danau Lau Kawar adalah sebuah desa yang bernama Desa Kawar. Dahulu, daerah tersebut merupakan kawasan pertanian yang sangat subur. Mata pencaharian utama penduduknya adalah bercocok tanam. Hasil pertanian mereka selalu melimpah ruah, meskipun tidak pernah memakai pupuk dan obat-obatan seperti sekarang ini. Suatu waktu, terjadi malapetaka besar, sehingga desa Kawar yang pada awalnya merupakan sebuah desa yang subur menjelma menjadi sebuah danau. 
 
Alkisah, Disebuah desa yang sangat subur di daerah Kabupaten Karo. Desa Kawar namanya. Penduduk desa ini umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Hasil panen mereka selalu melimpah ruah. Suatu waktu, hasil panen mereka meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Lumbung-lumbung mereka penuh dengan padi. Bahkan banyak dari mereka yang lumbungnya tidak muat dengan hasil panen. Untuk mensyukuri nikmat Tuhan tersebut, mereka pun bergotong-royong untuk mengadakan selamatan dengan menyelenggarakan upacara adat.
 
Pada hari pelaksanaan upacara adat tersebut, Desa Kawar tampak ramai dan semarak. Para penduduk mengenakan pakaian yang berwarna-warni serta perhiasan yang indah. Kaum perempuan pada sibuk memasak berbagai macam masakan untuk dimakan bersama dalam upacara tersebut.
 
Pelaksanaan upacara juga dimeriahkan dengan pagelaran Gendang Guro-Guro Aron, musik khas masyarakat Karo. Pada pesta yang hanya dilaksanakan setahun sekali itu, seluruh penduduk hadir dalam pesta tersebut, kecuali seorang nenek tua renta yang sedang menderita sakit lumpuh. Tidak ketinggalan pula anak, menantu maupun cucunya turut hadir dalam acara itu. Tinggallah nenek tua itu seorang sendiri terbaring di atas pembaringannya.
“Ya, Tuhan! Aku ingin sekali menghadiri pesta itu. Tapi, apa dayaku ini. Jangankan berjalan, berdiri pun aku sudah tak sanggup,” ratap si nenek tua dalam hati.
Dalam keadaan demikian, ia hanya bisa membayangkan betapa meriahnya suasana pesta itu. Jika terdengar sayup-sayup suara Gendang Guro-guro Aron didendangkan, teringatlah ketika ia masih remaja. Pada pesta Gendang Guro-Guro Aron itu, remaja laki-laki dan perempuan menari berpasang-pasangan. Alangkah bahagianya saat-saat seperti itu. Namun, semua itu hanya tinggal kenangan di masa muda si nenek. Kini, tinggal siksaan dan penderitaan yang dialami di usia senjanya. Ia menderita seorang diri dalam kesepian. Tak seorang pun yang ingin mengajaknya bicara. Hanya deraian air mata yang menemaninya untuk menghilangkan bebannya. Ia seakan-akan merasa seperti sampah yang tak berguna, semua orang tidak ada yang peduli padanya, termasuk anak, menantu serta cucu-cucunya.
 
Ketika tiba saatnya makan siang, semua penduduk yang hadir dalam pesta tersebut berkumpul untuk menyantap makanan yang telah disiapkan. Di sana tersedia daging panggang lembu, kambing, babi, dan ayam yang masih hangat. Suasana yang sejuk membuat mereka bertambah lahab dalam menikmati berbagai hidangan tersebut. Di tengah-tengah lahabnya mereka makan sekali-kali terdengar tawa, karena di antara mereka ada saja yang membuat lelucon. Rasa gembira yang berlebihan membuat mereka lupa diri, termasuk anak dan menantu si nenek itu. Mereka benar-benar lupa ibu mereka yang sedang terbaring lemas sendirian di rumah.
 
Sementara itu, si nenek sudah merasa sangat lapar, karena sejak pagi belum ada sedikit pun makanan yang mengisi perutnya. Kini, ia sangat mengharapkan anak atau menantunya ingat dan segera mengantarkan makanan. Namun, setelah ditunggu-tunggu, tak seorang pun yang datang.
“Aduuuh… ! Perutku rasanya melilit-lilit. Tapi, kenapa sampai saat ini anak-anakku tidak mengantarkan makanan untukku?” keluh si nenek yang badannya sudah gemetar menahan lapar. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ia mencoba mencari makanan di dapur, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa. Rupanya, sang anak sengaja tidak memasak pada hari itu, karena di tempat upacara tersedia banyak makanan. Akhirnya, si nenek tua terpaksa beringsut-ingsut kembali ke pembaringannya. Ia sangat kecewa, tak terasa air matanya keluar dari kedua kelopak matanya. Ibu tua itu menangisi nasibnya yang malang.“Ya, Tuhan! Anak-cukuku benar-benar tega membiarkan aku menderita begini. Di sana mereka makan enak-enak sampai kenyang, sedang aku dibiarkan kelaparan. Sungguh kejam mereka!” kata nenek tua itu dalam hati dengan perasaan kecewa.
Beberapa saat kemudian, pesta makan-makan dalam upacara itu telah usai. Rupanya sang anak baru teringat pada ibunya di rumah. Ia kemudian segera menghampiri istrinya. 
“Isriku! Apakah kamu sudah mengantar makanan untuk ibu?” tanya sang suami kepada istrinya. “Belum?” jawab istrinya.“Kalau begitu, tolong bungkuskan makanan, lalu suruh anak kita menghantarkannya pulang!” perintah sang suami.“Baiklah, suamiku!‘ jawab sang istri. Wanita itu pun segera membungkus makanan lalu menyuruh anaknya, “Anakku! Antarkan makanan ini kepada nenek di rumah!” perintah sang ibu.“Baik, Bu!” jawab anaknya yang langsung berlari sambil membawa makanan itu pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, anak itu segera menyerahkan makanan itu kepada neneknya, lalu berlari kembali ke tempat upacara.
Alangkah senangnya hati sang nenek. Pada saat-saat lapar seperti itu, tiba-tiba ada yang membawakan makanan. Dengan perasaan gembira, sang nenek pun segera membuka bungkusan itu. Namun betapa kecewanya ia, ternyata isi bungkusan itu hanyalah sisa-sisa makanan. Beberapa potong tulang sapi dan kambing yang hampir habis dagingnya.
“Ya, Tuhan! Apakah mereka sudah menganggapku seperti binatang. Kenapa mereka memberiku sisa-sisa makanan dan tulang-tulang,” gumam si nenek tua dengan perasaan kesal.
Sebetulnya bungkusan itu berisi daging panggang yang masih utuh. Namun, di tengah perjalanan si cucu telah memakan sebagian isi bungkusan itu, sehingga yang tersisa hanyalah tulang-tulang. Si nenek tua yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, mengira anak dan menantunya telah tega melakukan hal itu. Maka, dengan perlakuan itu, ia merasa sangat sedih dan terhina. Air matanya pun tak terbendung lagi. Ia kemudian berdoa kepada Tuhan agar mengutuk anak dan menantunya itu.
“Ya, Tuhan!” Mereka telah berbuat durhaka kepadaku. Berilah mereka pelajaran!” perempuan tua itu memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
Baru saja kalimat itu lepas dari mulut si nenek tua, tiba-tiba terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat. Langit pun menjadi mendung, guntur menggelegar bagai memecah langit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya. Seluruh penduduk yang semula bersuka-ria, tiba-tiba menjadi panik. Suara jerit tangis meminta tolong pun terdengar dari mana-mana. Namun, mereka sudah tidak bisa menghindar dari keganasan alam yang sungguh mengerikan itu. Dalam sekejap, desa Kawar yang subur dan makmur tiba-tiba tenggelam. Tak seorang pun penduduknya yang selamat dalam peristiwa itu.
 
Beberapa hari kemudian, desa itu berubah menjadi sebuah kawah besar yang digenangi air. Oleh masyarakat setempat, kawah itu diberi nama Lau Kawar. Demikianlah cerita tentang Asal Mula Danau Lau Kawar dari daerah Tanah Karo, Sumatera Utara.
 
Sumber: http://agathanicole.blogspot.com/2014/05/legenda-cerita-rakyat-provensi-sumatra_23.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline