Vihara ini termasuk salah satu peninggalan masa lampau yang sudah mengalami perubahan bentuk dan letak lokasi. Semula bangunan ini berada di Kampung Pacinan, tempat bermukimnya imigran Cina namun sekarang letaknya berdampingan dengan Benteng Speelwijk Banten Lama. Bangunan dengan gaya arsitektur Cina itu penuh dengan hiasan relief naga warna merah dan kuning. Hingga sekarang setiap hari banyak dikunjungi peziarah dan wisatawan. Salah satu Vihara tertua di Indonesia ini mengadakan perayaan besar seperti Hari Kesempurnaan Budha dan Kelahiran Dewi Kwan Im Hut Coe. Bangunan ini merupakann bukti bahwa Banten sejak lama telah menjalin hubungan yang harmonis dengan pemeluk agama selain Islam.
Naya Wipraya dan Jaya Sedana memiliki nama lengkap Kyai Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana adalah Duta Besar Banten yang dikirim ke London pada tahun 1682. Kedua Duta ini menjadi tamu kehormatan Raja Inggris, Charles II selama tiga setengah bulan. Lawatan ke London oleh dua Duta dari Banten beberapa bagian tulisannya ditulis oleh Dra Setiawaty Sulaeman ketika menjabat Atase Kebudayaan Kedubes RI di london kemudian dikembangkan oleh Dr. Russel Jones berjudul The First Indonesia Mission to London pada tahun 1982.
Kata P atingtung diambil dari bunyi-bunyian waditra atau alat musik, seperti gendang atau kendang. Patingtung dapat diuraikan menjadi tiga suku kata, yaitu pa-ting-tung. Pa dari kata pak dimaksudkan suara gendang kulanter atau talipak (kendang kecil yang diberdirikan); tIng suara gendang talipung (kendang kecil yang dibaringkan) dan tung suara kendang atau bedug yang besar. Seni Patingtung merupakan jenis kesenian yang memadukan pencak silat dengan tarian. Keberadaan tarian di dalam seni Patingtung sebagai selingan. Adapun gerak dasar tarian dalam Seni Patingtung sangat didominasi oleh gerakan pencak silat sehingga seni ini dapat dikatakan identik dengan pencak silat. Tarian dalam seni Patingtung bersifat atraktif karena gerakan-gerakannya menggambarkan ketangkasan,baik dalam hal menggunakan piring-piring dari beling maupun menggunakan belati yang ditikamkan di dada penari sendiri. Sejarah da...
Tangerang memang salah satu kota metropolitan dari provinsi Banten, selain itu pada kota tersebut banyak sekali hal-hal yang bisa dijadikan kebudayaan dari segi manapun. Salah satunya adala segi arsitektur, di Kota Tangerang terdapat suatu hasil mahakarya yang menakjubkan dalam segi tersebut. Bangunan tersebu bernama Tugu Adipura. Bangunan ini beralamat di Jl. M. Yamin, Kota Tangerang, Banten. Area di sekitar Tugu Adipura sering dijadikan sebagai titik pertemuan berbagai komunitas, juga dijadikan tempat untuk acara Car Free Day yang biasa diselenggarakan setiap hari Minggu. Tempat ini bias menjadi sarana yang bagus untuk bersosialisasi, apalagi dengan adanya kegiatan Car Free Day. Tugu ini juga bisa mengingatkan masyarakat Tangerang agar tetap menjaga kebersihan di lingkungannya. Sehingga kota Tangerang bisa menjadi tempat yang lebih nyaman, indah dan aman. Masyarakat harus bekerjasama dengan pemerintahan agar mempertahankan gelar ini. Terbentuknya Tugu adalah pada tangg...
Dibangun di atas lahan seluas 2,25 hektare dengan luas bangunan 5.775 meter persegi serta lahan parkir 14.000 meter persegi menjadikan masjid dengan gaya arsitektur timur tengah ini adalah masjid terbesar yang ada di Kota Tangerang. Adapun masjid dengan warna dominan biru langit ini mampu menampung jamaah sebanyak 15.000 orang. Pada monumen peresmian yang berdiri di halaman depan masjid tertera bahwa peletakan batu pertama pembangunan masjid dilakukan pada 7 Juli 1997 oleh Walikota Tangerang saat itu yaitu H Djakaria Machmud dengan Ketua Panitia Pembangunannya HMA Thahiruddin. Pembangunan pun selesai pada 28 Pebruari 2003 dan diresmikan oleh Menteri Agama RI saat itu yaitu Said Agil Husin Al Munawar. Sementara seremonial peresmiannya juga dilakukan pada 23 April 2003 oleh Walikota Tangerang saat itu H Moch Thamrin. Dituturkan Asrofi H Yusuf, Petugas Bagian Administrasi dan Perijinan Masjid Raya Al A'zhom, bahwa masjid berkubah besar i...
Tari tradisional merupakan gabungan beberapa gerakan yang mengandung makna. Tari tradisional dibentuk oleh para leluhur dengan tujuan tertentu dan tentunya berbeda di setiap daerah tergantung kebudayaannya. Tarian tradisional bisa juga menjadi daya tarik tersendiri bagi turis baik mancanegara maupun domestik. Di Indonesia sendiri bisa dibilang setiap daerah memiliki kebudayaan dengan ciri khas masing-masing. Salah satu contohnya adalah Tari Lenggang Cisadane. Tarian ini berasal dari kota Tangerang. Tarian ini cukup unik karena tarian ini bukan justru menonjolkan kebudayaan Tangerang, melainkan justru menunjukkan kebudayaan yang terkontaminasi kebudayaan Betawi. Sayangnya tarian ini kurang berkembang di mata masyarakat, artinya bahwa kurang adanya eksistensi mengenai tarian khas Banten ini. Tulisan in ibertujuan untuk menambah wawasan terhadap tari Lenggang Cisadane ini. Sejarah Tari Lenggang Cisadane Tari lenggang cisadane merupakan salah satu kebudayaan di kota tangerang....
Beberapa penari berjalan kesana kemari sembari menganyunkan tangan kanan dan kirinya secara bergantian. Tangan-tangan itu pula bergerak sesuai dengan langkah kaki mereka. Dengan busana berwarna cerah dan aksesoris pelengkap, mereka menari mengikuti iringan musik yang dimainkan dengan manisnya. Tari yang dibawakan ini merupakan tarian tradisional yang berasal dari daerah Tangerang. Tari Lenggang Cisadane namanya. Nama Cisadane diambil dari nama sungai terkenal yang membelah dan membentang di sepanjang kota, yang juga merupakan ikon daerah ini. Makna penamaan Cisadane menyiratkan arti sebagai orang yang menginjakkan kakinya di Tangerang dan meminum air sungainya akan merasa betah berada di daerah ini. Diharapkan pula, nama Cisadane bisa dijadikan sebagai ciri khas yang mewakili daerah Tangerang. Kata Lenggang sendiri diartikan sebagai seseorang yang berjalan atau melangkah dengan cara berlenggang. Lenggang merupakan sebuah gerakan berjalan sembari menganyun-ngayunkan tangan kanan da...
Sumber: https://lektur.kemenag.go.id/ Logo Kemenag RI LKK_BANTEN2013_CIMAUNG PARUKUNAN DAN AJIMAT LKK_BANTEN2013_CIMAUNG Nama Pemilik Bhs. Arab dan Jawa Aksara Arab Prosa TS LKL 88 hal/8 baris/hal Ukuran 16 x 9,5 cm Kertas HVS Bergaris Naskah ini berisi teks dengan judul Parukunan dan Ajimat, Penulisnya tidak disebutkan. Naskah ini adalah naskah asli yang berasal dari Cimaung, Puloampel, Kabupaten Serang. Naskah ini memiliki ukuran 21 x 16,5 cm, dengan tebal naskah 0,5 cm. Ukuran teks naskah 12,5 x 7 cm, dengan ukuran huruf 0,7 cm. Margin Recto: kiri 1 cm, atas 1,3 cm, kanan 1,5 cm, dan bawah 2,3 cm; sedangkan Margin Verso: kiri 1,5 cm, atas 1,5 cm, kanan 0,8 cm, dan bawah 1,5 cm. Isi naskah berbahasa Arab dan Jawa, ditulis dengan aksara Arab menggunakan khat Nasakh. Tulisan berwarna hitam, di atas bahan kertas HVS bergaris warna coklat. Jumlah halaman 88, dengan jumlah baris per halamannya 8 baris. Tidak terdapat Kuras, Kata Alihan, maupun Kolofon. Tahun...
Sumber: https://lektur.kemenag.go.id/ Logo Kemenag RI LKK_BANTEN2013_D01 Al-Muf³d LKK_Banten2013_D01 Bhs. Arab dan Jawa Aks. Arab Prosa TH 60 hal/7 baris/hal. 26 x 21 cm Kertas Eropa Naskah ini terdiri dari beberapa teks, yaitu teks bahajatul-ulµm, al-Mift?h, al-Muf³d, Nµr Nurman, Nµr ad-daq?, daq?iq, inna awla dan asy-Syarhu, dan lain-lain. Naskah merupakan naskah yang berasa dari daerah Gembong Jayanti kab. Tangerang, milik H. Dimyati. Naskah kurang lengkap, ada beberapa halaman awal dan akhir yang hilang, penulis dan penyalinnya tidak disebutkan. Naskah tidak memiliki nomer halaman, tidak memiliki kata alihan, ilustrasi, dan iluminasi. Naskah ditulis di atas kertas Eropa dengan watermark dan counter mark, namun agak sulit untuk mengidentifikasinya, karena tertutupi oleh tulisan. Naskah ditulis dengan tinta hitam dan merah, dan dijilid dengan benang. Kondisi naskah cukup baik, meskipun ada beberapa halaman yang bolong, sobek, dan terlepas dari jilidannya...