Sulawesi Barat sebagian besar dihuni oleh suku Mandar (49,15%) dibanding dengan suku-bangsa lainnya seperti Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar (1,59%) dan lainnya (19,15%). Maka adat dan tradisi suku Mandar lebih berkembang di daerah ini. Salah satu tradisi orang Mandar yang sangat terkenal adalah tradisi penjemputan tamu-tamu kehormatan baik dari dalam maupun luar negeri. Penyambutan tamu kehormatan tersebut sedikit berbeda dari daerah lainnya. Para tamu kehormatan tidak hanya disambut dengan pagar ayu atau pengalungan bunga, tetapi juga dengan Tari Patuddu. Tari Patuddu yang memperagakan tombak dan perisai ini disebut juga tari perang. Disebut demikian karena sejarah tarian ini memang untuk menyambut balatentara KERAJAAN BALANIPA yang baru saja pulang dari berperang. Menurut sebagian masyarakat setempat, Tari Patuddu ini lahir karena sering terjadi huru-hara dan peperangan antara balatentara Kerajaan Balanipa dan Kerajaan Passokorang pada masa lalu. Set...
Alkisah, di daerah Mandar, Sulawesi Barat, hidup seorang gadis cantik jelita bersama seorang adiknya yang masih berumur sepuluh tahun. Kedua kakak beradik itu adalah yatim piatu. Mereka hidup rukun dan saling menyayangi. Mereka tinggal di sebuah rumah panggung peninggalan orang tua mereka yang berada di tengah hutan belantara, jauh dari permukiman penduduk. Dari kejauhan, rumah mereka hampir tidak kelihatan, karena selain tertutupi pepohonan rindang di sekitarnya, juga diselubungi oleh tanaman paria (pare) yang menjalar mulai dari tiang, tangga, dinding, hingga ke atap rumahnya. Itulah sebabnya, gadis cantik itu dipanggil Samba` Paria , yang berarti perempuan yang rumahnya diselubungi tanaman paria. Pada suatu hari, Samba` Paria bersama adiknya sedang asyik menyantap makanan jepa di dalam rumah. Tanpa disengaja, ketika sang Adik akan memasukkan jepa ke dalam mulutnya, tiba-tiba terlepas dari tangannya dan langsung jatuh ke tanah. Mereka membi...
I Tui-Tuing adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. I Tui-Tuing dalam bahasa Mandar terdiri dari dua kata, yaitu i yang berarti “si” (menunjuk pada dia lelaki ataupun perempuan), dan tui-tuing yang berarti ikan terbang. Jadi, I Tui-Tuing berarti si laki-laki ikan terbang atau manusia ikan. Menurut cerita, I Tui-Tuing pernah melamar keenam putri seorang juragan. Dari keenam putri juragan tersebut, hanya putri ketiga bernama Siti Rukiah yang bersedia menerima lamarannya. Alkisah, di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, ada sepasang suami-istri miskin yang senantiasa hidup rukun dan bahagia. Namun, kebahagiaan mereka belum terasa lengkap, karena belum memiliki anak. Untuk itu, hampir setiap malam mereka senantiasa berdoa kepada Tuhan agar dikarunai seorang anak. “Ya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karuniakanlah kepada kami seorang anak...
Paummisang adalah nama sebuah kampung yang berada di daerah Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Kata paummisang berasal dari bahasa Mandar yang berarti tumpukan ampas tebu. Menurut kisah legenda yang beredar di kalangan masyarakat Mandar, nama paummisang ini diambil dari nama seorang kakek yang bernama KANNE PAUMMISANG. Kanne adalah panggilan kepada orang yang sudah tua, baik untuk orang tua laki-laki (Kakek) maupun orang tua perempuan (Nenek). Konon, di daerah Tinambung Mandar, Sulawesi Barat, ada seorang kanne (kakek) yang hidup seorang diri di sebuah rumah sederhana yang terletak di tengah-tengah kebunnya. Meskipun tempat tinggalnya cukup jauh dari permukiman penduduk, ia sering bergaul dengan penduduk yang setiap hari melintas di kebunnya. Pekerjaan sehari-harinya adalah menanam sayur-sayuran, umbi-umbian, jagung, tebu, dan kelapa di kebunnya. Ia seorang petani kebun yang sangat rajin, ulet, dan teliti dalam merawat...
I Karake’lette’ adalah seorang laki-laki cacat yang hidup di zaman kerajaan Balanipa Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. I Karake’ lette’ sendiri artinya orang yang berkaki cacat. Walaupun cacat, ia menjadi penentu kemenangan Kerajaan Balanipa dalam perang melawan Kerajaan Gowa, dengan menaklukkan Raja Gowa. ∞∞∞ Alkisah, di daerah Mandar Sulawesi Barat, terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Balanipa . Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Rakyatnya hidup damai, sejahtera, aman, dan sentosa. Pada suatu hari, kedamaian mereka terusik oleh sebuah kabar buruk bahwa pasukan Kerajaan Gowa dengan dipimpin oleh rajanya akan datang menyerang negeri mereka. Mendengar kabar tersebut, Raja Balanipa segera bermusyawarah dengan para ponggawa dan pembesar kerajaan untuk menyusun strategi dalam menghadapi serangan musuh. &ldquo...
Hawadiyah adalah seorang gadis miskin dan yatim yang tinggal di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat. Pada suatu waktu, seorang Mara`dia (Raja) Jawa datang meminangnya dan mengajaknya untuk melangsungkan pernikahan di Pulau Jawa. Namun, niat baik Mara`dia Jawa itu dihalang-halangi oleh seorang gadis bernama Bekkandari . Konon, pada zaman dahulu kala, ada dua orang gadis yang tinggal di sebuah kampung di daerah Mandar. Gadis yang pertama bernama Bekkandari , sedangkan gadis yang kedua bernama Hawadiyah . Kedua gadis tersebut memiliki perbedaan yang sangat mencolok, terutama dari segi banyaknya harta. Bekkandari berasal dari keluarga yang sangat kaya. Ayahnya memiliki perkebunan kelapa yang luas dan usaha pembuatan minyak goreng. Sementara Hawadiyah seorang gadis yatim yang berasal dari keluarga yang sangat miskin. Ia tinggal bersama ibunya di sebuah gubuk reyot di ujung kampung. Untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari, Hawadiya...
Pada zaman dahulu di sebuah perkampungan kecil, hiduplah seorang ibu dan anaknya perempuannya yang masih kecil bernama Kucambai. Setelah ayah Kucambai meninggal dunia, mereka hidup miskin dan serba kekurangan. Untuk bertahan hidup, ibu Kucambai harus pergi ke hutan untuk berburu burung ataupun rusa yang akan ditukarkan dengan kebutuhan lainnya di pusat kampung. Kucambai yang masih kecil harus ditinggal sendirian di rumah. Ibunya berpesan sebelum pergi, "Kalau ada yang mengetuk pintu, jangan dibuka! Ibu akan pulang setelah hari sore dan akan memanggil namamu tiga kali." Kucambai mengerti dan menuruti kata-kata ibunya. Namun pada suatu hari, tidak ada satu hewan buruan pun tampak di hutan. Dari pagi hingga petang. Ibu Kucambai akhirnya pulang dengan tangan kosong. Keadaan yang sama juga terjadi pada hari-hari berikutnya. Ibu Kucambai selalu pulang tanpa membawa satupun hasil buruan. Di perjalanan pulang, ibu Kucambai bertanya dalam hati, "Kemana perginya semua hewan di hutan...
Pada zaman dahulu kala, di daerah Mandar, Sulawesi Barat, hiduplah seorang anak raja di daerah pegunungan. Ia tinggal dalam sebuah istana yang dikelilingi oleh taman bunga dan pohon buah-buahan. Di dalam taman itu terdapat sebuah kolam pemandian yang sangat bersih dan jernih airnya. Pada suatu haru, saat gerimis turun, tampaklah pelangi yang indah sekali di atas istana anak raja. Bersamaan dengan itu tercium pula wewangian yang harum sekali. Si anak raja seger mencari-cari asal wangi-wangian itu namun tak dijumpainya di dalam istana. Kemudian ia terus mencari hingga ke halaman istana. Di sana pun ia tak menemukan sumbernya kecuali kenyataan bahwa bunga-bunga dan buah-buahan miliknya telah dipetik orang. Anak raja menjadi sangat marah. Ia ingin sekali menangkap dan menghukum para pencuri yang berani mengambil tanpa meminta izin kepada pemiliknya. Maka disusunlah siasat untuk menangkap si pencuri. Keesokan harinya si anak raja bersembunyi di taman untuk mengintai. Tak lama kem...
Cengnge' adalah nama seekor burung bersuara merdu dan berbulu indah yang terdapat di daerah Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Di kalangan masyarakat Mandar, ada sebuah cerita menarik yang mengisahkan tentang seorang gadis cantik yang menjelma menjadi seekor Burung Cengnge'. Mengapa gadis cantik itu menjelma menjadi Burung Cengnge'? Alkisah, di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, hidup sepasang suami-istri yang miskin dan tidak mempunyai anak. Hampir setiap malam mereka berdoa agar dikaruniai seorang anak, namun Tuhan belum juga mengambulkan doa mereka. Meski demikian, sepasang suami-istri itu tidak pernah berputus asa untuk terus berdoa kepada Tuhan. “Ya Tuhan! Jika Engkau berkenan mengaruniakan kami seorang anak laki-laki, hamba bersedia membuatkannya ayunan dari emas,” doa sang Suami. Sebulan kemudian, sang Istri pun hamil. Alangkah senang dan bahagianya sang Suami mengetahui hal itu. Namun hatinya juga bingung, karena ia harus m...