Fajar baru saja tiba. Matahari mulai menampakkan dirinya di kaki cakrawala. Semburat sinarnya yang kuning keemasan mulai menerangi seluruh alam. Bari, bocah berusia sepuluh tahun itu mulai menuruni tangga Omo Hada miliknya. Omo Hada adalah rumah adat khas suku Nias yang terdapat di Desa Bawomataluo. Pagi ini, ia berniat menjumpai Ina yang tengah sibuk menumbuk padi di dalam lisung batu. Ia sudah tak sabar ingin memulai hari-hari barunya di Tano Niha, sebutan suku Nias untuk menyebut kampung halaman mereka, Tanah Nias. Ia yakin hari ini adalah waktu yang tepat baginya untuk menyapa dunia barunya ini. Sejak kedatangannya sebulan yang lalu, ia sama sekali belum pernah ke luar rumah walaupun hanya sekadar bercengkrama dengan keluarga barunya. “Bari! Mau ke mana kau? Siapa yang suruh kau ke luar rumah?” teriak Ina yang langsung meletakkan alu, alat untu kemnumbuk padi di dalam suatu wadah yang biasanya disebut lisuung batu. Ia bergegas menarik Bari kembali ke dalam Omo Hada mereka....
Ijo adalah anak laki-laki yang tinggal bersama neneknya yang bernama Tupu di Kampung Tanjung Babia, Mandar Pattae. Sejak umur lima tahun, Ijo sudah ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya ke Pulau Borneo. Disebabkan umurnya yang masih kecil dan belum bisa mengingat apa-apa saat itu, Ijo tidak pernah menanyakan keberadaan ayah dan ibunya kepada Nenek Tupu. Walaupun Ijo hanya tinggal berdua dengan neneknya, ia tidak pernah merasakan kesepian. Begitu pun dengan Nenek Tupu, perempuan tua ini merasa bahagia hidup dengan cucu kesayangannya itu. Rumah tempat tinggal Nenek Tupu dan Ijo dikelilingi oleh pepohonan yang ditanam sendiri oleh Nenek Tupu, seperti pisang, singkong, pepaya, ubi jalar, dan lainnya. Setiap kali hendak memasak, Nenek Tupu tinggal memetik sayur yang tumbuh di sekeliling rumahnya. Di kebunnya yang lain, Nenek Tupu juga punya beberapa batang pohon kelapa dan pohon cokelat. Orang-orang sekitar mengenal Nenek Tupu sebagai petani pohon karena Nenek Tupu seorang yang gemar m...
Kisah ini tentang seorang ibu dan putrinya. Mereka tinggal di sebuah pondok kecil, di sebuah mungguk bernama Segasing Sebemban. . Mungguk daerah asal cerita ini berada dalam wilayah Tayan. Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Letaknya tidak jauh dari Keraton Tayan yang megah itu. Juga tidak jauh dari jembatan gagah yang belum lama berdiri di sana, yang konon terpanjang kedua di Indonesia setelah Suramadu. Walau hingga sekarang jalan menuju Mungguk belum beraspal dan infrastrukturnya pun belum memadai, tanahnya subur berbukit-bukit serta sungainya besar bercabang yang membelah lembah dan daratan. Dengan matahari yang bersinar sepanjang tahun, curah hujan masih cukup untuk dipakai warga dalam pertanian. Segala tanaman tumbuh tanpa perlu perawatan yang berlebihan. Semiskin apa pun warga di sana tak akan kelaparan. Begitu juga seorang perempuan separuh baya dan anaknya, Enten. Terlihat seorang ibu cantik berambut panjang hitam legam yang selalu digelung sepanjang hari. Ia berkulit sa...
Matahari baru saja turun dari peraduannya. Udara pagi menyebarkan kesegaran kepada setiap insan yang baru saja terbangun dari lelap tidur malam. Kicauan beraneka burung di atas pohon matoa menambah semarak pagi yang begitu indah dan damai. Tuhan Yang Mahaagung senantiasa membagikan rahmat tanpa henti-hentinya bagi hamba-Nya. Syahdan, sekelompok manusia sedang mengadakan pelayaran dari Negeri Matahari Terbit (Papua New Guini). Pelayaran ini dipimpin oleh seorang lelaki yang gagah berani. Mereka adalah pelaut-pelaut ulung. Laut adalah rumah kedua baginya. Ketangguhan, keperkasaan, dan keberanian orang-orang ini adalah hasil tempaan alam. Perahu semang yang ditumpangi cukup kokoh untuk membawa para pengembara ini mengarungi lautan. Angin berhembus melajukan perahu mereka dengan lancar. Ikan-ikan di laut kaget dan berloncatan di depan perahu. Burung camar melayang bebas di angkasa. Lima puluh meter dari kapal ikan lumba-lumba berlompatan seolah memberi arah. Para pengembara yang ada d...
Panggilan Upiak atau Buyuang bagi orang Minangkabau pada zaman dulu adalah panggilan kesayangan kepada anak perempuan dan anak laki-laki. Panggilan itu dapat pula digunakan untuk menyapa dan menyebut anak-anak yang belum dikenali namanya. Di Nagari Bayang ada seorang anak yang diberi nama Buyuang Kacinduan. Arti nama itu adalah anak laki-laki yang dirindukan. Nama itu diberikan karena Buyuang lahir setelah ayah dan ibunya menanggung kerinduan yang sangat lama untuk memiliki anak. Buyuang Kacinduan benar-benar menjadi seorang anak yang sangat disayangi oleh ayah-ibunya. Namun, meskipun sangat disayang, Buyuang tidaklah tumbuh menjadi anak yang manja. Kedua orang tuanya seperti mempersiapkan bekal untuk kehidupan Buyuang kelak di kemudian hari. Setiap hari Buyuang diajari dengan hal-hal yang baik, seperti harus selalu bersyukur kepada Tuhan, selalu berbuat baik kepada sesama, menyayangi hewan dan tumbuhan, serta rajin membantu pekerjaan ayah-ibu. Semua orang di kampung tempat mereka t...
legendaris
Curug Munding adalah salah satu air terjun yang terletak di Desa Caringin, Kecamatan Gunungkencana Lebak, Banten. Air terjun ini memiliki curahan air terjun yang lebar dengan lokasi yang relatif dekat dengan perkampungan penduduk dan persawahan yang asri. Destinasi wisata ini berjarak sekitar 58 kilometer dari pusat Kabupaten Lebak , Rangkasbitung, dan sekitar 133 kilometer dari Jakarta. Terdapat sejarah unik terkait penamaan Curug Munding, karena Munding dalam Bahasa Sunda berarti kerbau. Hal tersebut diyakini masyarakat karena pada zaman dahulu ada seekor kerbau yang melompat dari atas air terjun. Dari kejadian tersebut kemudian warga menamai air terjun ini dengan nama Curug Munding.
Berpantun memang menjadi salah satu ciri khas yang melekat di masyarakat Indonesia. Di lingkungan Sumatra Barat terdapat tradisi berpantun, tepatnya berasal dari Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok yaitu Kesenian Batombe. Pada mulanya Batombe adalah tradisi yang biasa dilakukan ketika membangun rumah gadang. Masyarakat Nagari Abai membangun rumah yang akan ditempati bersama-sama agar terhindar dari ancaman satwa liar serta cuaca yang tidak bersahabat. Pada intinya tradisi ini tercipta karena hasrat untuk menghibur dan memotivasi orang yang bekerja agar lebih bersemangat. Selain berpantun, tradisi batombe juga mengharuskan para pemainnya untuk menari. Perihal aturan adat yang menjadi syarat dilaksanakannya tradisi kesenian Batombe adalah diawali dengan keberadaan sebatang pohon yang hendak dijadikan tiang Rumah Gadang 21 Ruang. Pohon yang dimaksud tidak bisa ditarik setelah ditebang. Menariknya, tatkala seekor kerbau disembelih, pohon tersebut pun bisa ditari...
Dari cerita rakyat yang berkembang, terdapat ikan yang memiliki peran dalam kisah Kabupaten Batanghari yaitu Tapa Malenggang. Ikan ini berukuran besar dan panjangnya mencapai hampir 1 meter. Saat didalam air, ikan ini bergerak meliuk-liuk sehingga disebut Tapa Malenggang. Dikisahkan terdapat tiga ikan sakti bernama Tapa Malenggang (mambang di awan), Tapa Kudung (mambang di bulan), dan Tapa Tima (mambang sakti). Ketiga ikan tersebut memiliki ayah yang bernama Sati Menggung dan ibu yang bernama Sicindai Laut. Sati Menggung memiliki saudara bernama Datuk Si Panjang Jangut, dan istrinya bernama Dewo Sakti. Datuk Si Panjang Jangut mempunyai tiga orang anak yaitu Siti Muno, Rajo Mudo dan yang bungsu bernama Mabang Di Rete. Ketiganya mendapat tugas dan gelar sesuai tugas yang diberikan. Siti Muno bertugas di Muaro Sungai Temsu bergelar Ular Bide. Rajo Mudo bertugas memasang menteban besi di Gemulan Tujuh Uluan Sungai Batang Hari. Mabang Di Rete bertugas di Sungai Bekal bergelar Labi-Labi Put...