Jika sampai sekarang puncak Gunung Lawu dianggap keramat oleh rakyat Magetan dan sekitarnya, memang beralasan. Karena menurut kepercayaan, yang menguasai puncak Lawu adalah keturunan Raja Brawijaya VII. Ketika masih muda Raja Brawijaya sebenarnya bernama Raden Damarwulan. Damarwulan ini raja terakhir kerajaan Majapahit yang bergelar Raja Brawijaya ke 7. Adapun puteranya yang nomor lima bernama Raden Bondan Gugur. Raden Bondan Gugur inilah sebenarnya yang sampai sekarang ini membayangi puncak Gunung Lawu. Saudara Raden Bondan Gugur yang bernama Raden Patah berada di Bintara atau Demak. Jadi Raden Patah adalah yang memerintah di Demak Bintara. Raden Patah kemudian mengambil gelar Raden Jimbuningrat. Lazim juga disebut sebagai Babah Patah. Raden Patah inilah yang menyebar luaskan ajaran agama Islam. Apakah sebabnya Raden Bondan Gugur bertempat di puncak gunung Lawu? Sebab musababnya ialah karena pada waktu itu terjadi perang antara Majapahit dengan Adipati Bojonegara atau Cepu....
Pada suatu masa, hiduplah sepuluh orang putri raja yang sangat cantik-cantik. Ibu mereka sudah lama meninggal dan ayah mereka, sang raja, begitu sibuk dengan urusan kerajaannya sehingga mereka hampir tidak punya waktu untuk berkumpul bersama. Akibatnya putri-putri ini menjadi nakal dan manja, kecuali sang putri bungsu, putri Kuning. Ya, mereka memang diberi nama dengan nama warna. Ada putri Jambon, putri Hijau, putri merah merona, putri nila dan lain-lain. Barangkali dulu sang ibu berharap anak-anaknya akan memberi banyak warna di kehidupan ini. Sayang, sang ibu keburu meninggal sehingga tidak sempat mendidik mereka sengan baik. Kesepuluh putri ini selalu memakai pakaian dan perhiasan yang sewarna dengan nama mereka. Putri Merah selalu memakai warna merah, demikian juga putri-putri lainnya. Sementara kakak-kakaknyabermalas-malasan dan membuat keonaran, putri Kuning menghabiskan waktu dengan membantu inang-inangnya, atau membaca buku, dan atua merawat kebun bunga kesayanganny...
abupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Banyak cerita, mitos, dan legenda yang muncul terkait sejarah dan asal usul pacitan ini. Meskipun demikian, beberapa mitos dan legenda yang ada ini saling berkaitan dan memiliki sisi historis yang kuat. Untuk redaksi Portal Pacitan .com mencoba untuk mengungkap dan memberikan referensi terkait Fakta Sejarah dan Asal - Usul Nama Pacitan . Asal - Usul Nama Pacitan D idalam berbagai sumber yang ada tentang fakta sejarah Pacitan , disampaikan bahwa asal nama Pacitan berasal dari bahasa Jawa, Pacewetan, Pace dan Wetan. Pace adalah salah satu nama buah, sedangkan wetan adala...
Dikisahkan dalam cerita Ande-Ande Lumut, Raden Panji Asmorobangun dari kerajaan Jenggala menyamar menjadi rakyat jelata dengan nama Ande-Ande Lumut ikut Mbok rondho (janda) di Sembojo (pinggir kali Kladen) bernama Mbok rondho Sembojo, dan Dewi Sekartaji menyamar menjadi Kleting Kuning ikut mbok Rondho Ndadapan. Setelah melalui liku-liku kehidupan pahit getir, suami istri itu akhirnya dapat bertemu kembali dan tinggal di Ndadapan. Setelah mereka ketemu, Raden Panji Asmorobangun/ Ande-ande Lumut kemudian mengubah namanya menjadi Raden Putro. Cerita Cinde Laras ini kelanjutan dari cerita Ande-Ande Lumut. Raja muda di Kraton Jenggala yakni Raden Panji Asmorobangun belum genap satu tahun ketemu dengan istrinya sekar kedaton dari kerajaan Kediri yaitu Dewi Sekartaji. Pada saat itu setelah ketemu mereka tinggal di Ndadapan, Dewi Sekartaji kemudian hamil tiga bulan. Menjadi kebiasaan wanita yang sedang hamil pada umumnya melalui masa-masa ngidam; demikan juga dewi Sekartaji ngidam burun...
Ki Ageng Buwana Keling namanya begitu melegenda bagi masyarakat Pacitan, Jawa Timur. Ki Ageng Buwana Keling menurut cerita yang beredar di Pacitan adalah seorang putra Padjajaran sekaligus penyebar agama Hindu. Beliau memiliki benda pusaka berupa Kitab Pancasena dan Tongkat Sono Keling. Konon kedua pusaka tersebut membuat Ki Ageng Buwana Keling menjadi sakti mandraguna. Ia juga dikenal kebal sehingga tak bisa dibunuh. Sehingga untuk bisa membuatnya benar-benar mati, jasad Ki Ageng Buwana Keling dibagi tiga dan dikuburkan secara terpisah. Menurut Santoso (68) juru kunci makam Ki Ageng Buwana Keling yang pertama berada di dusun Jati, desa Purwoasri, kecamatan Kebonagung, Pacitan. "Area pemakaman Buwana Keling diletakan di tiga lokasi yang dipisahkan oleh sungai. Bagian kepala dimakamkan di dusun Nglaos, desa Banjarejo, bagian kaki dikebumikan di dusun Sampang, desa Purwoasri dan bagian badan dikuburkan di dusun Jati, desa Purwoasri, '"demikian ketarangan sang kuncen....
Kethek Ogleng adalah sebuah tari yang gerakannya menirukan tingkah laku kethek (kera).Tari Kethek Ogleng dipentaskan oleh 3 penari wanita dan seorang penari laki-laki sebagai manusia kera. Tari diawali dengan ketiga penari wanita masuk panggung terlebih dulu, kemudian 2 penari berlaku sebagai dayang-dayang dan seorang penari memerankan sebagai putri Dewi Sekartaji, Putri Kerjaan Jenggala, Sidoarjo. Sedangkan seorang penari laki-laki berperan sebagai Raden Panji Asmorobangun dari kerajaan Dhaha Kediri. Awalnya, tari ini ditarikan oleh masyarakat Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Pacitan. Dengan menceritakan kisah Raden Asmorobangun dan Dewi Sekartaji yang keduanya saling mencintai dan bercita-cita ingin membangun kehidupan harmonis dalam sebuah keluarga. Namun, Raja Jenggala, ayahanda Dewi Sekartaji, mempunyai keinginan untuk menikahkan Dewi Sekartaji dengan pria pilihannya. Ketika Dewi Sekartaji tahu akan dinikahkan dengan laki-laki pilihan ayahnya, diam-diam Dewi Sekartaji...
Kampung pengemis di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur rupanya tidak ada dengan sendirinya. Sebab diyakini keberadaan kampung pengemis tersebut erat kaitannya dengan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat setempat. Menurut Mausul Nasri (30), tokoh masyarakat Dusun Pelanggaran, Desa Branta Tinggi, Kecamatan Tlanakan, di desanya ada salah satu tokoh agama pindahan dari Kabupaten Sumenep yang bernama Ki Moko. Suatu ketika, Ki Moko yang kedatangan tamu dari Kerajaan hendak membeli hasil bumi yang saat itu melimpah di desanya untuk disuguhkan kepada raja. Namun warga menolak untuk menjual hasil tanaman dan buah-buahan kepada Ki Moko. ”Akhirnya Ki Moko pun mengutuk warga dusun Pelanggaran yakni hidupnya akan susah di kemudian hari. Ternyata benar, warga sini hidup dengan mengemis,” ucap Mausul kepada Okezone. Selain itu, kata Mausul, sekira tahun 1960-an, desa setempat dilanda hama tikus yang menyerang tanaman, pakaian bahkan bayi pun ikut...
Syahdan tersebutlah seorang pemimpin dusun yang bijaksana. Ki Rangga namanya. Wajahnya cerah memancarkan kearifan dan kebersihan hatinya. Tutur sapanya lembut. Di bawah pengayoman ki Rangga, penduduk dusun itu, Dusun Banjarsawah hidup makmur, sejahtera dan damai. Sawah ladang menghijau. Hasil panen selalu melimpah. Ki Rangga memiliki dua orang istri yang masing-masing memberikannya dua anak laki-laki yang usianya tidak terpaut jauh, hanya dalam hitungan bulan. Dari istri pertama, ia beri nama sama dengan namanya, Rangga. Dalam bahasa Kawi Rangga bermakna bunga, sedangkan dalam bahasa Sansekerta berarti pangkat pamong praja. Ki Rangga memang berharap anak bungsunya kelak menjadi pemimpin yang menerbarkan semerbak wangi laksana bunga. Sedangkan dari istri keduanya, ia beri nama Jalu. Ki Rangga berkeinginan adik lain ibu Rangga ini kelak tumbuh menjadi laki-laki yang kuat dan tajam seperti taji ayam jago sehingga mampu memberantas kejahatan. Di suatu malam, setelah mengajar beb...
Nama Kraksaan sebetulnya tidak lepas dari asal usul Kabupaten Probolinggo. Menurut cerita masyarakat, Kraksaan sebetulnya merupakan perubahan ucap dari "Krasan" yang artinya betah, dimana pada waktu Hayam Wuruk merasa betah selama beristirahat di wilayah ini. Semenjak saat itu, wilayah ini disebut Krasan, Kraksan, dan beralih ucap menjadi "Kraksaan". Pada tahun 1800-an, Kraksaan merupakan sebuah kabupaten yang membawahi beberapa wilayah mulai dari Dringu sampai Paiton yang dibuktikan adanya peta kuno jaman Hindia Belanda. Seiring perubahan pemerintahan, Kabupaten Kraksaan dilebur menjadi Kabupaten Probolinggo karena pusat pemerintahan dipindah ke Kota Probolinggo. Sumber: http://orengkraksaan.blogspot.com/2014/06/asal-usul-sejarah-kraksaan-probolinggo.html