Kethek Ogleng adalah sebuah tari yang gerakannya menirukan tingkah laku kethek (kera).Tari Kethek Ogleng dipentaskan oleh 3 penari wanita dan seorang penari laki-laki sebagai manusia kera. Tari diawali dengan ketiga penari wanita masuk panggung terlebih dulu, kemudian 2 penari berlaku sebagai dayang-dayang dan seorang penari memerankan sebagai putri Dewi Sekartaji, Putri Kerjaan Jenggala, Sidoarjo. Sedangkan seorang penari laki-laki berperan sebagai Raden Panji Asmorobangun dari kerajaan Dhaha Kediri.
Awalnya, tari ini ditarikan oleh masyarakat Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Pacitan. Dengan menceritakan kisah Raden Asmorobangun dan Dewi Sekartaji yang keduanya saling mencintai dan bercita-cita ingin membangun kehidupan harmonis dalam sebuah keluarga.
Namun, Raja Jenggala, ayahanda Dewi Sekartaji, mempunyai keinginan untuk menikahkan Dewi Sekartaji dengan pria pilihannya. Ketika Dewi Sekartaji tahu akan dinikahkan dengan laki-laki pilihan ayahnya, diam-diam Dewi Sekartaji meninggalkan Kerajaan Jenggala tanpa sepengetahuan sang ayah dan seluruh orang di kerajaan.
Malam hari, sang putri berangkat bersama beberapa dayang menuju ke arah barat. Berita minggatnya Dewi Sekartaji itupun didengar oleh Raden Panji. Raden Panji pun bergegas mencari kekasihnya, di tengah perjalanan dia singgah di rumah seorang pendeta. Sang Pendeta pun menyarankan untuk pergi ke barat, dengan menyamar sebagai seorang kera. Sedangkan Dewi Sekartaji telah menyamar sebagai Endang Rara Tompe berusaha naik gunung dan beristirahat di suatu daerah dan memutuskan menetap disana.
Tempat tersebut tidak jauh dari keberadaan Raden Panji. Keduanya bertemu dan saling bermain dan menjadi akrab. Awalnya keduanya saling tidak mengetahui penyamaran masing-masing. Dalam gerakan tari, kejadian ini diwakili dengan masuknya manusia Kera ke dalam panggung pentas, menemui Endang Rara Tompe dan kedua pengawalnya. Gerakan manusia Kera (kethek Jw.) melompat-lompat kesana kemari, gerakan berguling-guling menggambarkan persahabatan yang akrab.
Tarian ini diakhiri dengan gerakan Endang Rara Tompe yang menaiki manusia kera dan berakhir dengan persatuan keduanya, sambil kedua dayang memegangi sang Dewi Sekartaji. Dalam ceritanya, setelah pertemuan itu Endang Rara Tompe mengubah perwujudannya sebagai Dewi Sekartaji dan manusia kera berubah menjadi Raden Panji Asmorobangun. Keduanya kembali ke kerajaan Jenggala untuk melangsungkan pernikahan.
"Konsep yang kami gambarkan lebih pada gerak artistik dari pada sekedar menggambarkan makna filosofi pada makna tarian tersebut. Kami kembangkan tarian ini sedemikian rupa agar enak dilihat, sedikit keluar dari tarian dasar aslinya. Dengan gerakan kreasi sehingga yang cukup menarik untuk ditonton dan tidak meninggalkan cerita aslinya," tutur Anang, Ketua Sanggar Tari Krido Rahayu Pacitan.
Inti dari Tari Kethek Ogleng ini merupakan tari tradisional yang telah dikembangkan secara kekinian."Satu komposisi jika kita tata menjadi apik, maka kita ambil mengembangkan konsep tarian yang telah ada sebelumnya,"terang Anang kepada tim Indonesiakaya.com. [AhmadSirojuddin/IndonesiaKaya]
Sumber: https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/kisah-cinta-dewi-sekartaji-dan-panji-asmorobangun-dalam-tari-kethek-ogleng
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang