Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Timur Pacitan
Sejarah Dan Asal - Usul Nama Pacitan
- 11 Juli 2018

 

abupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul.

Banyak cerita, mitos, dan legenda yang muncul terkait sejarah dan asal usul pacitan ini. Meskipun demikian, beberapa mitos dan legenda yang ada ini saling berkaitan dan memiliki sisi historis yang kuat. Untuk redaksi PortalPacitan.com mencoba untuk mengungkap dan memberikan referensi terkait Fakta Sejarah dan Asal - Usul Nama Pacitan.

Asal - Usul Nama Pacitan

Didalam berbagai sumber yang ada tentang fakta sejarah Pacitan, disampaikan bahwa asal nama Pacitanberasal dari bahasa Jawa, Pacewetan, Pace dan Wetan. Pace adalah salah satu nama buah, sedangkan wetan adalah arah angin yang berarti timur. Didalam referensi lain juga disebutkan bahwa kata Pacitan berasal dari kata Pacitan yang berarti camilan, yaitu berupa makanan ringan atau makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan perut. Fakta ini menjadi alasan cukup logis mengingat bahwa kondisi daerah Pacitan merupakan daerah minus, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak sampai mengenyangkan, artinya tidak bisa lebih, atau dengan kata lain adalah pas – pasan.

Didalam berbagai sumber yang menyebutkan, fakta makna Pacitan yang bermakna minus tadi memiliki kekuatan argumen yang tinggi, mengingat hal tersebut dapat menggambarkan kondisi daerah Pacitan yang minus itulah yang lebih kuat. Peristiwa tentang fakta ini dalam Babad Momana Sultan Agung (1613-1645) juga sudah dikisahkan mengenai kondisi Pacitan yang daerahnya serba minus, terutama waktu itu adalah kondisi potensi makanan dan penghasilan daratnya yang sedikit, dan tidak membuat masyarakat yang memakan hasil bumi tersebut menjadi kenyang.

Inilah beberapa sumber mengenai asal – usul nama Pacitan yang diambil dari beberapa referensi, namun secara tidak langsung, penamaan Pacitan sebagai sebuah daerah yang minus tersebut menggambarkan kondisi faktual daerah tersebut, tentu dengan mengesampingkan potensi unggulan yang dimiliki Pacitan dari sektor alamnya.

Artinya pemaknaan nama yang menggambarkan kelemahan Pacitan sebagai daerah minus tersebut bukan berarti meninggalkan bahwa Pacitan adalah daerah dengan kondisi minus-potensi. Justru hal tersebut dapat dibantah dengan kenyataan bahwa Pacitan adalah salah satu daerah yang memiliki potensi alam yang prospektif.

Fakta Sejarah Pacitan

Cerita mengenai asal mula Pacitan ini terdapat dalam buku Legenda Rakyat Pacitan dan babad tanah Pacitan, yang mengatakan bahwa Pacitan berasal dari Pacewetan. Pace adalah nama buah, atau dikatakan adalah mengkudu yang memberi kekuatan, sedangkan wetan adalah timur.

Kota pacitan adalah sebuah kota yang berada di pulau jawa. Pacitan adalah sebuah kota yang berada di karesidenan madiun pada abad ke XV di pacitan telah berkembang agama hindu dan Budha yang berkiblat kepada Kerajaaan Majapahit yang dipimpin oleh ki ageng buwono keling yang bertempat tinggal di Jati Kecamatan Kebonagung (Drs. Ronggosaputro;1980). Sedangkan islam dipacitan dibawa oleh Ki Ageng Petung (Kyai Siti Geseng) bersama Syeh Maulana Magribi dan Kyai Ampok Boyo (Kyai Ageng Posong) dibantu Kyai Menaksopal dari Trenggalek.

Wilayah Wengker Kidul diklaim sebagai wilayah yang dikuasai oleh Ki Buwono Keling. Dia mengaku, telah menempati wilayah tersebut sejak akhir abad ke-12 atas titah kerajaan Majapahit. Ki Ageng Petung yang juga dikenal sebagai Sunan Siti Geseng lantas merangkul Buwono untuk masuk ke dalam Islam.

Buwono menolak, dia pun memerangi Ki Ageng Petung. Saat itu, Ki Ageng Petung mendapat bala bantuan dari beberapa rekan seperguruannya di Demak, seperti Ki Ageng Posong dan Syekh Maulana Maghribi. Selain itu, ia juga mendapat bantuan sejumlah pasukan dari Adipati Ponorogo.

Singkat cerita, pertarungan antara para mahasakti itu dimenangkan Ki Ageng Petung dan rekan. Kemenangan ini lalu ditahbiskan Ki Ageng Petung. Dia menancapkan sebuah bambu di tengah Wengker Kidul sebagai tonggak awal baru peradaban yang lebih mulia di tanah lereng perbukitan Gunung Sewu.

Beberapa prasasti juga ditemukan prasasti jawa kuno yang memperkuat asumsi bahwa Ki Ageng Buwono Keling merupakan penguasa di wengker kidul.

PRASASTI JAWA KUNO

JA PURA PURAKSARA ERESTHA

BHUWANA KELING ABHIYANA

JUWANA SIDDHIM SAMAGANAYA

BHIJNA TABHA MINIGVAZAH

RATNA KARA PRAMANANTU

Artinya : dahulu ada seorang pendekar ternama bernama buwono keling yang telah mencapai kesempurnaan, dalam ilmu kebathinan dan kekebalan. Seorang guru diantara orang bijaksana dan beliau inilah yang menjadi perintis dan pemakrarsa daerah sekitarnya.

makam-buwono-keling-jati-purwoasri-kebonagung-pacitan
Fakta Sejarah : Makam Buwono Keling Di Dusun Jati Desa Purwoasri Kebonagung Pacitan

Negeri buwana Keling terletak di (Jati Kec. Kebonagung) ± 7 km dari ibukota Pacitan sekarang yang disebut daerah wengker kidul atau daerah pesisir selatan.

Perkembangan sejarah wengker wetan dari jaman hindu budha kemudian masuknya Islam ke bumi nusantara serta disertai dengan sejarah kolonial belanda, Pacitan kemudian memasuki sejarah barunya. Seperti didaerah lainnya di bumi nusantara, Pacitan juga memiliki sejarah pada masa penjajahan kolonial belanda. Dan ketika dalam perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) ) melawan VOC Belanda inilah kemudian nama Pacitan pertama kali muncul dan dipakai sampai sekarang. 

Perang ini terjadi di Pacitan saat Pangeran Mangkubumi dari keraton Surakarta dalam peperangannya itu sampai ke wilayah pesisir selatan di Pacitan. Saat itu sedang terjadi perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) ) melawan VOC Belanda, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan, beliau disertai 12 orang pengikutnya mundur ke arah selatan sambil mencari dukungan untuk membantu perjuangan perang tersebut.

Dalam pertempuran tersebut, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan dan terpukul mundur, sehingga beliau beserta pasukan yang tersisa menggunakan strategi melarikan diri ke dalam hutan dengan kondisi tubuh lelah, lemah dan lesu akibat dari perbekalan yang mereka bawa habis. Tanggal 25 Desember 1749 rombongan tersebut lemah lunglai, dan terus terdesak sampai ke hutan (Sekarang Desa Nanggungan). Namun pada akhirnya kekuatan Pangeran menjai pulih berkat pertolongan abdinya bernama Setraketipa.

Setraketipa memberikan buah mengkudu, atau yang kemudian disebut Pace kepada pangeran. Beliau diberi sebuah minuman yaitu buah pace yang telah direndam dengan legen buah kelapa, dan seketika itu juga kekuatan Pangeran Mangkubumi pulih kembali. Daerah itu kemudian diingat dengan pace sapengetan dan dalam pembicaraan keseharian sering disingkat dengan pace-tan lalu menjadilah sebuah nama menjadi kabupaten Pacitan .

Setelah Pangeran Mangkubumi menjadi Hamenku Buwono I beliau memenuhi janjinya kepada para pengikutnya yang ketika itu ikut bergerilya. Setroketipo diangkat menjadi Bupati Pacitan ke-2 setelah sebelumnya dijabat oleh Raden Ngabehi Tumenggung Notopoero . Raden Ngabehi Tumenggung Notopoero sebelumnya diangkat juga oleh Pangeran Mangkubumi pada tanggal 17 Januari 1750 setelah beliau banyak membantu Pangeran Mangkubumi ketika bergerilya didaerah pacitan. Ketika itu Ngabehi Suromarto menjabat demang Nanggungan dan ketika diangkat bupati bergelar Raden Ngabehi Notopoero.

Ngrejoso, Desa Sukoharjo dan Desa Nanggungan Cikal Bakal Kabupaten Pacitan

Sampai sekarang, hutan dimana setraketipa memberikan minuman dari buah Pace ini dikenal dengan nama desa Nanggungan. Desa Nanggungan sendiri dulunya adalah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Tumenggung Setroketipo dan Desa Sukoharjo dipimpin oleh Tumenggung Notopuro. Menurut sejarah Tumenggung Notopuro adalah bupati pertama yang diangkat langsung oleh Kesultanan Solo dan Tumenggung Setroketipo adalah tumenggung kedua yang diangkat langsung oleh Kesultanan Yogyakarta.

Berbeda dengan Desa Sukoharjo, di sana diadakan ritual pengambilan air di sumur njero yang biasa disebut Ritual Tirtowening. Sumur njero adalah sumur peninggalan Tumenggung Notopuro yang selalu digunakan dalam hari jadi Pacitan, sumur ini digunakan hanya setahun sekali, setiap diadakan Ritual Tirtowening tersebut.

sumur-njero-ngrejoso-sukoharjo-pacitan
Lokasi Sumur Njero Yang Berada Di Desa Sukoharjo Pacitan

Sumur Njero terletak di dusun Ngerjoso desa Sukoharjo, Sumur Njero merupakan salah satu peninggalan sejarah yang masih tersisa hingga saat ini. Sumur Njero juga merupakan peninggalan Tumenggungan atau Kabupaten Pacitan pertama. Dinamakan Sumur Njero karena Sumur tersebut berada didalam lingkup Kabupaten.

Menurut istilah arti dari Tumenggung adalah Kabupaten. Tumenggung Notopoero saat itu berada di Dusun Ngrejoso atau Nerjoso di Desa Sukoharjo. Namun makam Notopoero ini terletak di Dusun Prambon.

Sampai saat ini dikedua dusun ini, Prambon dan Ngrejoso masih dapat kita jumpai bukti sejarah bahwa dulu pernah ada sebuah tumenggungan di lokasi ini. Salah satunya selain makam Notoepoero adalah ompak yang merupakan bekas salah satu bangunan dari kabupaten yang masih tersisa. Ompak ini berada tak jauh dari Sumur Njero yaitu di dusun Ngerjoso desa Sukoharjo Ompak bisa disebut dengan penyangga suatu tiang atau soko istilah jawanya.

ompak-peninggalan-tumenggung-notepoero
ompak yang merupakan bekas salah satu bangunan dari kabupaten yang masih tersisa


Sampai Sekarang, berikut ini daftar nama Bupati Pacitan selengkapnya
Nama-nama Bupati Pacitan :

1745-1750 : R.T. Notopoero
1750-1757 : R.T. Notopoero
1757-1757 : R.T.Soerjonegoro I
1757-1812 : R.T.Setrowidjojo II
1812-1812 : R.T.Setrowidjojo III
1812-1826 : M.T.Djogokarjo I
1826-1826 : M.T.Djogokarjo II
1826-1850 : M.T.Djogokarjo III
1866-1879 : R.Adipati Martohadinegoro
1879-1906 : R.Adipati Harjo Tjokronegoro I
1906-1933 : R.Adipati Tjokroegoro II
1937-1942 : R.T.Soerjo Hadijokro
1943-1944 : Soekardiman
1944-1945 : MR. Soesanto Tirtoprodjo
1945-1946 : R.Soetomo
1946-1948 : R.Soetomo
1948-1950 : Soebekti Poesponoto
1950-1956 : R.Anggris Joedoediprodjo
1956-1961 : R. Soekijoen Sastro Hadisewojo(bupati)
1957-1958 : R.Broto Miseno (Kepala Daerah Swantara II)
1958-1960 : Ali Moertadlo (Kepala Daerah)
1961-1964 : R.Katamsi Pringgodigdo
1964-1969 : R.S. Tedjo Soemarto
1969-1980 : R.Moch Koesnan
1980-1985 : Imam Hanafi
1985-1990 : H.Mochtar Abdul Kadir
1990-1995 : H. Soedjito
1995-2000 : Sutjipto. Hs
2000-2005 : H. Soetrisno
2005-2010 : H. Sujono
2010-2011 : G. Sudibyo
2011-2016 : Indartato


Redaksi : Dari Berbagai Sumber
Sumber :
Buku Pacitan The Heaven of Indonesia
wikipedia
Website Hari jadi Pacitan http://harijadi.pacitankab.go.id/
Blog : https://idaaryantiblog.wordpress.com
blog : http://merahputih.com

 

Sumber: http://www.portalpacitan.com/2017/02/fakta-sejarah-dan-asal-usul-nama-pacitan.html

abupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul.

Banyak cerita, mitos, dan legenda yang muncul terkait sejarah dan asal usul pacitan ini. Meskipun demikian, beberapa mitos dan legenda yang ada ini saling berkaitan dan memiliki sisi historis yang kuat. Untuk redaksi PortalPacitan.com mencoba untuk mengungkap dan memberikan referensi terkait Fakta Sejarah dan Asal - Usul Nama Pacitan.


Asal - Usul Nama Pacitan

Didalam berbagai sumber yang ada tentang fakta sejarah Pacitan, disampaikan bahwa asal nama Pacitanberasal dari bahasa Jawa, Pacewetan, Pace dan Wetan. Pace adalah salah satu nama buah, sedangkan wetan adalah arah angin yang berarti timur. Didalam referensi lain juga disebutkan bahwa kata Pacitan berasal dari kata Pacitan yang berarti camilan, yaitu berupa makanan ringan atau makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan perut. Fakta ini menjadi alasan cukup logis mengingat bahwa kondisi daerah Pacitan merupakan daerah minus, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak sampai mengenyangkan, artinya tidak bisa lebih, atau dengan kata lain adalah pas – pasan.

Didalam berbagai sumber yang menyebutkan, fakta makna Pacitan yang bermakna minus tadi memiliki kekuatan argumen yang tinggi, mengingat hal tersebut dapat menggambarkan kondisi daerah Pacitan yang minus itulah yang lebih kuat. Peristiwa tentang fakta ini dalam Babad Momana Sultan Agung (1613-1645) juga sudah dikisahkan mengenai kondisi Pacitan yang daerahnya serba minus, terutama waktu itu adalah kondisi potensi makanan dan penghasilan daratnya yang sedikit, dan tidak membuat masyarakat yang memakan hasil bumi tersebut menjadi kenyang.

Inilah beberapa sumber mengenai asal – usul nama Pacitan yang diambil dari beberapa referensi, namun secara tidak langsung, penamaan Pacitan sebagai sebuah daerah yang minus tersebut menggambarkan kondisi faktual daerah tersebut, tentu dengan mengesampingkan potensi unggulan yang dimiliki Pacitan dari sektor alamnya.

Artinya pemaknaan nama yang menggambarkan kelemahan Pacitan sebagai daerah minus tersebut bukan berarti meninggalkan bahwa Pacitan adalah daerah dengan kondisi minus-potensi. Justru hal tersebut dapat dibantah dengan kenyataan bahwa Pacitan adalah salah satu daerah yang memiliki potensi alam yang prospektif.


Fakta Sejarah Pacitan

Cerita mengenai asal mula Pacitan ini terdapat dalam buku Legenda Rakyat Pacitan dan babad tanah Pacitan, yang mengatakan bahwa Pacitan berasal dari Pacewetan. Pace adalah nama buah, atau dikatakan adalah mengkudu yang memberi kekuatan, sedangkan wetan adalah timur.

Kota pacitan adalah sebuah kota yang berada di pulau jawa. Pacitan adalah sebuah kota yang berada di karesidenan madiun pada abad ke XV di pacitan telah berkembang agama hindu dan Budha yang berkiblat kepada Kerajaaan Majapahit yang dipimpin oleh ki ageng buwono keling yang bertempat tinggal di Jati Kecamatan Kebonagung (Drs. Ronggosaputro;1980). Sedangkan islam dipacitan dibawa oleh Ki Ageng Petung (Kyai Siti Geseng) bersama Syeh Maulana Magribi dan Kyai Ampok Boyo (Kyai Ageng Posong) dibantu Kyai Menaksopal dari Trenggalek.

Wilayah Wengker Kidul diklaim sebagai wilayah yang dikuasai oleh Ki Buwono Keling. Dia mengaku, telah menempati wilayah tersebut sejak akhir abad ke-12 atas titah kerajaan Majapahit. Ki Ageng Petung yang juga dikenal sebagai Sunan Siti Geseng lantas merangkul Buwono untuk masuk ke dalam Islam.

Buwono menolak, dia pun memerangi Ki Ageng Petung. Saat itu, Ki Ageng Petung mendapat bala bantuan dari beberapa rekan seperguruannya di Demak, seperti Ki Ageng Posong dan Syekh Maulana Maghribi. Selain itu, ia juga mendapat bantuan sejumlah pasukan dari Adipati Ponorogo.

Singkat cerita, pertarungan antara para mahasakti itu dimenangkan Ki Ageng Petung dan rekan. Kemenangan ini lalu ditahbiskan Ki Ageng Petung. Dia menancapkan sebuah bambu di tengah Wengker Kidul sebagai tonggak awal baru peradaban yang lebih mulia di tanah lereng perbukitan Gunung Sewu.

Beberapa prasasti juga ditemukan prasasti jawa kuno yang memperkuat asumsi bahwa Ki Ageng Buwono Keling merupakan penguasa di wengker kidul.

PRASASTI JAWA KUNO

JA PURA PURAKSARA ERESTHA

BHUWANA KELING ABHIYANA

JUWANA SIDDHIM SAMAGANAYA

BHIJNA TABHA MINIGVAZAH

RATNA KARA PRAMANANTU

Artinya : dahulu ada seorang pendekar ternama bernama buwono keling yang telah mencapai kesempurnaan, dalam ilmu kebathinan dan kekebalan. Seorang guru diantara orang bijaksana dan beliau inilah yang menjadi perintis dan pemakrarsa daerah sekitarnya.


makam-buwono-keling-jati-purwoasri-kebonagung-pacitan
Fakta Sejarah : Makam Buwono Keling Di Dusun Jati Desa Purwoasri Kebonagung Pacitan
Negeri buwana Keling terletak di (Jati Kec. Kebonagung) ± 7 km dari ibukota Pacitan sekarang yang disebut daerah wengker kidul atau daerah pesisir selatan.

Perkembangan sejarah wengker wetan dari jaman hindu budha kemudian masuknya Islam ke bumi nusantara serta disertai dengan sejarah kolonial belanda, Pacitan kemudian memasuki sejarah barunya. Seperti didaerah lainnya di bumi nusantara, Pacitan juga memiliki sejarah pada masa penjajahan kolonial belanda. Dan ketika dalam perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) ) melawan VOC Belanda inilah kemudian nama Pacitan pertama kali muncul dan dipakai sampai sekarang. 

Perang ini terjadi di Pacitan saat Pangeran Mangkubumi dari keraton Surakarta dalam peperangannya itu sampai ke wilayah pesisir selatan di Pacitan. Saat itu sedang terjadi perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) ) melawan VOC Belanda, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan, beliau disertai 12 orang pengikutnya mundur ke arah selatan sambil mencari dukungan untuk membantu perjuangan perang tersebut.

Dalam pertempuran tersebut, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan dan terpukul mundur, sehingga beliau beserta pasukan yang tersisa menggunakan strategi melarikan diri ke dalam hutan dengan kondisi tubuh lelah, lemah dan lesu akibat dari perbekalan yang mereka bawa habis. Tanggal 25 Desember 1749 rombongan tersebut lemah lunglai, dan terus terdesak sampai ke hutan (Sekarang Desa Nanggungan). Namun pada akhirnya kekuatan Pangeran menjai pulih berkat pertolongan abdinya bernama Setraketipa.

Setraketipa memberikan buah mengkudu, atau yang kemudian disebut Pace kepada pangeran. Beliau diberi sebuah minuman yaitu buah pace yang telah direndam dengan legen buah kelapa, dan seketika itu juga kekuatan Pangeran Mangkubumi pulih kembali. Daerah itu kemudian diingat dengan pace sapengetan dan dalam pembicaraan keseharian sering disingkat dengan pace-tan lalu menjadilah sebuah nama menjadi kabupaten Pacitan .

Setelah Pangeran Mangkubumi menjadi Hamenku Buwono I beliau memenuhi janjinya kepada para pengikutnya yang ketika itu ikut bergerilya. Setroketipo diangkat menjadi Bupati Pacitan ke-2 setelah sebelumnya dijabat oleh Raden Ngabehi Tumenggung Notopoero . Raden Ngabehi Tumenggung Notopoero sebelumnya diangkat juga oleh Pangeran Mangkubumi pada tanggal 17 Januari 1750 setelah beliau banyak membantu Pangeran Mangkubumi ketika bergerilya didaerah pacitan. Ketika itu Ngabehi Suromarto menjabat demang Nanggungan dan ketika diangkat bupati bergelar Raden Ngabehi Notopoero.


Ngrejoso, Desa Sukoharjo dan Desa Nanggungan Cikal Bakal Kabupaten Pacitan

Sampai sekarang, hutan dimana setraketipa memberikan minuman dari buah Pace ini dikenal dengan nama desa Nanggungan. Desa Nanggungan sendiri dulunya adalah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Tumenggung Setroketipo dan Desa Sukoharjo dipimpin oleh Tumenggung Notopuro. Menurut sejarah Tumenggung Notopuro adalah bupati pertama yang diangkat langsung oleh Kesultanan Solo dan Tumenggung Setroketipo adalah tumenggung kedua yang diangkat langsung oleh Kesultanan Yogyakarta.

Berbeda dengan Desa Sukoharjo, di sana diadakan ritual pengambilan air di sumur njero yang biasa disebut Ritual Tirtowening. Sumur njero adalah sumur peninggalan Tumenggung Notopuro yang selalu digunakan dalam hari jadi Pacitan, sumur ini digunakan hanya setahun sekali, setiap diadakan Ritual Tirtowening tersebut.


sumur-njero-ngrejoso-sukoharjo-pacitan
Lokasi Sumur Njero Yang Berada Di Desa Sukoharjo Pacitan
Sumur Njero terletak di dusun Ngerjoso desa Sukoharjo, Sumur Njero merupakan salah satu peninggalan sejarah yang masih tersisa hingga saat ini. Sumur Njero juga merupakan peninggalan Tumenggungan atau Kabupaten Pacitan pertama. Dinamakan Sumur Njero karena Sumur tersebut berada didalam lingkup Kabupaten.

Menurut istilah arti dari Tumenggung adalah Kabupaten. Tumenggung Notopoero saat itu berada di Dusun Ngrejoso atau Nerjoso di Desa Sukoharjo. Namun makam Notopoero ini terletak di Dusun Prambon.

Sampai saat ini dikedua dusun ini, Prambon dan Ngrejoso masih dapat kita jumpai bukti sejarah bahwa dulu pernah ada sebuah tumenggungan di lokasi ini. Salah satunya selain makam Notoepoero adalah ompak yang merupakan bekas salah satu bangunan dari kabupaten yang masih tersisa. Ompak ini berada tak jauh dari Sumur Njero yaitu di dusun Ngerjoso desa Sukoharjo Ompak bisa disebut dengan penyangga suatu tiang atau soko istilah jawanya.


ompak-peninggalan-tumenggung-notepoero
ompak yang merupakan bekas salah satu bangunan dari kabupaten yang masih tersisa

Sampai Sekarang, berikut ini daftar nama Bupati Pacitan selengkapnya
Nama-nama Bupati Pacitan :

1745-1750 : R.T. Notopoero
1750-1757 : R.T. Notopoero
1757-1757 : R.T.Soerjonegoro I
1757-1812 : R.T.Setrowidjojo II
1812-1812 : R.T.Setrowidjojo III
1812-1826 : M.T.Djogokarjo I
1826-1826 : M.T.Djogokarjo II
1826-1850 : M.T.Djogokarjo III
1866-1879 : R.Adipati Martohadinegoro
1879-1906 : R.Adipati Harjo Tjokronegoro I
1906-1933 : R.Adipati Tjokroegoro II
1937-1942 : R.T.Soerjo Hadijokro
1943-1944 : Soekardiman
1944-1945 : MR. Soesanto Tirtoprodjo
1945-1946 : R.Soetomo
1946-1948 : R.Soetomo
1948-1950 : Soebekti Poesponoto
1950-1956 : R.Anggris Joedoediprodjo
1956-1961 : R. Soekijoen Sastro Hadisewojo(bupati)
1957-1958 : R.Broto Miseno (Kepala Daerah Swantara II)
1958-1960 : Ali Moertadlo (Kepala Daerah)
1961-1964 : R.Katamsi Pringgodigdo
1964-1969 : R.S. Tedjo Soemarto
1969-1980 : R.Moch Koesnan
1980-1985 : Imam Hanafi
1985-1990 : H.Mochtar Abdul Kadir
1990-1995 : H. Soedjito
1995-2000 : Sutjipto. Hs
2000-2005 : H. Soetrisno
2005-2010 : H. Sujono
2010-2011 : G. Sudibyo
2011-2016 : Indartato


Redaksi : Dari Berbagai Sumber
Sumber :
Buku Pacitan The Heaven of Indonesia
wikipedia
Website Hari jadi Pacitan http://harijadi.pacitankab.go.id/
Blog : https://idaaryantiblog.wordpress.com
blog : http://merahputih.com

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline