Masih dengan upacara kematian, bali juga memiliki tradisi unik untuk menguburkan mayat orang yang telah meninggal. Tradisi ini dikenal di Desa Trunyan. Mayat orang yang telah mati hanya akan digeletakkan di sekitar pohon yang ada di hutan di dekat Desa Trunyan. Pohonnya pun pukan pohon biasa / sembarangan. Melainkan pepohonan taru dan menyan yang mampu mengeluarkan enzim dan bau wangi. Hal tersebut dimaksudkan agar bau busuk dari mayat tidak akan menguar. Dengan pohon taru dan menyan, mayat malah menjadi wangi. Sumber: https://ilmuseni.com/seni-budaya/contoh-budaya-daerah
Ngurek ini merupakan sebuah upacara yang memiliki sedikit kemiripan dengan debus. Dimana para pelaku yang teriibat dalam upacara ini wajib menusuk tubuhnya dengan menggunakan keris. Makna dan tujuan dari upacara ini adalah untuk meyakinkan manusia tentang Tuhan Yang Maha Esa. Ketika para pelaku melakukan upacara ini, mereka yakin dan hanya meminta pertolongan untuk dilindungi Oleh Sang Kuasa. Hal tersebutlah yang disampaikan pada upacara ini. Bahwa sebagai manusia kita hanya boleh meyakini pertolongan sang kuasa. Bali terkenal sekali dengan keragaman adat dan budayanya. Mayoritas masyarakat Bali sampai sekarang masih mempertahankan penginggalan nenek moyangnya tersebut. Salah satunya yaitu tradisi Ngurek yang cukup ekstrem. Betapa tidak, Ngurek dilakukan dengan cara menyakiti diri sendiri dengan menusukkan senjata keris kepada tubuh. Hal demikian dilakukan dalam keadaan tidak sadarkan diri (kerasukan). Tradisi Ngurek ini sangat erat kaitannya dengan r...
Masyarakat suku Sunda juga tidak kalah dan memiliki ritual adatnya sendiri. Reneuh mundingeun merupakan sebuah upacara adat yang dialkukan ketika seorang perempuan telah hamil dan memasuki usia 12 bulan. Normalnya, wanita akan mengandung sampai dengan usia kandungan 9 bulan, tetapi beberapa kasus terdapat usia kandungan hingga 12 bulan, seperti munding (kerbau). Tujuan dilakukannya upacara ini adalah agar wanita tersebut segera melahirkan. Kebudayaan suku sunda yang satu ini memang jarang diketahui bahkan oleh masyarakatnya sendiri. Sumber: https://ilmuseni.com/seni-budaya/contoh-budaya-daerah
RAKYATKU.COM, SINJAI - Tradisi budaya Marrimpa Salo alias memeriahkan sungai, kembali digelar oleh Warga di Desa Sanjai Kecamatan SInjai Timur Kabupaten Sinjai, Selasa (10/10/2017) kemarin. Kegiatan yang digelar setiap 10 November ini menampilkan parade perahu nelayan penangkap ikan di daerah tersebut yang mengelilingi sungai muara laut Takkalala-Batang yang luasnya sekitar 100 meter, dengan panjang rute sekitar 200 meter. Puluhan perahu warga yang telah dihiasi beragam kertas dan bendera memuat pengunjung mengelilingi sungai tersebut, dan diiringi suara musik tradisi warga setempat. Muhammad Basri Patongai, budayawan setempat menyebut, Marrimpa Salo adalah wujud keceriaan dan kesyukuran nelayan dan petani kepada sang pencipta yang telah melimpahkan rezekinya di darat dan di laut, sehingga manusia bisa menjaganya. "Dahulu, tradisi ini sangat bertentangan dengan agama dan aturan, karena pada saat dahulu, tradisi warga menyembah dengan mem...
Sebagai negara agraris, kehidupan masyarakat Indonesia sudah tentu bergantung pada hasil pertanian. Oleh karena itu banyak penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani. Mereka ini tak kenal lelah menanam dan memanen padi agar bisa dikonsumsi diri sendiri dan orang lain. Maka nggak berlebihan dong kalau setelah panen mereka bersuka cita dengan menggelar sebuah perayaan. Sebut saja salah satunya yaitu perayaan Mappalanca. Baru dengar? Perayaan ini diselenggarakan oleh masyarakat Bone, Sulawesi Selatan. Mappalanca adalah salah satu tradisi unik sekaligus ekstrim yang ada di Indonesia. Nama lain dari tradisi ini adalah adu betis. Nah sudah tahu kan mengapa disebut ekstrim. Tradisi ini dilakukan setiap tahun setelah masa panen. Bagaimanakah jelasnya tradisi Mappalanca ini? Simak terus artikel menarik ini. Adu Betis Setelah Panen Mappalanca atau juga biasa disebut Mallanca sebenarnya adalah permainan tradisional Bone. Permainan ini dilakukan masyarakat Bone setelah...
Di dalam filsafat Hindu terdapat sepuluh kebajikan, yang dikenal dengan “ Dharma Laksana “, yang terdapat di dalam kitab “ Manu Smrti ” yaitu sebagai berikut: Akrodha (tidak marah), Asteya (tidak mencuri), Atma Vinigraha (pengendalian pikiran), Dama (pengendalian diri atau pengendalian indera), Dhi (kemurnian pikiran), Dhrti (ketetapan dan persistence ), Ksama (pengampunan atau kesabaran), Satya (kebenaran). Sumber: http://bali.panduanwisata.id/pura-hindu-bali/mengaplikasikan-etika-ajaran-hindu/
BAUBAU, KOMPAS.com – Kumpulan asap putih tiba-tiba keluar dari bara api kecil yang terdapat di dalam dupa. Seorang tokoh adat terlihat membaca doa dan sekali-kali tangannya memasukkan suatu benda di atas bara api hingga mengeluarkan asap. Usai membaca doa, beberapa pemuda mengangkat bahtera atau rakit kecil yang terbuat dari beberapa batang bambu dengan ukuran sekitar tiga meter. Rakit tersebut kemudian diangkat ke atas dua buah perahu kecil dan langsung dibawa ke tengah lautan. Beberapa kapal ikan milik masyarakat nelayan Kelurahan Bone-bone, Kecamatan Batupoaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, mengikuti dari belakang dua buah perahu kecil yang membawa rakit bahtera tersebut. Itulah ritual Haroana Andala. “ Tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun, sejak generasi pertama di masyarakat sini,” kata seorang Tokoh Adat, Muslim Mumin, Senin (4/12/2017). Di dalam rakit bahtera tersebut terdapat berbagai macam makanan mulai dari nasi pulut,...
BONE, KOMPAS.com - Ada tradisi menarik yang dilakukan warga Dusun Tengnga-tengnga, Desa Pongka, Kecamatan Tellu Siattingnge, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dalam memperingati leluhur mereka. Mereka menggelar tradisi perang api atau dikenal dengan "Serawu Sulo". Tradisi ini hanya digelar setiap tiga tahun sekali oleh masyarakat setempat. Dalam tradisi ini, puluhan warga saling lempar api dengan menggunakan obor berbahan daun kelapa kering yang diikat menyerupai lembing, tak ayal tradisi ini banyak memakan korban luka bakar. Uniknya, meski tradisi ini terkesan ekstrim dan konyol, namun malah menjadi ajang silaturrahmi warga setempat. Seperti yang terlihat Minggu (7/10/2012) kemarin, sebelum memulai ritual ini terlebih dahulu dua pemuka adat atau "Sandro" yang terdiri dari pria dan wanita melakukan ritual berserah diri atau "Mappangolo". Sementara warga yang akan menjadi peserta perang api membasuh sekujur tubuhnya dengan minyak kelapa muda yang diserahkan oleh toko...
Liputan6.com, Luwu: Sinar Sang Surya sangat terik ketika enam pendeta Bissu berkumpul di suatu hari di Dusun Cerekang, Luwu, Sulawesi Selatan. Bissu adalah sebutan bagi pendeta tradisional dalam masyarakat adat di Sulawesi Selatan, terutama Suku Bone dan Bugis. Dalam bahasa Bugis, Bussi berasal dari kata "Bessi" yang berarti bersih. Mereka adalah para lelaki yang berpenampilan seperti wanita, namun memiliki kekuatan gaib yang jarang dimiliki sembarang orang. Sikap kewanita-wanitaan yang mereka perlihatkan adalah suatu kesengajaan dan bagian dari tuntutan adat yang mereka yakini sesuai Kitab La Galigo. Aktivitas para Bissu yang dipimpin Puang Toa Saidi di Cerekang itu adalah bagian dari suatu prosesi besar yang tengah digelar oleh Kedatuan Luwu Raya di Tanah Bugis. Mereka sedang menyambut utusan Datu Luwu yang berniat mengambil air suci Pisimeuni dari rumah Puak Cerekang. Pada hari itu dan beberapa hari berikutnya, seluruh warga Kedatuan Luwu memang tenga...