Ritual
Ritual
Ritual Sulawesi Selatan Luwu
Mappacokkong Ri Baruga
- 16 Mei 2018

Liputan6.com, Luwu: Sinar Sang Surya sangat terik ketika enam pendeta Bissu berkumpul di suatu hari di Dusun Cerekang, Luwu, Sulawesi Selatan. Bissu adalah sebutan bagi pendeta tradisional dalam masyarakat adat di Sulawesi Selatan, terutama Suku Bone dan Bugis. Dalam bahasa Bugis, Bussi berasal dari kata "Bessi" yang berarti bersih. Mereka adalah para lelaki yang berpenampilan seperti wanita, namun memiliki kekuatan gaib yang jarang dimiliki sembarang orang. Sikap kewanita-wanitaan yang mereka perlihatkan adalah suatu kesengajaan dan bagian dari tuntutan adat yang mereka yakini sesuai Kitab La Galigo.

Aktivitas para Bissu yang dipimpin Puang Toa Saidi di Cerekang itu adalah bagian dari suatu prosesi besar yang tengah digelar oleh Kedatuan Luwu Raya di Tanah Bugis. Mereka sedang menyambut utusan Datu Luwu yang berniat mengambil air suci Pisimeuni dari rumah Puak Cerekang. Pada hari itu dan beberapa hari berikutnya, seluruh warga Kedatuan Luwu memang tengah mempersiapkan sebuah hajatan besar untuk mendirikan sebuah Baruga atau pendopo agung. Upacara besar ini disebut Mappacokkong Ri Baruga.

Mappacokkong Ri Baruga adalah sebuah prosesi memasuki Baruga oleh Datu Luwu. Ritual ini diawali dengan pengambilan air suci Pisimeuni di Sungai Cerekang. Dalam konsep pemikiran tradisional Luwu, di Sungai Cerekang inilah konon Batara Guru pertama kali menjejakkan kakinya di bumi atau Latoge Langi`. Maka, air suci Pisimeuni menjadi syarat mutlak yang tak boleh diabaikan dalam setiap prosesi besar di Kedatuan Luwu. Pengambilan air suci harus melalui ritual yang hanya boleh dilakukan oleh para pendamping Puak Cerekang. Bahkan, Puak Cerekang yang dianggap sebagai pemimpin spiritual tak diperkenankan mengambilnya.

Sebelum dibawa ke Malangke atau tempat Baruga berdiri, air suci harus disinggahkan di Wotu. Di sini Puak Macoa Bawalipu harus menguji keaslian air suci. Legalah hati rombongan utusan Datu Luwu begitu Puak Macua Bawalipu menyatakan air itu adalah air suci dari Cerekang. Sebelumnya, sejumlah Bissu menari dengan disertai unjuk kebolehan ilmu kebal yang dimilikinya, yakni menusukkan badik ke bagian tubuhnya.

Mappacokkong Ri Baruga adalah tradisi lama masyarakat Suku Bugis di wilayah Kedatuan Luwu Raya. Tradisi ini hanya dilakukan oleh raja-raja Luwu saat mereka akan membangun sebuah Baruga atau pendopo agung. Kedatuan Luwu Raya adalah sebuah kerajaan kuno orang Bugis yang di masa lampau mempunyai wilayah hingga daerah Palopo dan Luwu.

Kendati secara admistratif wilayah kedatuan tersebut sudah dihapuskan, keberadaannya sebagai pusat kultural orang Bugis di Luwu masih sangat kental. Masyarakat setempat masih mengakui keturunan datu atau raja sebagai pemimpin kultural yang dihormati. Tak mengherankan, ketika Kedatuan Luwu menggelar Mappacokkong Ri Baruga, masyarakat setempat menyambut dengan antusias.

Sambutan luar biasa itu mengakibatkan pusat-pusat kegiatan Mappacokkong Ri Baruga menjadi ramai. Beragam atraksi kesenian dari berbagai penjuru Luwu turut menyemarakkan suasana. Namun, bagi si empunya hajat, Datu Luwu, hari-hari menjelang Mappacokkong Ri Baruga sungguh melelahkan. Soalnya, berbagai prosesi harus dijalani. Datu Luwu sekarang, yaitu Datu ke-39 adalah seorang wanita bernama lengkap Andi Luwu Opu Daengna Pattiware. Dia mewarisi jabatannya karena faktor keturunan. Kesehariannya, ia hanyalah ibu rumah tangga dan istri seorang dokter yang justru tinggal di Kalimantan.

Namun, tuntutan adat membuatnya tak bisa melepaskan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang datu. Dalam rangka Mappacokkong Ri Baruga itulah, ia harus mengikuti sejumlah aturan adat. Antara lain mengikuti sekelompok perempuan sepuh yang disebut Maradika untuk berziarah ke makam Datu Pattimang dan Datu Pattiware, termasuk melakukan sejumlah prosesi lainnya. Datu Pattimang atau Datu Sulaiman adalah penyebar pertama agama Islam di Sulsel. Sedangkan Datu Pattiware adalah Datu Luwu ke-15. Pattiware adalah datu pertama di Luwu yang memeluk agama Islam.

Saat berziarah, para Maradika tampak kesurupan. Sebuah pesan gaib datang, seorang Maradika tiba-tiba berlaku aneh. Di luar alam sadar, ia kesurupan dan menangis pilu. Dari mulutnya keluar cerita kesedihan tentang seorang keturunannya yang menjelma menjadi seekor buaya telah dibunuh oleh warga di sekitar Malangke. Padahal, kedatangan buaya itu untuk menyambut Sang Datu.

Percaya atau tidak, pesan ini diyakini telah terjadi. Di sebuah tempat di Malangke, seekor buaya telah ditangkap dan dibunuh untuk diambil kulitnya. Kini, tinggal bangkai buaya yang tersisa dan rasa penyesalan. Untungnya, kematian sang buaya tak berdampak kepada penyelenggaraan Mappacokkong Ri Baruga.

Setelah melalui serangkaian prosesi pembuka, puncak Mappacokkong Ri Baruga tiba. Sang Datu membuka jalannya prosesi dengan melakukan Ri Pattudu. Prosesi ini adalah berkeliling sebanyak tiga kali dan menginjak sebuah periuk tanah sebagai simbol keteguhan hatinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Kewibawaannya jelas terlihat dari begitu banyak penghormatan yang diberikan. Sumpah setia dari pemimpin adat, Poang Toa, Amatoa, dan tokoh-tokoh lainnya menjadi bukti pengaruh tradisionalnya sebagai raja.

Apalagi, Baruga adalah pusat kegiatan yang sangat penting dalam tradisi Luwu. Baruga adalah tempat segala macam kegiatan. Di tempat ini, raja membahas berbagai keputusan penting bagi rakyatnya. Namun lebih dari itu, Baruga adalah simbol kebersamaan antara raja dan rakyat biasa. Baruga juga melambangkan penyatuan antara dua alam, alam atas dan bawah. Alam kehidupan manusia dan alam gaib. Karena itu, Baruga menjadi begitu sakral dan penting.

Ketika air suci dipercikkan ke tubuh Datu Luwu, sempurnalah Mappacokkong Ri Baruga. Secara adat, Baruga atau pendopo agung sudah boleh digunakan untuk berbagai kegiatan. Dan, untuk melengkapi prosesi ini, Sang Datu menggelar Manre Saperra atau makan bersama. Di atas kain putih yang dibentangkan sepanjang satu kilometer, seluruh warga menikmati berbagai makanan yang disediakan Sang Datu. Beberapa warga ikut berpartisipasi dengan membawa makanan untuk saling ditukarkan.

Manre Saperra sekaligus dimaksudkan sebagai pembayar nazar yang diucapkan Datu Luwu, puluhan tahun silam. Saat itu, Datu Luwu berjanji memberi makan kepada rakyatnya. Ini bila wilayahnya sudah merdeka dari tangan penjajah. Kini, setelah puluhan tahun merdeka dan datu sudah silih-berganti, nazar itu baru bisa diwujudkan.(ANS/Roy Chudin Muchlis dan Bambang Triono)

Sumber : https://www.liputan6.com/news/read/69492/imappacokkong-ri-barugai-ritual-orang-luwu

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Bobor Kangkung
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Tengah

BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Ikan Tongkol Sambal Dabu Dabu Terasi
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Utara

Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Peda bakar sambal dabu-dabu
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Selatan

Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
tes
Alat Musik Alat Musik
Bali

tes

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana