 
            Lagu Ampar-Ampar Pisang tidak asing lagi di telinga masyarakat. Bahkan di era 2000an, lagu ini dijadikan sebagai pengiring suatu permainan. Ternyata ada sejarah di balik lagu ini loh. Awalnya lagu ini dinyanyikan secara iseng pada saat masyarakat Kalimantan Selatan sedang membuah makanan yang terbuat dari bahan pisang, yaitu kue rimpi. Kue Rimpi dibuat dengan cara pisang diampar lalu kemudian dibiarkan hingga hampir matang mendekati busuk, lalu pisang dijemur, diampar di bawah sinar matahari sampai pisang mengeras dan mengeluarkan aroma manis. Ampar sendiri mempunyai arti susun. Jadi, isi dari lirik lagu Ampar-Ampar Pisang tidak jauh beda dengan proses pembuatan kue Ampar, yaitu menceritakan tentang pisang yang disusun dan dikerubuti binatang terbang kecil-kecil karena senang dengan aroma manis pisang tersebut. Bintang kecil itu dikenal masyarakat Kalimantan dengan nama Bari-Bari. Pada akhir lagu, diceritakan tentang binatang yang ditakuti anak-anak kecil pada zamannya....
 
                     
            Tidak semua tradisi kearifan lokal tersebut menghilang, masih tersisa proses gotong royong menyiapkan masakan, masak bersama hingga yang masih ada adalah budaya "mengawah" atau memasak di sebuah wajan berukuran besar. Mengawah bukan hanya dilaksanakan di acara resepsi pernikahan, namun bisa juga dilaksanakan pada acara lainnya, seperti selamatan, maulid nabi, acara budaya, mengumpulkan orang banyak, dan lain sebagainya, yang dalam prosesnya mengundang orang banyak untuk makan bersama. Uniknya, proses mengawah di acara resepsi pernikahan dilaksanakan subuh dini hari, mulai pukul 02.00 WITA, bahkan hingga pagi jam 08.00 WITA, tergantung kebutuhan. Dari lima kawah bahkan lebih dalam memasak nasi, yang dilakukan oleh kaum laki-laki yang mahir menggunakannya, karena jika tidak terlatih dan tidak tahu cara memasaknya, nasi akan mentah, atau bahkan jadi bubur. Setelah itu proses memasak sayur mayur dan lauk yang juga menggunakan kawah, khususnya bagi tuan rumah yang masih m...
 
                     
            Buku ini membahas tentang salah satu budaya bangsa, untuk meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai budaya bangsa melalui Album Seni Wayang Banjar kepada masyarakat, sebagai salah satu upaya memperluas cakrawala budaya. Dengan dipilihnya wayang Banjar sebagai objek tulisan dalam buku ini, diharapkan wayang yang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas akan lebih memasyarakat sehingga orang yang selama ini lebih mengenal wayang sebagai produk budaya Jawa, Bali, dan Sunda akan mengetahui bahwa etnis Banjar juga memiliki wayang sebagai salah satu hasil budaya masyarakat tersebut. Sumber: Mujiyat, Mujiyat and Sondari, Koko (2002) Album wayang kulit Banjar. Direktorat Tradisi dan Kepercayaan, Jakarta. http://repositori.kemdikbud.go.id/8166/
 
                     
            Tradisi budaya tanglong adalah sebuah tradisi budaya dalam rangka menyambut bulan Ramadhan dan malam Lailatul Qadr. ‪Dalam masyarakat Kabupaten Balangan, Tanglong dikenal sebagai sebuah ornament atau replika atau miniatur atau lebih mirip dengan lampion, dengan berbagai bentuk dan model yang dikemas dalam nuansa Islami. Seperti dalam bentuk miniatur masjid, onta, manusia berbusana muslim, rumah adat Banjar, beduk, pohon kurma, gowa hira, hingga bentuk replika burung buraq. ‪Tradisi Tanglong kerap dilaksanakan pada malam ke 21 Ramadhan, atau dikenal dengan malam Nuzulul Quran, ataupun malam salikuran hingga menjelang lebaran. Dimana pada malam-malam tersebut dikenal pula sebagai malam Lailatul Qadar. Sebab di malam-malam itu pula Allah SWT menjanjikan akan menurunkan Lailatul Qadar, sebagai malam paling dinanti dan diimpikan umat muslim di segala semesta alam. Guna menyambut kemeriahan Ramadhan dan malam-malam Lailatul Qad...
 
                     
            Upacara Baayun Mulud/Baayun Anak merupakan upacara yang ditujukan untuk anak-anak menjelang dewasa, tepatnya ketika usia si anak antara 0-5 tahun. Baayun Mulud terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan mulud. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Aktivitas mengayun bayi biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Dengan diayun-ayun, seorang bayi akan merasa nyaman sehingga ia akan dapat tidur dengan lelap. Sedangkan kata mulud (dari bahasa Arab maulud) merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, kata Baayun Mulud mempunyai arti sebuah kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sang pembawa rahmat bagi sekalian alam. Perlengkapan yang wajib disiapkan pada upacara ini adalah ayunan yang dibuat tiga lapis, dengan kain sarigading (sasirangan) pada lapisan pertama, kain kuning pada lapisan kedua dan kain bahalai (sarung panjang tanpa sambungan) pada lapisan ket...
 
                     
            Aruh Adat Baancak merupakan acara sakral yang meletakkan padi di lumbung dengan disertai mantra-mantra, musik, dan tarian yang dilakukan oleh Balian , Balian adalah orang yang bekerja pada upacara Adat Dayak yang bertugas untuk berurusan dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga dapat bertugas memanggil sangiang sebagai juru damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik pada suatu upacara adat yang sudah sering dilakukan sejak dulu hingga sekarang oleh para masyarakat pedalaman Dayak Meratus maupun Dayak daerah lain sekitarnya, yang tentunya memiliki ciri khas masing-masing di tiap daerah Kalimantan. Aruh Baancak ini biasanya dilakukan sebelum memindahkan atau membersihkan ladang (juga dikenal sebagai pertanian tebas-bakar atau pertanian swedden). Masyarakat Dayak menggunakan sistem ini sejak jaman nenek moyang pendahulu-pendahulu mereka, banyak kearifan lokal yang ada disana dan biasanya sebelum melakukan pembukaan lahan terdapat bany...
 
                     
            Sejarah Singkat Kain Sasirangan Seperti yang sudah Anda ketahui, bahwa baju sasirangan dan kain sasirangan ini berasal dari Banjarmasin Kalimantan Selatan. Pada umumnya, kain tersebut digunakan sebagai salah satu kain adat yang seringkali masyarakat kenakan saat ada acara adat dari suku Banjar. Menurut sejarawan bahwa sejarah sasirangan ini adalah kain sakral yang merupakan warisan sejak abad ke XII ketika Lambung Mangkurat masih menjadi patih di negara Dipa. Pada awalnya, kain ini dikenal sebagai perantara penyembuhan orang sakit. by idnewsmedia sumber : https://www.idnewsmedia.com/kain-batik/sasirangan/kain-sasirangan/
 
                     
            Sasirangan : Kain Adat Dari Suku Banjar Seperti yang sudah Anda ketahui sebelumnya, bahwa baju sasirangan dan kain sasirangan ini merupakan salah satu bukti karya dari adat suku Banjar yang ada di Kalimantan Selatan. Kain adat suku banjar yang satu ini kabarnya sudah sejak lama diwariskan, secara turun temurun dari abad ke 12. Ketika saat itu Patih Lambung Mangkurat masih menjadi seorang patih di negara Dipa. Di Kalimantan Selatan sendiri, sosok bernama Lambung Mangkurat ini sangatlah terkenal dan dihormati. Namanya selalu diabadikan menjadi salah satu nama jalan serta perguruan tinggi yang ada di Banjarmasin. oleh : idnewsmedia sumber : https://www.idnewsmedia.com/kain-batik/sasirangan/kain-sasirangan/
 
                     
            Motif Kain Sasirangan Modern Pada umumnya, kain sasirangan modern ini tersedia menjadi berbagai macam motif unik dan juga menarik. Inilah alasannya mengapa banyak masyarakat atau traveler yang terkadang bingung dalam memilih motif kainnya. Mengingat coraknya memang sangat indah, berikut ulasan referensi motifnya. Motif Hiris Gagatas Secara Vertikal Motif Jumputan Bernuansa Monokrom Motif Kambang Kacang oleh : idnewsmedia sumber : https://www.idnewsmedia.com/kain-batik/sasirangan/kain-sasirangan/
