|
|
|
|
Mengawah Tanggal 21 Feb 2019 oleh Admin Budaya . |
Tidak semua tradisi kearifan lokal tersebut menghilang, masih tersisa proses gotong royong menyiapkan masakan, masak bersama hingga yang masih ada adalah budaya "mengawah" atau memasak di sebuah wajan berukuran besar.
Mengawah bukan hanya dilaksanakan di acara resepsi pernikahan, namun bisa juga dilaksanakan pada acara lainnya, seperti selamatan, maulid nabi, acara budaya, mengumpulkan orang banyak, dan lain sebagainya, yang dalam prosesnya mengundang orang banyak untuk makan bersama.
Uniknya, proses mengawah di acara resepsi pernikahan dilaksanakan subuh dini hari, mulai pukul 02.00 WITA, bahkan hingga pagi jam 08.00 WITA, tergantung kebutuhan.
Dari lima kawah bahkan lebih dalam memasak nasi, yang dilakukan oleh kaum laki-laki yang mahir menggunakannya, karena jika tidak terlatih dan tidak tahu cara memasaknya, nasi akan mentah, atau bahkan jadi bubur.
Setelah itu proses memasak sayur mayur dan lauk yang juga menggunakan kawah, khususnya bagi tuan rumah yang masih mempertahankan budaya lokal atau tidak menggunakan jasa catering dalam menyiapkan lauk pauk dan sayur mayur.
Hal kedua dari proses memasak nasi di kawah, adanya terdapat kerak nasi di permukaan kawah. Yang biasanya sangat lezat ketika dimakan dengan ikan asin.
Tidak sampai di situ tugas warga, proses gotong royong masih berlanjut, dari menyiapkan makanan undangan, membersihkan meja makan, cuci piring dan cangkir, bahkan mengontrol makanan, jika kurang, tim mengawah siap kembali beraksi.
Usai acara resepsi yang kebanyakan mencapai waktu siang, bahkan ada yang hingga sore hari, kembali warga bergotong royong membersihkan semua peralatan.
Proses mengembalikan berbagai peralatan yang dimanfaatkan saat pesta perkawinan, seperti meja kursi, menurunkan tenda, hingga mengembalikan alat seperti piring, cangkir, kawah dan kaki kawah yang disebut juga "kulikar" untuk proses memasak, di mana biasanya dipinjam dari milik perkumpulan warga, langgar, masjid dan lain sebagainnya.
Malam sehabis sholat isya, warga kampung kembali diundang ke rumah pengantin, untuk dijamu makanan dan disugihkan kue pengantin, sebagai rasa syukur dan terima kasih atas bantuan warga, di akhir acara, panitia acara resepsi pernikahanpun dibubarkan kembali oleh tokoh masyarakat setempat.
Sumber: https://kalsel.antaranews.com/berita/48650/budaya-gotong-royong-dan-mengawah-kian-pudar
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |