Pada suatu hari ada dua ekor hewan yang bersahabat yaitu seekor kera yang dalam bahasa Tou-lour disebut Wolai dan seekor penyu yang disebut Wo’u . Kedua hewan yang sangat bersahabat ini sedang berjalan-jalan di tepi aliran sebuah sungai yang pada waktu itu sedang meluap. Tiba-tiba Wolai melihat ada sebatang pohon pisang yang hanyut terbawa arus di sungai itu. Lalu berkatalah Wolai yang suka makan pisang kepada Wo’u, “Hai sahabatku, Wo’u, lihatlah batang pohon pisang yang hanyut itu.”. “Ya, ada apa temanku Wolai?”, sahut Wo’u kepada Wolai. “Begini”, kata Wolai. “Kalau batang pisang itu kita tanam bersama-sama, maka dalam beberapa waktu batang pohon pisang itu akan bertumbuh dan berbuah, dan nanti kita dapat berpesta dengan buah pohon pisang itu. “Ya, kau betul Wolai.”, kata Wo’u kepada Wolai, “Tetapi saya tidak pandai berenang, sebaiknya kau saja yang berenang dan m...
Di sebelah timur kaki gunung Awu, berdiamlah sekelompok masyarakat primitif dengan cara hidup yang sangat tradisional. Mereka hidup dengan damai pada sebuah lembah bernama Balang Apapuhang, di pulau Sangihe. Aktifitas kehidupan sehari-hari didominasi oleh kegiatan berburu dan pemenuhan kebutuhan lainnya, seperti mencari buah di hutan. Di lembah tempat mereka hidup masih diliputi oleh hutan yang sangat lebat, banyak pepohonan besar. Dari keadaan seperti itu memungkinkan hidup banyak binatang yang kemudian merupakan binatang buruan sebagai makanan sehari-hari. Pada suatu masa, wilayah perburuan mereka semakin meluas dan sampailah mereka di pantai yang kini merupakan bagian dari pantai Naha. Setibanya di pantai, mereka langsung menceburkan diri di air. Tanpa sengaja salah seorang dari mereka membuang-buang ludah. Yang terjadi adalah, mulut orang tersebut kemasukan air asin. Rasa asin merupakan hal yang baru menyentuh lidah mere...
Minahasa yang dahulu dikenal dengan Malesung adalah salah satu nama kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Di kabupaten ini hidup beragam jenis binatang langka dan khas Minahasa. Salah satu binatang khas Minahasa adalah burung moopoo. Konon, burung moopoo ini merupakan jelmaan seorang anak laki-laki. Mengapa anak laki-laki itu menjelma menjadi burung moopoo? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita rakyat Asal Usul Burung Moopoo berikut ini. Alkisah, di sebuah daerah di Minahasa, Sulawesi Utara, hiduplah seorang kakek bersama dengan cucu laki-lakinya yang bernama Nondo. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil di tepi hutan lebat. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, sang Kakek pergi ke hutan mencari hasil hutan dan menjualnya ke pasar. Sementara Nondo hanya bisa membantu kakeknya memasak dan membersihkan rumah, karena kakinya pincang. Kedua orang tua Nondo meninggal dunia ketika ia masih kecil. Sejak itu, Nondo diasuh oleh kakeknya hingga dewasa. &nbs...
Hiduplah sepasang suami istri pada masa lampau. Sang suami bernama Abo Mamongkuroit dan istrinya bernama Monondeage. Keduanya telah lama berumah tangga, namun belumjuga dikaruniai anak. Abo Mamongkuroit setiap hari pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Kayu-kayu yang didapatkannya akan dijualnya ke pasar. Monondeage memelihara ayam-ayam di rumahnya. Ia kadang menjual telur dan juga sebagian ayamnya itu ke pasar untuk menambah penghasilan. Meski suami istri itu telah bekerja keras, namun hidup mereka terbilang miskin. Abo Mamongkuroit pun berencana untuk pergi merantau ke negeri seberang untuk mencari peruntungan baru. Keinginan itu disampaikan Abo Mamongkuroit kepada istrinya. Semula Monondeage ingin mengikuti suaminya itu untuk pergi merantau. Namun, Abo Mamongkuroit melarangnya. Katanya, “Sebaiknya engkau tetap tinggal di rumah kita ini sambil mengurus ayam-ayam kita. Jika rumah ini kita tinggalkan, niscaya Tulap Si raksasa yang tinggal di hu...
Harimau adalah binatang yang amat dihormati bagi masyarakat Mandailing. Bahkan di desa-desa yang dekat dengan hutan, biasanya orang takut menyebut kata harimau. Orang sering mengatakan dengan sebutan “Ompungi”, yang artinya kakek atau buyut. Kata nenek moyang batak Mandailing, jika kita berani mengatakan kata harimau walaupun sedang bercerita, itu sama dengan mengundang ompungi ke kampung kita. Tapi nenek moyang Mandailing mengakui bahwa harimau ini cukup beradat. Dia tak akan mengganggu orang yang tak ada salahnya. Dan telah banyak orang yang bercerita, bila ia ketemu dengan harimau. Kita lebih baik diam dari pada lari. Karena jika kita berlari, dia akan beranggapan kita punya salah. Tapi kalau kita diam dengan memandangi wajahnya. Kita usahakan agar kening kita terbuka waktu berhadapan dengannya. Dia akan pergi pada akhirnya. Dia tak akan mengganggu. Apalagi kata nenek moyang Mandailing, ada dikening manusia, tulisan tuhan yang harimau tak sanggup menatapnya dengan l...
Di sebuah desa di Sulawesi Utara, tinggallah seorang ibu bersama dua anak gadisnya. Mereka benar-benar miskin, membeli makanan saja tak mampu. Sehari-hari, keluarga itu hanya menyantap buah-buahan yang tumbuh di hutan sekitar rumah mereka. Meski demikian, mereka hidup bahagia dan selalu bersyukur. Suatu masa, musim kemarau melanda desa mereka. Pohon-pohon yang ada di hutan mulai Iayu dan kering daunnya. Pon di "Kak, kita sudah berjalan dari tadi, tapi kita belum menemukan satu buah pun," kata Si Bungsu. “Sabar Dik, mungkin jika kita berjalan Iebih ke dalam, kita akan me nemukannya,” jawab si Sulung. Dalam hatinya dia mulai khawatir. Perutnya mulai keroncongan. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk masuk terus ke dalam hutan. Mereka berusaha mencari buah-buahan, namun tak mendapatkan apa-apa. Karena kelelahan, mereka beristirahat di bawah sebatang pohon rindang. Meskipun daunnya lebat, pohon itu tak berbuah. Angin ber...
Ketika mendengar alunan merdu musik Kolintang, pikiran pendengar akan tertuju pada Manado, kota yang terletak di bagian paling utara pulau Sulawesi. di tempat tersebutlah alat musik khas daerah yang terbuat dari sejenis kayu di Minahasa ini berasal. Berikut cerita rakyat Minahasa tentang asal usul Kolintang. Pada jaman dahulu di daerah Minahasa (Sulawesi Utara) ada sebuah desa yang indah bernama To Un Rano yang sekarang dikenal dengan nama Tondano. di sana tinggalah seorang gadis yang kecantikannya tersohor ke seluruh pelosok desa, maka tak heran banyak pemuda yang jatuh hati kepadanya. Gadis itu bernama Lintang, ia pandai menyanyi, suaranyapun nyaring dan merdu. Pada suatu hari di desa To Un Rano,diselenggarakan pesta muda-mudi. Saat itu seorang pemuda gagah dan tampan memperkenalkan diri kepada Lintang, "Makasiga namaku,aku berasal dari desa Kelabat Atas". Makasiga adalah seorang pemuda yang ahli ukir-ukiran. Suatu waktu, Makasiga ingin meminang Putri...
Beberapa waktu lalu Gunung Lokon di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, meletus tiga kali dalam sehari. Letusan gunung tersebut disertai semburan material abu vulkanik yang membumbung tinggi. Ada mitos menarik tentang Gunung Lokon ini. Mitos ini dikisahkan turun temurun oleh warga sekitar gunung, yakni tentang kehidupan Mangkawalang dan babi piaraannya yang hidup di dalam gunung. Tapi ada yang bilang itu hanya dongeng semata. Begini kisah Mangkawalang ini, seperti ditulis Aneke Sumarauw Pangkerego dalam bukunya: Cerita Rakyat dari Minahasa. Konon Gunung Lokon ini dihuni oleh orang bernama Mangkawalang. Dia hidup berbahagia di gunung itu karena aman dan sejahtera tanpa gangguan. Namun pada suatu hari dia disuruh pindah oleh seseorang yang merasa berhak tinggal di situ, yakni Pinontoan dan istrinya bernama Ambilingan. Dengan hati masygul Mangkawalang memutuskan pindah karena tidak mungkin berdebat dan perang melawan Pinontoan dan Ambilingan itu. Di tenga...
Tradisi melompat batu atau yang biasa disebut oleh orang Nias sebagai fahombo batu adalah pada mulanya dilakukan oleh seorang pemuda Nias untuk menunjukan bahwa pemuda yang bersangkutan sudah dianggap dewasa dan matang secara fisik. Lebih jauh dari itu bila sang pemuda mampu melompati batu yang disusun hingga mencapai ketinggian 2 m dengan ketebalan 40 cm dengan sempurna maka itu artinya sang pemuda kelak akan menjadi pemuda pembela kampungnya samu’i mbanua atau la’imba hor, jika ada konflik dengan warga desa lain. Tapi satu hal yang perlu diketahui bahwa tradisi lompat batu ini tidak terdapat di semua wilayah Nias dan hanya terdapat pada kampung-kampung tertentu saja seperti di wilayah Teluk Dalam. Dan satu hal lagi, tradisi ini hanya boleh diikuti oleh kaum laki-laki saja, dan sama sekali tak memperbolehkan kaum perempuan untuk mencobanya mengingat lompat batu merupakan ajang ketangkasan yang nantinya bila berhasil melompat dengan sempurna yang ber...