Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Utara Sangihe
LEGENDA APAPUHANG
- 24 Desember 2018

Di sebelah timur kaki gunung Awu, berdiamlah sekelompok masyarakat primitif dengan cara hidup yang sangat tradisional. Mereka hidup dengan damai pada sebuah lembah bernama Balang Apapuhang, di pulau Sangihe. Aktifitas kehidupan sehari-hari didominasi oleh kegiatan berburu dan pemenuhan kebutuhan lainnya, seperti mencari buah di hutan. Di lembah tempat mereka hidup masih diliputi oleh hutan yang sangat lebat, banyak pepohonan besar. Dari keadaan seperti itu memungkinkan hidup banyak binatang yang kemudian merupakan binatang buruan sebagai makanan sehari-hari.

Pada suatu masa, wilayah perburuan mereka semakin meluas dan sampailah mereka di pantai yang kini merupakan bagian dari pantai Naha. Setibanya di pantai, mereka langsung menceburkan diri di air. Tanpa sengaja salah seorang dari mereka membuang-buang ludah. Yang terjadi adalah, mulut orang tersebut kemasukan air asin. Rasa asin merupakan hal yang baru menyentuh lidah mereka. Karena selama ini makanan yang dikonsumsi adalah makanan mentah tanpa dimasak sebelumnya. Seperti daging binantang buruan, dedaunan, dan umbi-umbian. Penyebab cara makan seperti itu karena mereka belum mengenal adanya api. Meskipun cara hidup mereka sangat sederhana tetapi mereka termasuk masyarakat yang hidup di satu tempat tanpa berpindah-pindah. Tempat tinggal mereka di atas pohon pada dahan – dahan yang besar.

Hari mulai gelap, mereka baru pulang ke tempat tinggal. Tanpa buruan dan tanpa apapun yang di bawah serta, mereka memberanikan diri pulang ke tempat tinggal. Saat bangun pagi mereka menceritakan situasi yang mereka temukan. Maka berbondong-bondonglah warga di lembah itu menuju lokasi yang baru ditemukan. Seperti biasanya mereka menceburkan diri di air sampai kemudian pulang ke hutan tempat tinggal mereka. Kegiatan itu berlanjut terus setiap hari. Mereka pun merasa kelelahan untuk datang ke tempat tersebut dengan berjalan kaki, terpikir bagaimana caranya supaya cepat sampai di pantai dan tidak banyak mengeluarkan tenaga. Hal pertama yang dilakukan adalah membuat alat transportasi, tercetuslah ide untuk membuat perahu. Seluruh warga saling membantu untuk membuat perahu. Setelah perahu tersebut selesai dibuat mereka kebingungan akan dilepas di mana perahu tersebut. Karena di sekitar lembah tersebut terdapat tebing yang sangat terjal maka dialirkanlah salah satu sumber air melalui salah satu tebing membentuk air terjun yang di kemudian hari disebut air terjun “apapuhang”. Air pun mengalir membentuk sungai kecil menuju lembah sampai ke pantai. Tetapi perahu yang dilepas tidak juga beranjak dari tempat karena air yang mengalir sedikit. Tidak kehabisan akal mereka pun mengikatkan perahu di atas pohon yang tinggi dan salah satu ujung tali diikat pada pohon yang lain di belakang perahu lalu ditarik seperti ketepel. Orang yang ada di bagian belakang perahu bertugas memotong tali untuk melontarkan perahu sampai ke pantai. Yang terjadi, perahu tersebut jatuh di tempat itu juga, mengakibatkan jatuhnya korban.

Dari kejadian itu mereka mulai pesimis dan beranggapan bahwa mustahil untuk dapat sampai ke pantai dengan cepat tanpa berjalan kaki. Sampai suatu saat muncul perubahan, muncul ide untuk membawah air laut ke tempat tinggal agar dengan cepat mereka dapat mandi di air tersebut. Satu hal yang dilakukan adalah membuat wadah untuk membawah air laut ke tempat tinggal mereka. Benda yang mereka buat untuk mengambil air adalah sejenis keranjang yang dianyam dari bahan rotan. Di kemudian hari alat yang mirip keranjang dinamakan bika. Seluruh warga saling membantu mengambil air di pantai Naha dengan menggunakan wadah keranjang. Setiap kali mereka mengambil air, tak satu pun air yang tertinggal di keranjang karena wadah tersebut banyak lobangnya. Tetapi tanpa disangka, air laut dapat juga di bawah ke tempat tinggal mereka. Untuk menampung air laut tersebut dibuatlah kolam dari tanah. Pada akhirnya air laut dapat ditampung di sebuah kolam tanah. Sejak saat itu jadilah tempat tersebut sebagai tempat pemandian. Sejak saat itu satu demi satu teknologi mulai ditemukan dan digunakan untuk tetap bertahan hidup di lembah Balang Apapuhang. Sistem kekerabatan mulai diatur sampai kepada persekutuan hukum yang mengikat kebersamaan. Mereka membangun sebuah kerajaan yang dikepalai oleh seorang raja. Membangun istana megah yang berbalutkan emas. Mereka kemudian menempati sebuah daerah di dekat air terjun. Di kemudian hari hilanglah negeri tersebut dan menjadi legenda awal pengenalan akan teknologi di Pulau Sangihe.

 

sumber:

  1. Sangihe Tourism (https://sangihetourism.wordpress.com/2014/11/24/cerita-rakyat-kepulauan-sangihe/)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline