Madura, mungkin yang ada benak Anda adalah makanan sate, pakaian loreng merah putih atau karapan sapi. Madura cukup terkenal dengan berbagai khasanah budaya lokalnya. Dari segi budaya, pulau sebelah timur Jatim ini tak kalah dari wilayah lain. Bukti budaya bisa terlihat dari alat musik tradisionalnya. Banyak macam alat musik tradisional Jawa Timur yang masih eksis sampai sekarang. Salah satu alat musik melegenda yang masih dilestarikan sampai saat ini adalah saronen. Mungkin Anda masih asing mendengarnya. Lantas apa sebenarnya saronen ini? Baca informasinya sampai selesai ya. Bentuk Saronen Bentuk saronen terlihat lebih mirip seruling atau terompet. Akan tetapi, ada perbedaan pada peniup yang mana peniupnya dibuat seperti kumis-kumisan. Tiap alat dibuat beda-beda tergantung kreatifitas pembuat. Menarik bukan, kawan? Bahan yang digunakan untuk membuat saronen adalah kayu jati khusu dengan panjang kerucut 40 centimeter. Lubang-lubang dibuat mirip kayak seruling yang mana a...
Ngitung Batih merupakan adat istiadat yang digunakan untuk menghitung jumlah saudara. Tradisi ini dilakukan oleh semua elemen masyarakat tanpa terikat umur, jenis kelamin, jabatan dan perbedaan latar belakang. Ngitung Batih sendiri merupakan upaya pelestarian budaya adiluhung yang ada di tanah Jawa. Filosofi Ngitung Batih merupakan sarana doa bagi masyarakat yang berharap jumlah saudara mereka bisa tetap sama pada tahun depannya dengan tetap diberikan keselamatan, kesejahteraan, murah rezeki dan terhindar dari mara bahaya. Awal mula dilaksakannya tradisi ini diketahui sejak masa kerajaan Mataram. Dahulu di Kecamatan Dongko terjadi peperangan yang mengakibatkan jumlah warga Dongko semakin berkurang. Hal ini diduga lantaran warga Dongko menghilang pada malam hari atau emboh parane dalam bahasa masyarakat sekitar. Ngitung Batih menjadi tradisi yang memiliki makna mendalam dan begitu disakralkan oleh masyarakat sekitar. Ngitung Batih dilakukan dengan mengarak 40 takir plontang berupa...
Rokat Tase’ atau petik laut merupakan bentuk rasa syukur para nelayan yang umumnya berada di pesisir pantai selatan Kabupaten Sampang atas hasil laut yang melimpah. Tradisi ini berupa larung sesaji laut yang disertai iring-iringan kesenian khas Madura seperti musik Sronen, Tari Mowang Sangkai (Buang Sial). Dalam melalukan ritualnya, rokat tase dilakukan dengan iring-iringan tarian dan gamelan, selain itu sesaji juga telah disiapkan dan dinaikan ke kapal atau perahu milik nelayan untuk dibawa ke tengah laut dan dilepas.
Daul dug dug merupakan kesenian yang banyak ditemui di 4 Kabupaten yang ada di Pulau Madura. Daul dug dug sendiri merupakan perpaduan alat musik saronin, kendang, kesrek serta dug dug itu sendiri, yang bentuknya mirip dengan tong, namun dengan bentuk yang lebih besar, yang dimainkan bersamaan oleh para penabuhnya sehingga menimbulkan bunyi yang sangat khas. Selain itu, gerobak atau alat pengangkut daul dug dug sendiri guna mengitari kota dibentuk sedemikian rupa, ada yang berbentuk kereta kencana, bahkan ornamen Buta Kala. Dengan berjalannya waktu, di Kabupaten Sampang terlahir sebuah daul dug dug keni’ atau daul dug dug mini, yang pada awalnya diperuntukkan untuk para anak-anak serta untuk mengenalkan dan memupuk rasa cinta mereka terhadap kesenian dan kebudayaan tradisional.
Umat Hindu Tengger mempercayai bahwa sembilan penjuru alam semesta ini dijaga oleh Manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Dewata Nawa atb Sanga yang meliputi Dewa Wisnu, Sambu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara dan Siwa. Upacara adat ini dilaksanakan tiap satu tahun sekali yang jatuh pada Panglong ke Sanga (9) setiap Bulan Kesanga menurut hitungan Kalender Tengger. Berbeda dengan Kasada, dalam upacara adat “Pujan Kasanga” terbagi menjadi 3 (tiga) sesi yaitu resik, puja mantra/bantenan dan mubeng dheso. Sarana yang dibutuhkan dalam sesi pertama adalah sesajen yang terdiri dari panggang ayam, tumpeng, bunga panca warna, pisang ayu, suruh dan jambe ayu. Selain itu, persembahan yang berupa beberapa ekor ayam utuh dan bahan pangan lainnya dan pada akhir upacara adat persembahan ini akan diserahkan kepada para sesepuh Desa. Semua dikumpulkan di rumah Kepala Desa untuk dibacakan japa mantra oleh Dukun Adat yang disebut Rama Dukun Pandito. Masyarakat tengger mempe...
Terkisah, pada zaman dahulu kala ada seorang yang bernama Kebo kicak. Karena durhakanya, dia disabda menjadi manusia berkepala kerbau ( dalam bahasa jawa kebo ) oleh orang tuanya. Kemudian Kebo kicak berguru kepada seorang kyai yang sakti mandraguna hingga akhirnya ia menjadi seorang yang soleh, dia sadar atas segala kesalahanya dimasa lalu hingga memiliki kemampuan yang luar biasa baik dari segi agama maupun kesaktiannya. Pada suatu masa, Jombang diresahkan oleh seorang perampok sakti mandraguna yang benama Surontanu. Karena kesaktiaanya, tidak ada yang pernah bisa melawan dan menangkapnya. Alkisah, Kebo kicak turun gunung bermaksud hendak menangkap Surontanu. Kemudian mereka bertemu dan bertarung sangat lama sampai Surontanu kewalahan melawan Kebo Kicak dan dia melarikan diri. Kebo kicak pun mengejar Surontanu kemanapun dia pergi. Dan sampailah pelarian Surontanu kesebuah rawa yang terdapat rimbunan tanaman tebu. Dengan kesaktiaanya Surontanu masuk kedalam rawa tebu tersebut dan...
Konon, kekeringan pernah melanda di wilayah sekitar Goa Ngerong. Warga kesulitan air karena sumber-sumbernya mengering. Seorang perempuan yang diketahui bernama Dewi Laras juga mengalami hal serupa. Dia sedang hamil tua, dan membutuhkan air untuk persalinan. Dewi Laras terus berusaha mencari air sampai dia harus naik turun bukit (bahasa jawa: Kerengkelan). Cerita dari usaha Dewi Laras menemukan sumber air inilah yang disebut-sebut sebagai awal mula wilayah itu. Bermula dari bahasa jawa: Kerengkelan, yang lama kelamaan disebut dengan Rengel (Desa Rengel). Usaha Dewi Laras itu didengar Ki Kumbang Jaya Kusuma dan Ki Jala Ijo, dua orang yang bertapa di depan goa. Mereka ingin menolong perempuan hamil itu mencarikan sumber air. Dengan izin Allah, setelah dua pertapa itu menancapkan tongkat dari dalam goa, keluar air sangat deras, disertai dengan hewan-hewan seperti ikan, kura-kura, dan kelelawar, yang sebagian masyarakat mempercayainya sebagai hewan keramat. Tercukupilah kebutuhan air De...
Banyuwangi memiliki berbagai budaya dan tradisi yang masih sangat dirawat dan dijaga kelestariannya hingga saat ini. Dalam budaya tari, Banyuwangi memiliki berbagai tarian khas yang fenomal dan unik, salah satunya tari seblang. Awalnya, seblang merupakan suatu ritual upacara masyarakat Osing (suku asli Banyuwangi) yang hanya dapat dijumpai di dua desa kecamatan Glagah, yakni desa Olehsari dan desa Bakungan. Ritual ini dilaksanakan sebagai upaya tolak bala agar desa tetap dalam keadaan aman dan tenteram. Tari seblang ini merupakan tradisi yang sudah sangat tua umurnya, sehingga sulit untuk dilacak bagaimana awal mulanya. Namun, ada sumber yang mengatakan bahwa penari pertama seblang adalah seorang perempuan bernama Semi yang juga merupakan pelopor pertama tari gandrung Banyuwangi. Menurut penduduk suku Osing, filosofi istilah "seblang" berasal dari "sebele ilang", atau dalam bahasa Indonesia artinya "sialnya hilang". Ada perbedaan pada waktu pelaksanaa...
ABIMANYU dikenal pula dengan nama : Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta, 'Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima satria Pandawa dengan Dewi Sumbadra, putri Prabu Basudewa, raja Negara Mandura dengan Dewi Badrahini. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu : Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wij anarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. tarlagigame Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mempunyai daya : mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar. Abimanyu mempunyai sifat dan perwatakan; halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Aljuna. S...