Banyuwangi memiliki berbagai budaya dan tradisi yang masih sangat dirawat dan dijaga kelestariannya hingga saat ini. Dalam budaya tari, Banyuwangi memiliki berbagai tarian khas yang fenomal dan unik, salah satunya tari seblang. Awalnya, seblang merupakan suatu ritual upacara masyarakat Osing (suku asli Banyuwangi) yang hanya dapat dijumpai di dua desa kecamatan Glagah, yakni desa Olehsari dan desa Bakungan. Ritual ini dilaksanakan sebagai upaya tolak bala agar desa tetap dalam keadaan aman dan tenteram.
Tari seblang ini merupakan tradisi yang sudah sangat tua umurnya, sehingga sulit untuk dilacak bagaimana awal mulanya. Namun, ada sumber yang mengatakan bahwa penari pertama seblang adalah seorang perempuan bernama Semi yang juga merupakan pelopor pertama tari gandrung Banyuwangi. Menurut penduduk suku Osing, filosofi istilah "seblang" berasal dari "sebele ilang", atau dalam bahasa Indonesia artinya "sialnya hilang".
Ada perbedaan pada waktu pelaksanaan dan pemilihan penari tari seblang di desa Olehsari dan desa Bakungan. Di desa Bakungan, penari yang dipilih adalah perempuan yang sudah manopause dan dilaksanakan seminggu setelah idul adha. Sedangkan di desao Olehsari, penari yang dipilih adalah perempuan yang masih perawan dan dilaksanakan seminggu setelah idul fitri. Adapun terkait pemilihan penari, penari dipilih oleh dukun setempat secara supranatural. Biasanya, penari yang dipilih adalah keturunan dari penari seblang sebelumnya.
Pelaksanaan tari seblang sendiri dilakukan selama 7 hari berturut-turut, dan di hari terakhir dilaksanakan idher bumi, yaitu penari seblang dibawa berkeliling kampung. Prosesi tari seblang dimulai dari upacara yang dibuka oleh dukun/pawang. Sedangkan penari seblang memegang nampang yang terbuat dari bambu sambil ditutup matanya oleh ibu-ibu yang berada dibelakangnya. Lalu sang pawang tadi mengasapi sang penari seblang dengan asap dupa sambil membaca mantra. Jika nampan yang dipegang oleh penari terjatuh, menandakan sang penari telah kesurupan dan pertunjukan pun dimulai. Yang menjadikan tarian ini unik dan fenomenal, sang penari tidaklah melakukan latihan atau gladi bersih dahulu. Konon, sang penari hanya mengikuti gerakan dari roh halus dengan gerakan monoton dan mata terpejam. Ia mengikuti arah sang pawang dan irama musik yang menjadi latar suaranya. Seblang diberi kekuatan magis yang membuatnya kuat bertahan menari selama 6 jam berturut-turut selama tujuh hari. Terkadang, sang penari menari sambil berkeliling desa. Sesekali ditengah-tengah menari, seblang akan melempar selendang yang digulung ke penonton. Jika ada penonton yang dilempari selendang, maka ia harus bersedia ikut menari bersama si seblang. Jika tidak, konon ia akan terus dikejar oleh si seblang sampai bersedia turut menari. Adapun alat musik yang digunakan adalah kendang, kempul/gong, dan dua buah saron.
Dari segi busana yang digunakan, seblang menggunakan omprog atau mahkota untuk penutup kepala. Di desa Olehsari, menggunakan pelepah pisang yang disuwir-suwir sampai menutupi sebagian wajah penari. Sedangkan di desa Bakungan, menggunakan kain kafan yang disuwir-suwir.
Tradisi ini menjadi budaya tahunan di dua desa di Kabupaten Banyuwangi tersebut. Di masa pemerintahan Bupati Abdullah Azwar Anas, tradisi ini dimasukkan kedalam list/daftar festival Banyuwangi dan dipromosikan di berbagai platform agar banyak masyarakat yang tahu, terutama masyarakat diluar kabupaten Banyuwangi.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja