Kata nyewu berasal dari bahasa Jawa yang artinya seribu, nyewu dina berarti seribu hari, tradisi nyewu atau selametan nyewu atau peringatan seribu hari dalam budaya Jawa adalah proses ritual dalam upacara peringatan meninggalnya seseorang yang merupakan upacara penutup (pungkasan) untuk melepas dan mengikhlaskan arwah orang yang telah meninggal kepada Yang Maha Kuasa. Menurut kepercayaan orang jawa setelah hari keseribu roh orang yang telah meninggal tidak akan kembali ke tengah-tengah keluarganya lagi untuk menghadap Tuhan. Ritual-ritual pelaksanaan Nyewu Dalam acara tradisi nyewu biasanya ada beberapa acara ritual-ritual yang diadakan oleh keluarga almarhum, adapun acara-acaranya sebagai berikut: a. Penyembelihan kambing Upacara dimulai dengan penyembelihan satu ekor kambing sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta atas rezeki yang telah diberikan. Jik...
Prasasti Luitan berangka tahun 823 caka atau 901 masehi. Prasasti yang ditemukan pada tahun 1976 di Cilacap, Jawa Tengah. Prasasti ini memuat masalah sosial dari suatu kelompok masyarakat, yaitu proses pengenaan pajak tanah yang tidak benar. Pada zaman dahulu, masalah yang sering dijumpai adalah manipulasi pengukuran tanah oleh petugas pajak. Seorang petani protes kepada petugas pajak terhadap perhitungan luas tanah yang dimilikinya. Menurut petugas pajak luas tanah petani tersebut adalah 40,5 tampah (ukuran tanah pada masa itu). Sedangkan untuk setiap tampah pajak yang harus dibayar adalah 6 dharana, si petani harus membayar 40,5 ÃÆ'-- 6 yaitu 243 dharana. Namun setelah diukur oleh pejabat pajak yang kain ternyata kuas tanahnya hanya 27 tampah. Rupanya tampah yang dogunakan untuk mengukur oleh pejabat pajak pertama berjkuran lebih kecil yaitu 2/3 dari ukuran yang sebenarnya. Otomatis pajak yang harus dibayar petani membengkak. Atas kejeliannya si petani dapat menye...
Prasasti Luitan berangka tahun 823 caka atau 901 masehi. Prasasti yang ditemukan pada tahun 1976 di Cilacap, Jawa Tengah. Prasasti ini memuat masalah sosial dari suatu kelompok masyarakat, yaitu proses pengenaan pajak tanah yang tidak benar. Pada zaman dahulu, masalah yang sering dijumpai adalah manipulasi pengukuran tanah oleh petugas pajak. Seorang petani protes kepada petugas pajak terhadap perhitungan luas tanah yang dimilikinya. Menurut petugas pajak luas tanah petani tersebut adalah 40,5 tampah (ukuran tanah pada masa itu). Sedangkan untuk setiap tampah pajak yang harus dibayar adalah 6 dharana, si petani harus membayar 40,5 Ã-- 6 yaitu 243 dharana. Namun setelah diukur oleh pejabat pajak yang kain ternyata kuas tanahnya hanya 27 tampah. Rupanya tampah yang dogunakan untuk mengukur oleh pejabat pajak pertama berjkuran lebih kecil yaitu 2/3 dari ukuran yang sebenarnya. Otomatis pajak yang harus dibayar petani membengkak. Atas kejeliannya si petani dapat menyelamatkan harta...
Begalan adalah salah satu tradisi masyarakat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Begalan menjadi salah satu ritual dalam pernikahan yang diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat Banyumas. Begalan dalam bahasa Banyumas mempunyai arti rampok atau perampok, yaitu dimana rombongan pengantin pria yang membawa barang-barang dicegat akan tetapi setelah itu dilepaskan kembali. Pada zaman dahulu Begalan digunakan untuk acara ruwatan atau ritual pembersihan diri. Seiring berjalannya waktu, begalan diadakan dalam ritual pernikahan yang mengandung pesan atau rambu-rambu bagi calon pengantin. Tradisi Begalan biasa dilaksanakan dalam rangkaian acara pernikahan, yaitu jika yang dinikahkan anak pertama dengan anak pertama, anak pertama dengan anak terakhir, dan anak satu-satunya dengan anak pertama atau anak terakhir. Begalan diperankan oleh dua orang. Seorang pertama membawa atau memikul barang-barang peralatan dapur yang bernama Gunareka. Dan seorang lain bertindak sebagai pemb...
Tedhak siten berasal dari bahasa Jawa tedhak, yang berarti turun, serta siten atau "siti" yang berarti tanah. Oleh karena itu, upacara ini sering juga disebut dengan upacara turun tanah. Tedhak siten merupakan sebuah upacara sekaligus budaya yang dihadiri oleh kerabat dan keluarga yang awal mulanya diwariskan turun temurun di Kota Solo untuk memeringati hari pertama bayi melangkah. Pada jaman sekarang, tedhak siten telah menjadi adat atau tradisi umum bagi masyarakat di seluruh tanah Jawa. Tedhak siten diadakan ketika bayi berumur enem lapan yang berarti 6 x 35 hari ( satu lapan sama dengan 35 hari) atau setara dengan bayi berumur 7 bulan. Upacara tedhak siten ini secara keseluruhan merupakan acara selametan atau syukuran yang sekaligus memiliki tujuan agar anak kelak tumbuh menjadi orang yang mandiri di kemudian hari. Upacara tedhak siten terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan yang masing-masingnya memiliki pengertian yang berbeda beda. Tahap acara paling pertama...
Kenduri Brug berasal dari dua kata, yaitu Kenduri dan Brug. Kenduri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya. Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebuatan Selamatan atau Kenduren (sebutan kenduri bagi masyarakat Jawa) telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke Nusantara. Sedangkan kata "brug" dalam Bahasa Jawa berarti "jembatan", yang diambil dari Bahasa Belanda. Kepungan brug merupakan tradisi turun-temurun sejak zaman Kolonial Belanda yang dilakukan oleh masyarakat Desa Karanganom, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Tradisi ini bertujuan untuk syukuran sekaligus memperingati hari didirikannya jembatan yang menghubungkan Desa Karanganom bagian timur dengan bagian barat yang dipisahkan oleh sungai. Sebelum jembatan penghubung tersebut dibangun, masyarakat yang akan bepergian dari bagian timur ke barat maupun sebaliknya harus menyeberang sungai terlebih dahul...
Tradisi Enthak Enthik Unik nan Menggelitik Indonesia merupakan negeri sejuta budaya. Berbicara menenai budaya maupun tradisi-tradisi di negera kepulauan kita ini tentu tidak akan ada habisnya. Setiap daerah memiliki tradisi yang memiliki keunikan tersendiri. Dibalik suatu tradisi yang ada tentu terselip suatu cerita dan makna di dalamnya. Dibalik suatu tradisi yang ada sejak zaman dahulu, tentu sebagai generasi muda kita harus turun tangan demi menjaga tradisi agar tetap lestari. Sebagaimana kita tahu, dewasa ini sudah banyak budaya-budaya daerah yang terkikis keberadaanya bahkan nyaris hilang tertelan masa. Melirik ke suatu daerah pesisir Pantai Selatan Laut Jawa, ada suatu tradisi unik bernama Enthak Enthik. Enthak Enthik merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar pesisir Pantai Selatan di daerah Kebumen, Jawa Tengah. Tradisi ini diadakan setiap tanggal 12 Maulud atau 12 Rabi’ul Akhir bertepatan pada hari lahir Nabi Muhammad saw...
Lawang Sewu, yang berarti Seribu Pintu dalam bahasa Indonesia merupakan gedung bersejarah tepat di jantung Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini dinamai demikian dikarenakan jumlah pintunya yang -meskipun tidak mencapai seribu- banyak. Banyaknya jendela yang tinggi dan lebar juga membuat masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu. Menurut catatan, terdapat total 429 buah pintu atau lubang pintu. Sejarah Gedung Lawang Sewu dibangun oleh perusahaan Swasta Belanda Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan dijadikan sebagai kantor pusat. Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij sendiri merupakan perusahaan perkereta-apian pertama di Indonesia, yang membuat jalur kereta menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden (=Daerah Kerajaan) (sekarang menjadi daerah Surakarta dan Jogjakarta) dengan jalur pertamanya yang dibangun pada tahun 1867 menghubungkan stasiun Semarang NIS di Semarang, Jawa Tengah dan stasiun Tanggung di Tanggungharjo, Gro...
Menurut cerita turun-temurun, pancen adalah suatu adat kebiasaan masyarakat jawa dari zaman dahulu. Pancen merupakan penghormatan yang diperuntukkan untuk arwah keluarga yang meninggal. Menurut kepercayaan mereka, arwah keluarga yang telah meninggal akan pulang ke rumah di waktu-waktu tertentu. Dan untuk menghormati arwah dari anggota keluarga tersebut, dibuatkanlah makanan dan minuman kesukaan arwah selama masih hidup. Hal-hal yang disajikan antara lain : Nasi, Lauk pauk, Teh, Kopi, Air Putih, Rokok, Kinang, Dll. Kegiatan ini biasanya diadakan pada saat menjelang lebaran idulfitri, lebaran kecil atau 7 hari setelah lebaran idulfitri, 3,7, 40,100, dan 1000 hari setelah kematian seorang angota keluarga. Adat kebiasaan ini masih aktif dilakukan oleh beberapa kerabat saya di sekitar Solo. Mereka sudah mengetahui bahwa arwah tidak bisa kembali lagi ke dunia, tapi masih sulit meninggalkan adat dan kebiasaan yang telah dilakukan...