Ritual
Ritual
Upacara Adat Jawa Jawa Tengah Solo
Tedhak Siten
- 7 Agustus 2018
Tedhak siten berasal dari bahasa Jawa tedhak, yang berarti turun, serta siten atau "siti" yang berarti tanah. Oleh karena itu, upacara ini sering juga disebut dengan upacara turun tanah. Tedhak siten merupakan sebuah upacara sekaligus budaya yang dihadiri oleh kerabat dan keluarga yang awal mulanya diwariskan turun temurun di Kota Solo untuk memeringati hari pertama bayi melangkah. Pada jaman sekarang, tedhak siten telah menjadi adat atau tradisi umum bagi masyarakat di seluruh tanah Jawa. Tedhak siten diadakan ketika bayi berumur enem lapan yang berarti 6 x 35 hari ( satu lapan sama dengan 35 hari) atau setara dengan bayi berumur 7 bulan. Upacara tedhak siten ini secara keseluruhan merupakan acara selametan atau syukuran yang sekaligus memiliki tujuan agar anak kelak tumbuh menjadi orang yang mandiri di kemudian hari.
 
Upacara tedhak siten terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan yang masing-masingnya memiliki pengertian yang berbeda beda. Tahap acara paling pertama yaitu sungkem, dalam tahap ini kedua orang tua dari bayi meminta doa restu kepada dua pihak nenek dan kakek dari sang bayi agar acara berjalan dengan lancar serta agar mereka memberkati sang bayi sebagai bekal urip atau bekal untuk kehidupannya kelak. 
 
Kemudian acara dilanjutkan dengan tahap injak tanah. Dalam tahap ini kedua pihak orang tua sudah menyediakan tanah yang diambil dari halaman rumah mereka untuk kemudian dilangkahi atau diinjak oleh sang bayi dengan cara dituntun oleh kedua orang tuanya. Hal ini memiliki makna bahwa kedua orang tua akan menuntun sang bayi untuk mengambil langkah pertamanya ke dalam kehidupan barunya ini untuk kemudian ditempuh dengan cara mandiri. Setelah tahap injak tanah ini, kedua orang tua akan  membasuh kedua kaki sang bayi dengan air, yang bermakna orang tua akan selalu berusaha untuk menghindarkan sang bayi dari segala macam hal yang membahayakannya.
 
Selanjutnya, terdapat tahap acara yang bernama langkah jadah, yang memiliki arti melangkahi jadah yang merupakan jajanan yang terbuat dari beras ketan. Dalam tahap ini, sang bayi akan dituntun oleh kedua orang tuanya untuk melangkahi satu-persatu jadah yang berjumlah tujuh buah yang telah disusun dari yang berwarna gelap menuju terang. Makna dari hal tersebut adalah bahwa kedua orang tua akan terus membimbing anaknya untuk melalui berbagai kesulitan hingga akhirnya mencapai kesuksesan di kemudian hari. (penyusunan warna dari gelap sampai dengan yang terang memiliki makna hidup dalam kesulitan menuju hidup dengan penuh kesuksesan yang ditandai dengan diakhirinya pada nomor ketujuh yang merupakan angka keberuntungan)
 
Untuk tahap acara berikutnya, akan disediakan sebuah tangga yang terbuat dari tebu wulung atau tebu ungu, tebu yang biasa digunakan oleh masyarakat tradisional sebagai enangkal dari kuasa kegelapan atau guna-guna. Dalam tahap ini, kedua  orang tua akan menuntun sang bayi untuk menaiki tangga tebu tersebut satu-persatu hingga mencapai puncak. Hal ini bermakna bahwa kedua orang tua akan terus menuntun dan membimbing sang anak hingga mencapai puncak kejayaan dan kesuksesan dengan melalui kejadian serta pengalaman yang manis. (tangga yang terbuat dari bahan tebu memiliki pengertian sebagai kehidupan ynag dilalui bayi akan terus manis selayaknya tebu)
 
Setelah menaiki tangga tebu, bayi akan dimasukkan kedalam kurungan kayu yang di dalamnya berisi segala macam barang serta mainan yang menandakan berbagai profesi, seperti contoh mainan bola menandakan sebagai atlit bola, celengan sebagai banker, atau pengusaha yang sukses, alat musik sebagai musisi, alat tulis sebagai seorang pengajar, dan lainnya. Di dalam kurungan, bayi akan mengambil salah satu dari sekian banyak barang yang ada untuk kemudian didoakan secara bersama-sama agar kelak ketika dewasa bayi akan memperoleh kesuksesan dalam profesi yang bayi pilih berdasarkan barang yang diambil sebelumnya.
 
Melanjutkan ke tahap berikutnya, pranata cara atau pembawa acara akan mempersilahkan bayi untuk diganti pakaiannya sebanyak tujuh kali yang kemudian ketika bayi telah mengenakan pakaiannya yang ketujuh, pranata cara akan menanyakan kepada hadirin dengan pertanyaan sebagai berikut, " Para sederek, menapa sampun pantes agemanipun?", kalimat tersebut memiliki arti bahwa sang pembawa acara menanyakan kepada hadirin apakah pakaian yang digunakan oleh sang bayi sudah cocok. Tahap ini memiliki makna bahwa bayi didoakan agar memperoleh kehidupan yang makmur dan melimpah seterusnya dalam kehidupannya.
 
Pada tahap yang terakhir, kedua orang tua serta sang bayi akan menyebarkan kepingan uang logam yang kemudian akan diambil oleh seluruh hadirin yang ada. Tahap ini memiliki arti bahwa sang bayi didoakan agar menjadi pribadi yang dermawan serta mau menolong dan berbagi  pada semua orang ketika dewasa kelak. Pada penghujung acara, seluruh hadirin undangan akan menyantap hidangan yang berupa tumpeng, yang berupa hidangan nasi kuning yang disusun seperti gunung yang dikelilingi oleh beragam lauk pauk. (tumpeng merupakan cara penyajian hidangan yang merupakan trradisi atau adat masyarakat Jawa yang menyimbolkan sebuah gunung yang terus mengalirkan mata air kehidupan)
 
                                                                     
 
 
                                                     
 
 
 
                                                                                                     
 
     
 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU