×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Upacara Adat Jawa

Provinsi

Jawa Tengah

Tedhak Siten

Tanggal 07 Aug 2018 oleh OSKM_16518311_Azarya .

Tedhak siten berasal dari bahasa Jawa tedhak, yang berarti turun, serta siten atau "siti" yang berarti tanah. Oleh karena itu, upacara ini sering juga disebut dengan upacara turun tanah. Tedhak siten merupakan sebuah upacara sekaligus budaya yang dihadiri oleh kerabat dan keluarga yang awal mulanya diwariskan turun temurun di Kota Solo untuk memeringati hari pertama bayi melangkah. Pada jaman sekarang, tedhak siten telah menjadi adat atau tradisi umum bagi masyarakat di seluruh tanah Jawa. Tedhak siten diadakan ketika bayi berumur enem lapan yang berarti 6 x 35 hari ( satu lapan sama dengan 35 hari) atau setara dengan bayi berumur 7 bulan. Upacara tedhak siten ini secara keseluruhan merupakan acara selametan atau syukuran yang sekaligus memiliki tujuan agar anak kelak tumbuh menjadi orang yang mandiri di kemudian hari.
 
Upacara tedhak siten terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan yang masing-masingnya memiliki pengertian yang berbeda beda. Tahap acara paling pertama yaitu sungkem, dalam tahap ini kedua orang tua dari bayi meminta doa restu kepada dua pihak nenek dan kakek dari sang bayi agar acara berjalan dengan lancar serta agar mereka memberkati sang bayi sebagai bekal urip atau bekal untuk kehidupannya kelak. 
 
Kemudian acara dilanjutkan dengan tahap injak tanah. Dalam tahap ini kedua pihak orang tua sudah menyediakan tanah yang diambil dari halaman rumah mereka untuk kemudian dilangkahi atau diinjak oleh sang bayi dengan cara dituntun oleh kedua orang tuanya. Hal ini memiliki makna bahwa kedua orang tua akan menuntun sang bayi untuk mengambil langkah pertamanya ke dalam kehidupan barunya ini untuk kemudian ditempuh dengan cara mandiri. Setelah tahap injak tanah ini, kedua orang tua akan  membasuh kedua kaki sang bayi dengan air, yang bermakna orang tua akan selalu berusaha untuk menghindarkan sang bayi dari segala macam hal yang membahayakannya.
 
Selanjutnya, terdapat tahap acara yang bernama langkah jadah, yang memiliki arti melangkahi jadah yang merupakan jajanan yang terbuat dari beras ketan. Dalam tahap ini, sang bayi akan dituntun oleh kedua orang tuanya untuk melangkahi satu-persatu jadah yang berjumlah tujuh buah yang telah disusun dari yang berwarna gelap menuju terang. Makna dari hal tersebut adalah bahwa kedua orang tua akan terus membimbing anaknya untuk melalui berbagai kesulitan hingga akhirnya mencapai kesuksesan di kemudian hari. (penyusunan warna dari gelap sampai dengan yang terang memiliki makna hidup dalam kesulitan menuju hidup dengan penuh kesuksesan yang ditandai dengan diakhirinya pada nomor ketujuh yang merupakan angka keberuntungan)
 
Untuk tahap acara berikutnya, akan disediakan sebuah tangga yang terbuat dari tebu wulung atau tebu ungu, tebu yang biasa digunakan oleh masyarakat tradisional sebagai enangkal dari kuasa kegelapan atau guna-guna. Dalam tahap ini, kedua  orang tua akan menuntun sang bayi untuk menaiki tangga tebu tersebut satu-persatu hingga mencapai puncak. Hal ini bermakna bahwa kedua orang tua akan terus menuntun dan membimbing sang anak hingga mencapai puncak kejayaan dan kesuksesan dengan melalui kejadian serta pengalaman yang manis. (tangga yang terbuat dari bahan tebu memiliki pengertian sebagai kehidupan ynag dilalui bayi akan terus manis selayaknya tebu)
 
Setelah menaiki tangga tebu, bayi akan dimasukkan kedalam kurungan kayu yang di dalamnya berisi segala macam barang serta mainan yang menandakan berbagai profesi, seperti contoh mainan bola menandakan sebagai atlit bola, celengan sebagai banker, atau pengusaha yang sukses, alat musik sebagai musisi, alat tulis sebagai seorang pengajar, dan lainnya. Di dalam kurungan, bayi akan mengambil salah satu dari sekian banyak barang yang ada untuk kemudian didoakan secara bersama-sama agar kelak ketika dewasa bayi akan memperoleh kesuksesan dalam profesi yang bayi pilih berdasarkan barang yang diambil sebelumnya.
 
Melanjutkan ke tahap berikutnya, pranata cara atau pembawa acara akan mempersilahkan bayi untuk diganti pakaiannya sebanyak tujuh kali yang kemudian ketika bayi telah mengenakan pakaiannya yang ketujuh, pranata cara akan menanyakan kepada hadirin dengan pertanyaan sebagai berikut, " Para sederek, menapa sampun pantes agemanipun?", kalimat tersebut memiliki arti bahwa sang pembawa acara menanyakan kepada hadirin apakah pakaian yang digunakan oleh sang bayi sudah cocok. Tahap ini memiliki makna bahwa bayi didoakan agar memperoleh kehidupan yang makmur dan melimpah seterusnya dalam kehidupannya.
 
Pada tahap yang terakhir, kedua orang tua serta sang bayi akan menyebarkan kepingan uang logam yang kemudian akan diambil oleh seluruh hadirin yang ada. Tahap ini memiliki arti bahwa sang bayi didoakan agar menjadi pribadi yang dermawan serta mau menolong dan berbagi  pada semua orang ketika dewasa kelak. Pada penghujung acara, seluruh hadirin undangan akan menyantap hidangan yang berupa tumpeng, yang berupa hidangan nasi kuning yang disusun seperti gunung yang dikelilingi oleh beragam lauk pauk. (tumpeng merupakan cara penyajian hidangan yang merupakan trradisi atau adat masyarakat Jawa yang menyimbolkan sebuah gunung yang terus mengalirkan mata air kehidupan)
 
                                                                     
 
 
                                                     
 
 
 
                                                                                                     
 
     
 

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...