Saya tidak tahu namanya didalam bahasa dayak tomon, tetapi ini mirip dengan belati tetapi juga mrip dengan siwah senjata khas Minangkabau. Ini mungkin memang dahulunya dayak tomon memiliki kekerabatan dengan pati sebatang dari Minangkabau. Diceritakan konon patih sebatang ini melakukan perjalanan dari Sumatera ke Kalimantan dan sampai di desa Sekudang, disana patih sebatang ini bertemu gadis dayak Tomon yang cantik jelita, singkat cerita patih sebatang menikahi gadis dayak tomon ini. Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2013/09/12/senjata-khas-dayak-part-3/
Langgei adalah pisau kecil yang ditempatkan disamping Mandau, umunya ini berguna untuk pekerjaa-pekerjaan yang halus misal mengukir kayu atau memotong pinang. Kadang langgei dibuat seperti pisau kecil. Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2013/09/12/senjata-khas-dayak-part-3/
Pisau ambang sangat mirip dengan Mandau pada umumnya, perbedaannya ialah penggunaannya, jika Mandau digunakan untuk berperang dan acara-acara adat maka pisau ambang adalah alat untuk bekerja dan berladang, sehingga pisau ambang biasanya cukup sederhana tanpa ada hiasan atau tatahan dan juga bahan bilah yang umumnya monosteel. Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2013/09/06/senjata-khas-dayak-part-2/
Penggunaan keris mungkin merupakan pengaruh bangsa melayu/jawa dan bangsa Moro yang memasuki Kalimantan. Ada kisah cerita Damang Bahandang balau di desa Dadahup yang berperang melawan bangsa buaya dengan menggunakan keris berlekuk tiga. Konon ceritanya di daerah perkampungan Suku Dayak yang disebut Kampung Dadahup, termasuk daerah aliran sungai Barito dan masyarakatnya pada waktu itu masih belum mengenal dunia luar. Memang mereka pada asal mulanya berasal dari Tumbang Kapuas dari Betang Sei Pasah yang didirikan sekitar tahun 1836, sehingga dari keluarga Damang Bahandang Balau berangsur-angsur pindah dan bermukim / mendirikan suatu perkampungan yang disebut Kampung Dadahup. Disinilah timbul legenda Damang Bahandang Balau yang artinya seorang Damang yang berambut warna merah memang sejak dari lahir. Damang Bahandang Balau adalah seorang petapa berambut panjang hingga kurang lebih 3 meter dan ia berilmu tinggi. Ia mempunyai Keris Pusaka kelok 3 berwarna keemasan pemberian orang...
Tidak banyak literature yang membahas mengenai tattoo ataupun motive tattoo Dayak Ngaju. Memang saat ini tattoo Dayak Ngaju bisa dikatakan telah punah, karena sudah banyak suku Dayak Ngaju yang menganut kepercayaan Islam, Kristen dan juga aturan Pemerintah yang tidak menerima pegawai/polisi/tentara yang memiliki tattoo, disamping itu tiidak ada lagi generasi tua yang masih tersisa yang bertattoo. Leluhur penulis yang bertattoo adalah kakek dari kakek ku salah satunya yang ada di daerah Tangkahen – konon cerita kakekku badannya penuh dengan tattoo dan semacam garis-garis. Sedangkan leluhur penulis yang berasal dari Tumbang Mantuhe juga dahulu bertatto – hanya menurut cerita kakeku tattoo leluhur yang ada di Tumbang Mantuhe adalah perlambangan dari “sahabat-sahabat” ghaibnya. Orang sering mengasosiasikan Dayak dengan tattoo dan kuping panjang. Padahal tidak semua sub suku dayak menggunakan tattoo dan berkuping panjang. Pada kebudayaan Dayak Ngaju tidak dike...
Sejak akhir tahun 1900an, tradisi mengayau semakin ditinggalkan oleh semua sub suku Dayak di Kalimantan, semenjak ada deklarasi damai Tumbang Anoi 1896 ditambah semakin banyak orang dayak yang memeluk agama semawi. Tetapi ada satu bagian dari tradisi itu yang masih bertahan walau saat ini sudah mulai menghilang yaitu “Kinyah”. Kinyah adalah tarian perang suku Dayak, merupakan suatu tarian persiapan untuk membunuh dan memburu kepala musuh. Pada masa lalu para pemuda dayak dikalimantan harus melakukan perburuan kepala untuk bermacam-macam alasan, karena setiap sub suku dayak memiliki alasan yang berbeda-beda. Sebagi contoh anak laki-laki iban pada usia 10 tahun harus bisa mendapatkan setidaknya 1 kepala manusia, karena ini akan menunjukan bahwa anak laki-laki ini sudah memasuki usia dewasa dan dapat menikah. Persiapan fisik untuk perburuan kepala ini pada budaya dayak ngaju disebut “kinyah” – Tarian perang. Hampir semua sub suku dayak memiliki t...
Ritual Tiwah adalah upacara keagamaan suku dayak untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah dibuat. Sandung adalah tempat semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia. Ritual Tiwah ini sangatlah sakral bagi suku dayak. Pada acara ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah meninggal tersebut diantar dan diletakkan ke tempatnya, mereka melakukan banyak sekali ritual, tarian, suara gong dan masih banyak hiburan lainnya sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya. Ritual Tiwah memiliki tujuan yaitu untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menutu "Lewu Tatau" (Surga) sehingga bisa hidup tentram dan damai bersama Yang Kuasa. Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan dengan ritual lanjutan atau penyempurna agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup. Tiwah ini sendiri juga memiliki tujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bag...
Ahtoi Porosh, yang berarti sedih hati, merupakan lagu daerah yang berasal dari provinsi Kalimantan Tengah, lebih tepatnya dari suku Dayak Ot Danum. Lagu ini berkisah tentang seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta kepada seorang wanita, dan ia mengungkapkan betapa ia sangat mencintai wanita tersebut, seakan dunia milik mereka berdua. Namun, pada akhirnya laki-laki tersebut tidak dapat bertemu wanita itu lagi. Ia juga tak yakin bahwa sang wanita merasakan hal yang sama dengan dirinya. Ia kemudian marah, galau, benci pada dirinya sendiri, sebab jika dahulu ia tidak bertemu dengan sang wanita, ia takkan merasa sedih seperti yang ia alami sekarang. Lagu ini sering dibawakan dalam versi paduan suara, salah satunya dibawakan oleh Paduan Suara SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya saat berlomba di Singapore International Choral Festival tahun 2017. Berikut adalah lirik dari Ahtoi Porosh: Aruk na uash yaku bavikyotaak Eam na ihkok tundah nu ihkok Tahkan ka kiak pelik tongah...
Ritual Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah, khususnya Dayak pedalaman yang masih menganut agama Kaharingan sebagai agama lelulur warga Dayak. Tiwah bagi suku Dayak merupakan prosesi untuk melepas rutas atau kesialan bagi keluarga almarhum yang ditinggalkan dari pengaruh buruk yang menimpa dan juga bertujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan yang telah berkeluarga, dimana secara adat mereka diperkenankan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya ataupun memilih untuk tidak menikah lagi. Ritual Tiwah adalah prosesi untuk menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad yang diperkirakan hanya tinggal tulang saja, dari liang kubur menuju sandung, yang bertujuan untuk melempangkan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (surga dalam bahasa sangiang). Sandung merupakan tempat yang menyerupai rum...