Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Kalimantan Tengah Kalimantan
Kinyah Mandau
- 31 Juli 2018

Sejak akhir tahun 1900an, tradisi mengayau semakin ditinggalkan oleh semua sub suku Dayak di Kalimantan, semenjak ada deklarasi damai Tumbang Anoi 1896 ditambah semakin banyak orang dayak yang memeluk agama semawi. Tetapi ada satu bagian dari tradisi itu yang masih bertahan walau saat ini sudah mulai menghilang yaitu “Kinyah”. Kinyah adalah tarian perang suku Dayak, merupakan suatu tarian persiapan untuk membunuh dan memburu kepala musuh.

Pada masa lalu para pemuda dayak dikalimantan harus melakukan perburuan kepala untuk bermacam-macam alasan, karena setiap sub suku dayak memiliki alasan yang berbeda-beda. Sebagi contoh anak laki-laki iban pada usia 10 tahun harus bisa mendapatkan setidaknya 1 kepala manusia, karena ini akan menunjukan bahwa anak laki-laki ini sudah memasuki usia dewasa dan dapat menikah.

Persiapan fisik untuk perburuan kepala ini pada budaya dayak ngaju disebut “kinyah” – Tarian perang. Hampir semua sub suku dayak memiliki tarian perang ini. Dahulunya ini dipertunjukan dikampung-kampung untuk melihat dan mengamati pemuda mana yang akan siap dilepaskan ke hutan untuk memburu kepala siapa saja yang ia temui. Aturan perburuan kepala ini, adalah siapa saja yang bukan berasal dari kampungnya sendiri. Oleh karena itu sebelum perjanjian damai Tumbang Anoi ada 3 istilah yang sangat ditakuti; yaitu: Hapunu – saling bunuh, hakayau – saling potong kepala, hajipen – saling memperbudak. Setiap anak laki-laki dayak ngaju yang berhasil mendapatkan kepala manusia akan diberi tato dibagian betisnya – menunjukan bahwa anak ini sudah menjadi dewasa.

Hasil Mengayau Zaman Dahulu

Hasil Mengayau Zaman Dahulu

Kayau Zaman Dahulu

Kayau Zaman Dahulu

Alasan lain yang dilakukan dayak ngaju zaman dahulu untuk mengayau adalah untuk keperluan upacara “Tiwah” . Tiwah adalah upacara membersihkan tulang-belulang leluhur untuk diantar ke sorga/ langit ke-7. Kepala manusia ini akan digantung di sangkaraya (pusat upacara tiwahnya) kemudian dikubrukan di dekat “sandung” atau rumah kecil tempat menaruh tulang-belulang leluhur yang ditiwahkan, dan jika orang tersebut memiliki “jipen” – budak, maka si-jipen ini juga akan turut dibunuh. Ada sumpahan dalam bahasa dayak ngaju yaitu “sekraung – saki raung” – saki adalah mengurapi, raung adalah peti mati, yaitu darah dari korban ini akan digunakan untuk mengurapi peti mati. Bahkan tidak hanya kepalan manusia kadang akan diperlukan korban manusia yang ditangkap hidup-hidup diikatkan pada sebuah tiang (kepala menghadap kebawah dan kaki keatas) dan akan ditancapkan didalam tanah , di puncak tiang ini akan ada patung burung Tingang (Enggang) sebagai lambang dunia atas. Kemudian akan ditancapkan pada lubang dimana ditanamkan kepala-kepala yang akan dijadikan “jipen” di akhirat. Jika sub suku dayak lain melakukan pengayauan ini untuk menunjukan keberanian, kadang tengkorak manusia ini akan digunakan untuk meminum “tuak” maka pada sebagian kebudayaan dayak ngaju zaman dahulu kepala ini tidak dikoleksi sebagai trophy tetapi sebagai pemenuhan ritual. Yang walaupun sejatinya ajaran ini bukanlah ajaran dan budaya asal, ia muncul akibat ego, dendam, unsur ekonomi dan politis.

Namun kemudian praktek menyimpang ini kemudian secara bersama dihentikan oleh orang dayak sendiri melalui pertemuan Tumbang Anoi. Penggunaan kepala manusia telah diganti sepenuhnya dengan penggunaan kepala “kerbau”. Pada tanggal 15 – 17 Oktober 2013 yang lalu dilakukan “Pumpung Hai” / acara besar napak tilas perjanjian damai Tumbang Anoi di desa Tumbang Anoi ini.

Note tambahan: Penggunaan hadangan / kerbau juga dilakukan sesuai pada kisah asal usul Hadangan / Kerbau yang konon dahulunya adalah jelmaan seorang djipen/budak (kapan-kapan akan kita share)

Tiang tempat menancapkan korban untuk upacara Tiwah

Tiang tempat menancapkan korban untuk upacara Tiwah

Tiang Sandung Zaman Sekarang

Tiang Sandung Zaman Sekarang

Sandung leluhur penulis di Tangkahen

Sandung leluhur penulis di Tangkahen

Rapat Damai Tumbang Anoi

TEKNIK UNTUK MEMBURU KEPALA

Terlepas dari berbagai macam alasan setiap sub suku memburu kepala manusia, setiap laki-laki Dayak pada zaman dahulu haru menguasai teknik yang akan digunakan didalam perburuannya. Teknik ini yang disebut Kinyah.

Tidak diketahui asal muasal kinyah ini, mungkin sama tuanya dengan keberadaan suku Dayak sendiri. Kinyah zaman dahulu jarang ditunjukan kepada orang luar, karena pada zaman dahulu gerakan kinyah ini dijaga dan merupakan jurus rahasia setiap sub suku dayak, makanya setiap kampong / sub suku dayak akan memiliki variasi dalam gerakan kinyahnya. Mengjarkan kinyah kepada suku lain akan dianggap penghiantan dan akan diberi hukuman mati.

Ketika terjadi perjanjian damai Tumbang Anoi, dimana setiap pemimpin sub suku dayak bertemu dan melakukan perdamaian, maka mereka membawa setiap senjata pusaka mereka dan menunjukan gerakan kinyahnya masig-masing dan pusaka/senjata mereka ini dletakan pada sebuah meja agar setiap sub suku dayak yang hadir dapat melihatnya- sejak saat itu sekat rahasia, curiga antara sub suku dayak diruntuhkan. Ketika perjanjian damai ini, Sub suku Oot Danum yang membawakan gerakan kinyahnyah. Karena Sub suku Oot Danum yang terkenal akan gerakan dan teknik berbahaya untuk membunuh musuh-musuhnya.

Dayak Oot Danum

Dayak Oot Danum

Senjata yang digunakan untuk kinyah yang pertama adalah “sipet” – sumpit yang dilengkapi dengan “damek” / anak sumpit yang telah diberi “ipu” / racun. Tetapi pilihan yang sering digunakan ialah senjata parang yang dikenal dengan Mandau (tentang persenjataan silahkan lihat artikel “weaponry”).

KEKUATAN MANDAU

Mandau-mandau yang digunakan seringkali adalah Mandau yang sudah berusia ratusan tahun dan telah diturunkan dari generasi ke generasi dan dianggap sebagai suatu benda yang sacral. Para pengayau zaman dahulu percaya bahwa “kekuatan” mereka terletak pada Mandau itu sendiri, karena sering Mandau ini deberi “isian” atau “gana” dalam bahasa dayak ngajunya. Untuk membuat Mandau yang ada isiannya ini tentu ada ritual khusus biasanya harus dilengkapi dengan darah dan beras. Dipercaya juga jika Mandau itu pernah membunuh orang maka kekuatan pada Mandau itu akan semakin kuat. Kadang juga pada rumpun dayak Ngaju – Oot danum, pada Mandau biasanya akan digantungkan “penyang” semacam jimat-jimat yang terdiri dari tulang, taring, cangkang, kayu-kayuan dan beberapa minyak. Yang saya ketahui adalah minyak “Taguh” – minyak kebal dan minyak “garak” – minyak untuk membuat gerakan mandaunya semakin gesit.

Onggong / Penyang Mandau

Penyang Mandau

Onggoh / Penyang Mandau

Penyang Mandau

Onggoh / Penyang Mandau

Penyang Mandau

Pada beberapa sarung Mandau akan diberi hiasan koin tua belanda yang menunjukan jumlah kepala yang sudah dipotongnya. Beberapa juga menandai dengan hilangnya jumlah tatahan kuningan bulat pada bilah Mandau, ada juga yang menandai dengan garis pada bilah dekat hulu Mandau.

Hiasan Koin Uang Belanda pada sarung mandau

Hiasan Koin Uang Belanda pada sarung mandau

Ketika kinyah pertama kali dipertunjukan dalam perjanjian damai Tumbang Anoi. Sub suku dayak yang pertama kali meminjam gerakan ini adalah Dayak Bahau di sekitaran sungai Mahakam, yang kemudian menyebar ke sub Dayak Oot Tahawung di sekitar sungai Kahayan dan Katingan. Saat ini kinyah hanya digunakan untuk ritual tidak lagi sebagai persiapan perang memburu kepala.

 

Berbeda dengan jenis bela diri lain yang dikenal di seluruh dunia, Kinyah bukan dibuat untuk membela diri seperti “Kuntau Bangkui”. Tidak ada istilah menghindar, lari, mundur dsb. Kinyah memang didesign sebagai suatu gerakan aggressive untuk membunuh lawannya.

Kinyah biasanya diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya. Menurut tradisi Dayak zaman dahulu, anak laki-laki berusia 10 tahun harus bisa mempraktekan gerakan Kinyah ini sebagai persiapan menuju transisi kedewasaan. Biasanya anak-anak ini akan dihiasi muka dan badannya dengan arang dengan berbagai simbo untuk persiapan perang, salah satunya ialah “Lampak lampinak” – lambing penolak bala berbentuk salib dan tattoo “bulan” di betis kakinya.

Hiasan muka penari

Hiasan muka penari “Kinyah”

Tatoo Bulan di betis kaki

Tatoo Bulan di betis kaki

Tatoo Dayak Ngaju

Tatoo Dayak Ngaju

Untuk mengawali ritual kinyah, biasanya seekor babi akan dikorbankan dan darahnya akan dipercikan pada “hampatung” – patung yang ditaru pada sebuah rumah kecil, perlambangan roh nenek moyang. Sambil diiringi dengan music “kecapi dayak”, gong dan “karundeng” – suling. Tidak ada gerakan membungkuk atau berjabat tangan antara dua penari kinyah, justru dengan gerakan mengancam sambil mebuka Mandau dari sarungnya. Para penari ini mencoba saling mendekat dengan posisi berjongkok sambil mengangkat Mandau dan kepala menghadap kebawah dan mulai saling mengitari satu sama lain. Dengan tiba-tiba salah satu lawan menyerang lawannya dengan mengangkat Mandau lebih tinggi dari kepala, bersiap untuk memenggal dengan satu tebasan, kemudian lawa akan mengambil posisi merunduk menghindari fatal contact.

Tidak seperti bela diri lain seperti Karate, pencak silat, tae kwon do yang memiliki metode pertahanan diri, Kinyah seperti tidak punya metode terencana untuk bertahan kecuali secepatnya pergi ketika Mandau tiba hendak menebas karena satu-satunya tujuan Kinyah adalah memenggal kepala musuhnya.

Gerakan Kinyah

Gerakan Kinyah

Gerakan Kinyah

Gerakan Kinyah

Saat ini Kinyah semakin punah dan pudar karena generasi muda mulai sudah tidak tertarik dengan kebudayaan leluhurnya, tidak ada lagi generasi yang memiliki tattoo di betis kakinya. Kinyah Mandau harus kita lestarikan, bukan lagi sebagai cara untuk memenggal kepala musuh tetapi sebagai bentuk “martial art” asli Dayak.

Tabe
Bekasi 23/September/2013

Sumber:

  1. Kenyah Preparation for murder – by Wyn Sergent Jurnalis Amerika yang melakukan ekspedisi ke Kalimantan Tengah tahun 1968
  2. Maneser Panatau Tatu hiang
  3. Ngaju Religion: The Conception of God among a South Borneo People

https://folksofdayak.wordpress.com/2013/09/23/kinyah-mandau/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya