Istana Yogyakarta. Beksan Bugis merupakan tarian yang menyajikan gambaran prajurit Bugis sedang berlatih perang. Di antara keteguhan ndalem Kepatihan, beksan Bugis digarap penataan tarinya di bawah pimpinan seorang guru tari Keraton Yogyakarta, yaitu Raden Riyo Kertaatmadja, yang tangkas menerjemahkan gagasan Danureja V ke dalam kerja kretif kesenian. Proses penggarapan beksan Bugis menggelinding sebagai keberlanjutan dari kreativitas kesenian. Saat dirasa layak tampil di istana, Danureja mempersembahkannya kepada Keraton. Sinuhun Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono VII akhirnya pada saat itu memberikan legitimasi yang anggung kepada beksan Bugis sebagai tari istana. Beksan Bugis memang tidak jauh dari kehadiran suku Bugis dari tanah Sulawesi. Para pelaut unggul itu mengarungi hamparan lautan merantau menuju ke Jawa, di antara mereka adalah prajurit keraton yang kemudian ditempatkan di kepatihan. Di sepanjang tarian, para penari bergerak dinamis dengan undheng gilig di ke...
Gunung Lawu dipercaya sebagai tempat pengasingan Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1478, Majapahit diserang oleh Girindrawardhana dari Kerajaan Kaling. Karena tentara Majapahit tidak mampu menghalau serangan tersebut, Prabu Brawijaya V memutuskan untuk menyingkir ke Gunung Lawu dan hidup menjadi seorang pertapa dan bergelar Sunan Lawu. Prabu Brawijaya V merupakan leluhur dari pendiri kerajaan Mataram dan Keraton Yogyakarta sehingga sebagai bentuk penghormatan, Gunung Lawu dipilih menjadi lokasi upacara labuhan . Gunung Lawu terletak di perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setiap dilaksanakan Upacara Labuhan , uborampe labuhan diserahterimakan kepada Juru Kunci Gunung Lawu yang berada di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Macam-macam uborampe yang diperlukan pada upacara Labuhan Gunung Lawu adalah sebagai berikut : Kasepuh Pendherek...
Pada tahun 1970-an, keberadaan tari kethek ogleng ada di setiap kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, ditandai dengan adanya sanggarsanggar kesenian kethek ogleng. Menurut sejarah, pertunjukkan kethek ogling diperkirakan sudah ada di Gunung Kidul sebelum zaman kemerdekaan, kethek ogleng yang berkembang di daerah Semanu telah ada sejak tahun 1935. Kemudian dari Semanu, seni kethek ogleng berkembang di daerah Tepus, Semin, Wiladeg, dan beberapa wilayah di Gunung Kidul. Kethek ogleng mengalami masa surut pada masa orde baru, ketika berbagai alternatif pertunjukkan mulai beragam; dan makin mengalami masa surut pada sekitar tahun 2000-an. Upaya dibangunnya sanggar dan grup tari menjadi solusi untuk mengembangkan kembali seni kethek ogleng ini. Kethek ogleng berasal dari kata ”Kethek”, yang berarti tokoh yang sakti dan suka berlagak. Secara keseluruhan, dalam bahasa Jawa memiliki istilah yang tepat untuk menggambarkan ”Kethek ogleng”, yaitu gumleleng atau be...
Perbukitan Dlepih Khayangan terletak di kecamatan Tirtamaya, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Selain Parangkusumo, Dlepih Khayangan merupakan tempat yang digunakan Panembahan Senopati untuk bertapa sebelum membangun kerajaan dan pemerintahan yang kuat. Selain Panembahan Senopati, tempat ini juga digunakan untuk bertapa raja-raja Mataram dan raja Kasultanan Yogyakarta, yaitu Sultan Agung Hanyakrakusumo dan Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwono I). Berbeda dengan upacara labuhan lainnya, upacara Labuhan Dlepih Khayangan hanya dilaksanakan delapan tahun sekali pada tahun Dal atau setiap sewindu penobatan Sultan. Upacara ini digolongkan dalam Labuhan Ageng , sedangkan upacara Labuhan yang lain digolongkan dalam Labuhan Alit yang digelar setiap tahun. Uborampe upacara Labuhan Dlepih Khayangan antara lain: Sinjang Limar Sinjang Lurik Kepyur Sinjang Perkutut Pethak Seret Abrit Semekan Solok Semekan Dringi...
Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng yang menandai pergantian tahun Jawa.Prosesi ini merupakan sarana intropeksi atas apa yang terjadi di tahun lalu sembari memohon kepada Yang Maha Kuasa agar tahun yang akan datang lebih baik dari pada tahun yang telah lalu. sumber :https://kratonjogja.id/peristiwa/57/hajad-dalem-jamasan-pusaka-be-1952
Prosesi Siraman atau Jamasan Pusaka diselenggarakan untuk membersihkan dan merawat pusaka-pusaka milik keraton.Berbeda dengan Jamasan di dalam kompleks Kedhaton yang bersifat tertutup bagi khalayak umum, Jamasan Rata (kereta) di Museum Kereta terbuka bagi siapa saja yang ingin menyaksikan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, terdapat dua kereta yang dibersihkan. Abdi Dalem Kanca Rata Mas Wedana Rata Diwiryo selaku pemimpin prosesi Jamasan kereta menjelaskan, “Yang pertama (pokok) Kanjeng Nyai Jimat, lalu kereta pendampingnya Kanjeng Kiai Harsunaba, tapi setiap tahun harus diganti atau bergiliran sebagai pendherek .” Kereta Kanjeng Nyai Jimat adalah kereta tertua yang dimiliki Keraton Yogyakarta, pernah digunakan pada penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai Sri Sultan Hamengku Buwono III. Kereta ini selalu mengikuti Jamasan tiap tahunnya. Sedangkan kereta Kanjeng Kiai Harsunaba merupakan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VI yang dibuat di...
Bethak dan Pisowanan Garebeg Mulud Dal adalah dua upacara yang tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya hanya diselenggarakan tiap 8 tahun sekali, tepatnya pada tahun Dal . Dal adalah nama salah satu tahun dari siklus delapan tahunan (windu) pada sistem penanggalan Jawa. Dalam bahasa Jawa, bethak berarti menanak nasi. Sedang pisowanan , berasal dari kata sowan (menghadap), memiliki arti sebagai pertemuan menghadap raja. Bethak Prosesi Bethak dilaksanakan mulai petang hari pada tanggal 12 Mulud Tahun Dal di di kompleks Keputren, tepatnya di Bangsal Sekar Kedhaton . Sebelum upacara, para Putri Dalem (putri Sultan), Wayah Dalem Putri (cucu perempuan Sultan), Sentana Dalem Putri (kerabat perempuan Sultan), dan para petinggi Keputren telah berkumpul di Bangsal Sekar Kedhaton. Upacara dimulai dengan kehadiran Sri Sultan. Beliau miyos (hadir) untuk menyerahkan pusaka Kanjeng Nyai Mrica dan Kanjeng Kiai Blawong yang diambil dari Gedhong Prabayek...
Tiap bulan Pasa atau Ramadhan , Keraton Yogyakarta selalu mengadakan acara Malem Selikur . Malem Selikur diadakan untuk menyambut malam Lailatul Qadar . Acara ini merupakan bagian dari kegiatan Kesultanan Yogyakarta sebagai kerajaan Islam untuk senantiasa menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat Jawa. Agama Islam mengajarkan bahwa akan tiba suatu malam yang istimewa pada sepertiga akhir bulan Ramadhan . Malam yang disebut malam Lailatul Qadar ini dipercayai lebih mulia dibanding malam-malam lainnya sehingga digambarkan memiliki nilai yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam ini pula, Nabi Muhammad dahulu menerima Al Quran yang diturunkan oleh Allah. Untuk menyambut malam ini, umat Islam memperbanyak amal dan ibadah karena diyakini pula pahala yang didapat seribu kali lebih banyak dari hari-hari biasa. Malem Selikur , atau kadang dikenal juga dengan Selikuran , diyakini telah ada sejak awal penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Tradisi ini diperkenalkan...
Garebeg merupakan salah satu upacara yang hingga saat ini rutin dilaksanakan oleh Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat . Kata Garebeg , memiliki arti diiringi atau diantar oleh orang banyak. Hal ini merujuk pada Gunungan yang diiringi oleh para prajurit dan Abdi Dalem dalam perjalanannya dari keraton menuju Masjid Gedhe . Dalam pendapat lain dikatakan bahwa Garebeg atau yang umumnya disebut “ Grebeg ” berasal dari kata “ gumrebeg ”, mengacu kepada deru angin atau keramaian yang ditimbulkan pada saat berlangsungnya upacara tersebut. Besar kemungkinan bahwa Upacara Garebeg berasal dari tradisi Jawa kuno yang disebut Rajawedha . Pada upacara tersebut raja akan memberikan sedekah demi terwujudnya kedamaian dan kemakmuran di wilayah kerajaan yang dipimpinnya. Tradisi sedekah raja ini awalnya sempat terhenti ketika Islam masuk di Kerajaan Demak. Akibatnya masyarakat menjadi resah dan meninggalkan kerajaan yang baru berdiri terse...